Liputan6.com, Palangka Raya - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada triwulan III 2017 sebesar 6,13 persen (yoy) dan lebih tinggi dari nasional yang tercatat 5,06 persen (yoy). Tapi sayangnya, porsi perekonomian ini masih dikuasai oleh oleh korporasi besar.
Kepala perwakilan BI Kalteng Wuryanto mengatakan, salah satu indikasi masih dikuasainya pertumbuhan ekonomi oleh korporasi besar yakni dari sisi ekspor dikuasai oleh sumber daya alam (SDA) seperti kelapa sawit dan batu bara. Selama ini ekspor memang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Oleh karena itu, BI mendorong ke depan agar tersedia fasilitas pengolahan bahan baku. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Kalteng dapat ditingkatkan dengan hilirisasi bahan baku dan diversifikasi pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata.
Advertisement
Baca Juga
"Tapi kendala hilirisasi Kalteng itu masih rendahnya elektrifikasi yang masih di kisaran angka 75 persen, minimnya infrastruktur penunjang ekspor serta masalah sengketa lahan,"ujarnya, Kamis (21/12/2017).
Bank Indonesia Kalteng juga memprediksi untuk 2018 mendatang pertumbuhan ekonomi daerah tersebut akan berada di level 6,6 persen sampai 7,0% persen (yoy).
Kondisi ini selain didorong adanya peningkatan APBD, juga dengan adanya perbaikan infrastruktur dan sinergi kebijakan serta peningkatan sektor perbankan.
"Proyeksi inflasi Kalteng akan berada pada besaran targetnya sebesar 3,5-1Â persen (yoy) dan didukung adanya komitmen pemerintah daerah,"ujar Wuryanto.
Dia juga menyebutkan BI Kalteng juga membantu untuk pemberdayaan UMKM bagi masyarakat di 14 kabupaten. Bentuk bantuan yang diberikan yakni melalui pemberdayaan pengembangan kluster untuk bahan pangan strategis seperti cabai, bawang merah dan padi.
"Kami memberikan bantuan kepada masyarakat seperti ketahanan pangan, ekonomi kreatif , pemberdayaan masyarakat disabilitas juga program Generasi Baru BI (GenBI),"jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Konsumsi Rumah Tangga
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan secara umum konsumsi rumah tangga di Indonesia pada tahun ini cenderung tidak tumbuh jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun demikian, pada 2018 diyakini konsumsi rumah tangga ini akan kembali meningkat.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo, mengatakan meski telah memasuki akhir tahun, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh sedikit. Hal ini dapat dilihat dari penjualan di ritel yang meningkat hanya 2,5 persen.
"Konsumsi rumah saat ini relatif tumbuh secara terbatas. Artinya, beberapa indikator, misal ritel saleshanya tumbuh 2,5 persen, relatif belum berubah dibanding bulan lalu. Konsumsi juga belum terlalu banyak terlihat, seperti di makanan dan minuman," ujar dia di Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Sedangkan untuk kelompok masyarakat menengah ke atas, kata dia, masih cenderung menahan belanjanya dan menyimpang uangnya di tabungan. Sekalipun kelompok ini mengeluarkan uangnya, bukan digunakan untuk berbelanja, melainkan untuk kebutuhan yang sifatnya hiburan, seperti berwisata.
"Jadi indikator di kelompok menengah atas menahan konsumsi dan banyak gunakan dana yang diperoleh untuk tabungan atau deposito atau saham. Bahkan, untuk kegiatan yang sifatnya leisure. Kami perkirakan konsumsi rumah tangga tahun ini relatif tidak tumbuh tinggi dari 2016," kata Dody.
"Ini indikator ada semacam penahanan dari keinginan konsumsi masyarakat dan permodalan incomemasyarakat yang relatif berkurang untuk kelompok masyarakat tertentu," katanya.
Advertisement