Orang Irit Belanja, Ekonomi RI Diprediksi Tumbuh 5,05 Persen

Kelas atas cenderung menahan belanja dan mengalihkan pendapatannya ke tabungan di bank.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Feb 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2018, 09:30 WIB
Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018
Suasana deretan gedung bertingkat dan rumah pemukiman warga terlihat dari gedung bertingkat di kawasan Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,05 persen pada 2017. Proyeksi ini lebih rendah dari target yang diketok 5,2 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 karena konsumsi rumah tangga diperkirakan stagnan.

Ekonom dari PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2017 sekitar 5,13 persen (Year on Year/YoY) atau naik dibanding kuartal sebelumnya yang tercatat sebesar 5,06 persen.

"Peningkatan ini ditopang dari konsumsi pemerintah yang tumbuh 5,2 persen YoY di kuartal IV-2017 atau naik signifikan dibanding kuartal sebelumnya 3,46 persen YoY," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Peningkatan laju konsumsi pemerintah itu, kata Josua, terindikasi dari kenaikan belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal di kuartal IV-2017 dibanding periode yang sama 2016, di mana pemerintah melakukan penghematan belanja pemerintah pusat.

Pengatrol lain pertumbuhan ekonomi di kuartal IV tahun lalu, yakni Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi. Investasi diproyeksikan Josua tumbuh sekitar 6,25 persen YoY. Investasi publik masih mendominasi karena belanja modal pemerintah tumbuh positif pada kuartal terakhir 2017.

"Akan tetapi, peningkatan investasi publik akan tertahan oleh penurunan investasi swasta yang terindikasi dari penurunan laju impor barang modal, serta penurunan konsumsi semen pada kuartal IV tahun lalu," dia menerangkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Pertumbuhan Ekspor

Capai USD 15,09 Miliar, Ekspor Oktober Meningkat
Suasana bongkar muat di Jakarta International Contener Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Oktober mencapai US$ 15,09 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Josua berujar, pertumbuhan ekspor pada kuartal IV-2017 diperkirakan meningkat ditopang oleh tumbuhnya volume eskpor. Akan tetapi, pertumbuhan impor diperkirakan akan lebih tinggi, sehingga net ekspor diperkirakan mengalami kontraksi.

Kondisi tersebut diperparah dengan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang diprediksi Josua stagnan di kuartal IV-2017. Tumbuhnya diperkirakan sekitar 4,93 persen YoY atau tidak bergerak dari kuartal III sebelumnya.

"Pertumbuhan flat pada konsumsi rumah tangga dikonfirmasi oleh masih terbatasnya peningkatan laju inflasi inti, penjualan otomotif yang cenderung flat, serta tren menurunnya porsi pendapatan rumah tangga yang dialokasikan untuk konsumsi," ungkap Josua.

Dengan analisis demikian, Josua meramalkan pertumbuhan ekonomi di 2017 mencapai 5,05 persen (YoY). Proyeksinya lebih tinggi dari capaian 2016 yang tumbuh 5,02 persen, tapi lebih rendah dari target APBN-P 2017 sebesar 5,2 persen.

"Jadi pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan mencapai 5,05 persen YoY," ucap dia.

Orang Kaya Irit Belanja

Natal di Mal
Pernak-pernik Natal yang menghiasi Lippo Mal Puri, Jakarta, Jumat (22/12). Jelang Natal banyak pusat perbelanjaan mendekor bangunannya bernuansa natal untuk menarik daya tarik minat masyarakat. (Liputan6.com/Angga yuniar)

Dihubungi terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, meramalkan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017 akan berada di level 5,05 persen YoY. Adapun, khusus di kuartal IV-2017 sekitar 5,1 persen.

"Pertumbuhan 5,05 persen terbilang stagnan akibat rendahnya konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tumbuh di kisaran 4,9 persen," paparnya.

Penyebabnya, ucap Bhima, karena pencabutan subsidi listrik dan inflasi pangan di akhir tahun membuat daya beli kelompok masyarakat 40 persen terbawah terpukul.

Sementara itu, kelas atas cenderung menahan belanja dan mengalihkan pendapatannya ke tabungan di bank. Kondisi ini berakibat pada tutupnya beberapa gerai ritel.

"Jadi yang kelas bawah memang daya belinya turun, dan yang kelas atas menahan belanja. Walaupun PPN tumbuh 13 persen tahun lalu, belum tentu mencerminkan nilai transaksi yang naik," Bhima mengatakan.

Selain konsumsi rumah tangga, ia menjelaskan, ekspor Indonesia masih bergantung pada komoditas dan olahan primer yang rentan terhadap fluktuasi harga komoditas.

Dengan demikian, meskipun total ekspor berdasarkan data BPS di 2017 tumbuh 16,2 persen, impornya juga naik 15,66 persen. Artinya, net ekspor dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya tumbuh 0,5 persen.

Termasuk dari sisi belanja pemerintah, diakui Bhima memiliki daya dorong minim terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2017. Menurutnya, faktor penolongnya adalah investasi yang tumbuh 7 persen di kuartal III lalu, menunjukkan optimisme investor khususnya domestik terhadap pemulihan ekonomi 2018.

"Untuk 2018, kondisi ekonomi diprediksi kembali tumbuh moderat, yakni 5,1 persen. Ekspor dan investasi masih jadi motor pertumbuhan utama," tandas Bhima.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya