Liputan6.com, Jakarta - Memasuki 2018, digital disruption atau disrupsi digital telah melanda ke hampir semua sektor usaha dengan segenap implikasinya. Perkembangan teknologi digital tersebut tidak hanya memberikan dampak positif langsung terhadap pelaku usaha, tapi juga menyita tenaga untuk dapat beradaptasi.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Chatib Basri mengatakan, teknologi digital mampu memberikan informasi tanpa menaikan harga transaksi. Alasannya salah satu penyebab tingginya biaya transaksi adalah hambatan dalam komunikasi.
Advertisement
Baca Juga
"Persoalannya, teknologi digital datang bukan hanya dengan manfaat. Ada juga potensi persoalan seperti waktu untuk beradaptasi, penurunan lapangan kerja, dan perlunya keterampilan baru," ujar dia di seminar 'Disrupsi Digital: Peluang dan Tantangan' di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Mengutip George A. Akerlof, Chatib menuturkan bahwa pasar tak selamanya efisien karena informasi tidak merata. "Jika informasi tidak merata, maka ada risiko transaksi ataupun mekanisme pasar yang tak terjadi. Kekhawatiran ini terjawab oleh teknologi digital," ucap mantan Menteri Keuangan itu.
Sementara itu, Direktur Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Kharim Indra Gupta Siregar mengatakan, fenomena digital menawarkan dua pilihan kepada pelaku usaha, yaitu beradaptasi sekarang juga atau menunda perubahan dan tersapu oleh persaingan.
"Masalahnya, untuk melakukan proses transformasi, prosesnya tidak mudah dan tidak murah. Program transformasi itu bukan cuma butuh keberanian, tapi juga kecepatan dalam mengeksekusi. Yang tidak kalah penting, digitalisasi juga memerlukan biaya yang tidak sedikit," ungkapnya.
Kharim melanjutkan, BTPN menghadapi transformasi digital dengan melakukan dua hal, yakni menciptakan produk-produk inovatif berbasis digital, dan melakukan transformasi bisnis dengan konsep customer-centric.
"Kita mengalokasikan investasi cukup besar untuk belanja teknologi digital atau IT, infrastruktur, dan menganggarkan biaya operasional untuk melatih karyawan kami agar bisa beradaptasi dengan transformasi ini," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rhenald Kasali: Disrupsi Ekonomi Akan Berlangsung 100 Tahun
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali meramalkan fenomena disrupsi atau perubahan cara dan fundamental bisnis, salah satunya akibat revolusi teknologi digital akan berlangsung dalam jangka waktu 100 tahun. Perusahaan yang masih mempertahankan model bisnis kuno, cepat atau lambat akan terkena disrupsi.
"Disruption ini masih panjang 100 tahun. Yang jangka pendek itu fashionista atau gaya-gayaan, selfi," kata Rhenald di Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Dalam proses perubahan ekonomi ini, Rhenald mengaku, ada industri yang sedang ketar ketir. Sebut saja industri jasa transportasi konvensional yang sudah tergantikan dengan transportasi online. Termasuk juga industri ritel konvensional, hotel, dan travel yang sudah mengalami perubahan besar-besaran dalam waktu cepat.
"Proses penghancuran dari disrupsi ini akan terjadi 5-10 tahun ini. Ada yang cepat dan lambat. Yang cepat itu industri jasa hotel, travel, transportasi, sedangkan yang lama industri manufakturing karena dikontrol perusahaan, tidak bisa di sharing," jelasnya.
Industri lain yang terancam kena perubahan adalah asuransi. Rhenald Kasali mengatakan, 70 persen dari premi saat ini diberikan untuk membina para agen asuransi. Biaya tersebut sangat mahal.
"Suatu ketika akan muncul cara baru yang akan langsung tanpa agen. Karena kalau harga sudah kemahalan atau sesuatu yang sudah mahal, maka pasti akan terdisrupsi menjadi lebih murah," Rhenald menerangkan.
Advertisement