Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang mengalami pelemahan tidak membuat Bank Indonesia (BI) khawatir. Pada hari ini, nilai kurs rupiah terhadap dolar AS melemah hingga hampir menyentuh di kisaran Rp 13.600.
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS merupakan sebuah pergerakan yang tidak perlu dikhawatirkan. Namun demikian BI tetap akan menjaga agar pelemahan tersebut tidak terus berlanjut.
Advertisement
Baca Juga
"Enggak (khawatir). Kita akan jaga volatilitasnya terjaga. Sekarang ini kan volatilitasnya ada di kisaran 7 persen year to date. Dan ini adalah sesuatu atau batas yang wajar. Ke depan BI akan selalu ada di pasar untuk jaga ini," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah dipatok di angka 13.578 per dolar AS. Patokan pada hari ini melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.498 per dolar AS.
Agus menyatakan, pihaknya tidak melihat kondisi nilai tukar rupiah berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebab yang paling penting adalah menjaga agar pergerakan nilai tukar ini tidak mengganggu perekonomian secara menyeluruh.
"Kami tidak bisa menjelaskan target nilai tukar, tapi BI selalu ada di pasar untuk meyakinkan stabilitas sistem keuangan terjaga," kata mantan Menteri Keuangan itu.
Menurut Agus, pelemahan nilai kurs rupiah tersebut bukan cerminan dari fundamental perekonomian Indonesia. Sebab, pada 2017 pertumbuhan ekonomi cenderung baik dan inflasi relatif terjaga.
"Saya katakan bahwa kemarin ini ada surat utang yang jatuh waktu dan itu membuat dana keluar. Ini (pelemahan rupiah) sifatnya temporary karena kita melihat ekonomi Indonesia membaik tercermin dari pertumbuhan ekonomi terakhir yang dikeluarkan, inflasi maupun neraca pembayaran kita," tandas Agus.
Rupiah Nyaris Sentuh 13.600 per Dolar AS
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam pada sesi pertama perdagangan saham pada Selasa pekan ini. Pergerakan IHSG mengikuti bursa saham global yang turun signifikan akibat kekhawatiran kenaikan suku bunga the Federal Reserve.
Pada penutupan sesi pertama perdagangan saham, Selasa (6/2/2018), IHSG melemah 162,85 poin atau 2,47 persen ke posisi 6.426,81. Indeks saham LQ45 susut 2,3 persen ke posisi 1.081,56. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah.
Ada sebanyak 364 saham tertekan sehingga mendorong IHSG ke zona merah. Sementara itu, hanya 28 saham menguat dan 52 saham diam di tempat. Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.519,29 dan terendah 6.426,81.
Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 273.894 kali dengan volume perdagangan saham 10,4 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 6 triliun.
Investor asing melakukan aksi jual Rp 643,87 miliar di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.598.
Secara sektoral, 10 sektor saham kompak melemah. Sektor saham industri dasari turun 5,09 persen, sektor saham tambang melemah 4,41 persen dan sektor saham pertanian susut 3,68 persen.
Di tengah IHSG tertekan tajam, ada sejumlah saham mencatatkan top gainers antara lain saham AGRS naik 24,65 persen ke posisi Rp 354, saham GDYR melonjak 17,42 persen ke posisi Rp 2.090 per saham, dan saham PORT naik 13,07 persen ke posisi Rp 450 per saham.
Sementara itu, saham INKP susut 11,52 persen ke posisi Rp 7.875, saham MEDCO merosot 9,8 persen ke posisi Rp 1.150 per saham, dan saham IKAI tergelincir 9,2 persen ke posisi Rp 148 per saham.
Bursa Asia pun melemah. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 5,04 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 2,42 persen, indeks saham Jepang Nikkei tergelincir 6,58 persen, dan mencatatkan penurunan terbesar.
Disusul indeks saham Shanghai melemah 3,03 persen, indeks saham Singapura turun 3,66 persen dan indeks saham Taiwan tergelincir 5 persen.
Analis PT Binaartha Sekuritas Nafan Ali menuturkan, IHSG tertekan didorong sentimen global. Hal itu didorong indeks saham Dow Jones melemah sejak Jumat pekan lalu. Nafan mengatakan, rilis data ekonomi Amerika Serikat, yaitu data penghasilan tenaga kerja nonsektor pertanian cukup baik berdampak positif ke dolar AS.
"Indeks dolar AS menguat, dan pelaku pasar melepas aset sehingga terjadi koreksi signifikan dan dolar AS naik. Faktor global banyak pengaruhi IHSG," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, pelaku pasar juga menunggu kebijakan bank sentral AS atau the Federal Reserve. Diperkirakan, the Federal Reserve menaikkan suku bunga pada pertemuan Maret. "Pelaku pasar wait and see. Pelaku pasar masih melihat apakah kenaikan suku bunga pada Maret agresif atau bertahap," ujar dia.
Selain itu, dari internal, menurut Nafan, belum ada sentimen positif. Ekonomi Indonesia tumbuh 5,07 persen pada 2017, dan sesuai harapan pelaku pasar. Meski demikian, menurut Nafan, Indonesia belum dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1-5,2 persen. "Ini masih belum terealisasi (pertumbuhan ekonomi)," kata dia.
Oleh karena itu, ia mengharapkan pemerintah dapat meningkatkan stimulus ekonomi dan menjaga harga pangan. Mengingat data beli masyarakat melemah.
Nafan prediksi, IHSG akan berada di level support 6.325-6.375 dan resistance di kisaran 6.520 pada sesi kedua perdagangan saham Selasa pekan ini.
Advertisement