Investor Buru Aset Safe Haven, Dolar AS Menguat

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.560 per dolar AS hingga 13.621 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Feb 2018, 13:23 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2018, 13:23 WIB
Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan hari ini. Investor memburu aset-aset safe haven.

Mengutip Bloomberg, Selasa (6/2/2018), rupiah dibuka di angka 13.570 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.520 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.560 per dolar AS hingga 13.621 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mengalami pelemahan 0,35 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.578 per dolar AS. Patokan pada hari ini melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.498 per dolar AS.

Nilai tukar dolar AS memang melonjak pada perdagangan hari ini setelah para investor melakukan aksi jual di pasar saham. Aset-aset yang memiliki risiko rendah seperti dolar AS menjadi buruan investor.

Nilai tukar dolar AS menguat di Asia kecuali terhadap yen Jepang. Alasannya, yen juga merupakan instrumen safe haven bagi investor.

"Orang tak ingin terlalu berisiko. Mereka melepas saham dan kemudian menyimpannya di dolar AS," jelas analis Bank of Singapore, Sim Moh Siong.

 

Wall Street Tertekan

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street alami koreksi tajam dalam dua hari. Bahkan indeks saham Dow Jones catatkan penurunan terbesar sejak Agustus 2011.

Indeks saham Dow Jones melemah lebih dari 1.800 poin sejak Jumat pekan lalu. Wall street tergelincir 4,6 persen pada Senin waktu setempat. Indeks saham Dow Jones alami penurunan besar sejak Agustus 2011, selama krisis utang Eropa.

Tekanan terjadi di bursa saham Amerika Serikat (AS) berdampak ke bursa saham global. Sebagian besar indeks saham acuan antara lain di Jepang, Hong Kong, dan Australia turun tajam pada Selasa pagi.

Kekhawatiran investor terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve  menjadi sentimen negatif. Investor khawatir bank sentral AS akan agresif untuk menaikkan suku bunga dan dilakukan lebih cepat.

"Saya tidak khawatir dengan langkah ini. Ini adalah langkah the Federal Reserve. Jika Anda tidak berpikir ada inflasi, Anda tidak berpikir the Federal Reserve akan bersikap agresif seperti yang diperkirakan, saat ini waktu beli," ujar Joe VaVorgna, Ekonom Natixis seperti dikutip dari laman CNBC.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya