Liputan6.com, Jakarta - Komisi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) membahas pembentukan badan pengelola (BP) Tapera pada rapat Tapera Senin 19 Februari 2019. Badan pengelola tersebut akan terbentuk pada Maret 2018.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menuturkan, Komisi Tapera ingin melihat bagaimana jalannya kemajuan program Tapera. Terutama pembentukan BP Tapera, yang akan dibahas dalam rapat Tapera kali ini. Komisi Tapera tersebut terdiri dari Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menaker Hanif Dhakiri, dan Komisioner OJK.
Baca Juga
"Saya sudah bikin RPP, RPP-nya baru disirkulasikan kepada menteri terkait (dalam Komite Tapera). Kemudian Perpres Tapera-nya juga akan ditandatangain oleh Presiden,” ujar dia di Gedung Utama Kementerian PUPR, Jakarta, Senin (19/2/2018).
Advertisement
"Tapera ini dari Undang-Undang Tapera. Diamanahkan pada akhir Maret nanti harus terbentuk badan pelaksananya, yaitu BP Tapera," tambah dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan kepadanya, tujuan pada hasil rapat ini adalah ingin membentuk kredibilitas Tapera dulu.
Untuk sementara, BP Tapera ini baru akan dibebankan kepada para pegawai negeri sipil dan pekerja di bawah institusi atau lembaga pemerintahan, belum ditujukan kepada umum.
Basuki menuturkan, besaran pungutan BP Tapera itu adalah sekitar 3 persen. Untuk pungutan tersebut, 2,5 persennya diambil dari para pekerja, dan 0,5 persen sisanya oleh pemberi kerja.
Basuki menambahkan, Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) dan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) akan dilebur menjadi BP Tapera.
“Satu dua tahun kalau orang sudah lihat kredibilitasnya, baru kita mengajak pekerja dan umum untuk mengikuti Tapera," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kementerian PUPR Targetkan Penyaluran Rumah Subsidi pada 2018
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lana Winayanti menyatakan, permintaan kepemilikan rumah subsidi pada tahun lalu masih belum sesuai dengan target penyaluran.
"Pada 2017, ada demand sekitar 212 ribu unit. Sementara target kita tahun lalu adalah 265 ribu unit, masih kurang sedikit," uja dia kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti dikutip Senin 12 Februari 2018.
Terkait penyebab belum tergapainya target tersebut, dia menjelaskan, ini karena banyak bank dan pengembang yang mengambil kredit konstruksi dari Bank Tabungan Negara. "Sementara yang BPN dan BPD belum menyalurkan kredit konstruksi," tukas dia.
Kementerian PUPR sendiri menyerahkan tanggung jawab bantuan pembiayaan rumah subsidi tersebut kepada tiga lembaga di bawahnya, yaitu Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU-PPDPP), Satuan Kerja Ditjen Pembiayaan Perumahan, dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Selanjutnya, Lana turut mengungkapkan masalah lain yang pihaknya hadapi saat tutup tahun kemarin, yaitu subsidi selisih bunga (SSB) yang menemui batas akhir pemasukan akad kreditnya pada 10 Desember 2017.
"Ada waiting list rumah siap akad yang belum diproses, karena kita juga butuh waktu untuk memproses uang muka," terangnya.
Dia menyebutkan, meskipun belum menemui target penyaluran unit rumah subsidi pada tahun lalu, Kementerian PUPR tetap akan sedikit meningkatkan targetnya dari 2017.
"Untuk 2018 ini, target kita menjadi 267 ribu (unit), ditingkatkan sedikit. Kita juga akan anggarkan total Rp 6,09 triliun untuk bantuan pembiayaan perumahan," pungkas dia.
Advertisement