Rupiah Terkapar, Industri Penerbangan Mulai Goyang?

Lion Air Grup masih dapat bertahan sehingga belum ada usulan untuk menaikkan tarif batas bawah pesawat kepada regulator.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Mar 2018, 11:10 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 11:10 WIB
Wings Air. (Fiki/Liputan6.com)
Wings Air. (Fiki/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dianggap sudah mengganggu industri penerbangan. Namun, Lion Air Grup berupaya untuk bertahan dengan langkah efisiensi tanpa mengorbankan unsur kenyamanan, keamanan, dan keselamatan penumpang.

"Semua pasti terganggu (pelemahan rupiah), termasuk untuk industri penerbangan. Wong patokannya kita Rp 9.500 per dolar AS, sekarang fluktuasi jauh banget," kata Managing Director Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi saat berbincang dengan wartawan di Bandara Internasional Supadio Sarawak, Malaysia, seperti ditulis Jumat (16/3/2018).

Dia menjelaskan, komponen penggunaan dolar AS pada operasional penerbangan Lion Air Grup mencapai 30 persen. Dari persentase tersebut, kata dia, sewa pesawat dan asuransi yang paling banyak memakai dolar AS. Bobotnya hampir 50 persen. Sisanya adalah avtur, pembelian suku cadang, dan lainnya yang menggunakan dolar AS.

"Makanya avtur kita harapkan tidak ikut naik. Tergantung Paman Donald Trump (Presiden AS)," Daniel berharap.

Meski sudah mulai terganggu, diakui Daniel, Lion Air Grup masih dapat bertahan sehingga belum ada usulan untuk menaikkan tarif batas bawah pesawat kepada regulator, yaitu Kementerian Perhubungan.

"Belumlah (tarif batas bawah naik). Kayak harga tiket rute Pontianak-Miri Sarawak Rp 700 ribu masih bisalah," jelasnya.

Kencangkan Ikat Pinggang

Managing Director Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi. (Fiki/Liputan6.com)
Managing Director Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi. (Fiki/Liputan6.com)

Risikonya tentu saja mengencangkan ikat pinggang. Hal itu diakui Daniel sebagai langkah efisiensi perusahaan akibat kenaikan dolar AS.

"Kita betul-betul kencangkan ikat pinggang. Efisiensi dilakukan, evaluasi sumber daya manusia, evaluasi suplier, kalau ada kontrak pembelian tawar menawarnya sampai habis karena jumlah suplier sekarang banyak, jadi kita bisa tekan harga," ia menerangkan.

Dia berharap, kurs rupiah kembali menguat di level yang wajar. Mimpinya mata uang Garuda bisa menanjak di posisi Rp 9.500 per dolar AS, meskipun itu sangat sulit.

"Ya gimana ya, nilai wajarnya memang segitu 9.500 per dolar AS, walaupun tidak mungkin. Susah ya. Tapi intinya kita belum khawatir, Lion Air Grup masih kuatlah (terhadap pelemahan rupiah)," pungkas Daniel.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya