Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memberi sinyal tidak akan mengejar penambahan pendapatan negara, melalui kenaikan royalti komoditas pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba, mengamanatkan penerimaan negara dari sektor minerba meningkat.
"Di Undang-Undang Minerba juga dimandatkan, bahwa penerimaan negara dari waktu ke waktu harus lebih besar," kata Jonan, di Kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Advertisement
Baca Juga
Jonan mengungkapkan, klausul dalam UU Minerba terkait peningkatan pendapatan negara tersebut, tidak diartikan dengan kenaikan royalti yang harus disetorkan perusahaan tambang.
Jonan pun khawatir, jika pungutan royalti dinaikkan akan membuat kegiatan industri pertambangan‎ tidak kondusif. Pemerintah pun akan mencari cara lain untuk untuk meningkatkan pendapatan negara.
‎"Bukan tidak akan menaikkan. saya bilang kalau royaltinya naik terus mungkin industrinya juga tidak akan kondusif. Kami coba cari cara begitu," ujar Jonan.
Jonan mengatakan, jika pungutan royalti tetap‎ sementara harga komoditas pertambangan mengalami kenaikan, kondisi tersebut akan membawa dampak positif pada penambahan pendapatan negara dari sektor pertambangan.
 "Kalau harganya naik walaupun persentase royalti tetap, penerimaan negara akan naik," ujar dia.
Â
Sektor ESDM Sumbang Hampir 50 Persen PNBP Nasional
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim kontribusinya dalam penerimaan negara tumbuh lebih besar pada 2017 dibandingkan 2016.
Meski pada tahun tersebut realisasi subsidi energi sedikit melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2017.
"Ini bukti bahwa sektor ESDM memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional," tegas Menteri ESDM Ignasius Jonan kepada wartawan, Sabtu 6 Januari 2018.
Berdasarkan catatan awal kinerja tahun 2017 (unaudited), realisasi subsidi energi tercatat sebesar Rp 97,6 triliun. Angka tersebut mencapai 108,7 persen dari target di APBNP 2017 yang sebesar Rp 89,9 triliun.
Hal tersebut tidak terlepas dari upaya mewujudkan keadilan dengan adanya penambahan subsidi listrik bagi 2,44 juta pelanggan rumah tangga tidak mampu dengan daya 900 VA pada Juli 2017. Jumlahnya meningkat menjadi 6,54 juta pelanggan.
Keputusan tersebut dilatarbelakangi atas keseriusan Pemerintah dalam upaya mewujudkan keadilan dan pemerataan akses listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kebijakan diambil melalui kesepakatan bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Juli 2017.
"Besaran penyaluran subsidi energi tersebut tentu tidak signifikan dibanding kontribusi pendapatan sektor ESDM," ujar Jonan.
Penerimaan negara dari sektor ESDM meningkat signifikan pada 2017 mencapai Rp 178,1 triliun mencakup Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 129,1 triliun dan Pajak Penghasilan migas sebeaar Rp 49 triliun. PNBP sektor ESDM sebesar Rp 129,1 triliun dimaksud menyumbang hampir 50 persen dari target PNBP nasional pada APBN-P 2017.
Besaran angka tersebut didapat dari subsektor minyak dan gas bumi (migas) mencapai Rp 85,64 triliun, mineral dan batubara (minerba) Rp 40,61 triliun, EBTKE Rp 0,91 triliun dan lainnya sekitar Rp 1,89 triliun. Secara agregat tercatat nilai PNBP sektor ESDM tahun ini tumbuh sebesar 61,6 persen dari capaian 2016 sebesar Rp 79,9 triliun.
Apabila menghitung keuangan negara tahun 2017 khusus sektor ESDM, yaitu membandingkan antara PNBP sektor ESDM dengan subsidi energi maka terdapat surplus sekitar Rp 31,5 triliun. Bahkan jika perbandingan tersebut antara total PNBP sektor ESDM dan PPh migas dengan subsidi energi maka surpluanya menjadi semakin besar yaitu Rp 80,5 triliun. (Yas)
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement