Rupiah Nyaris Tembus 14.000 per Dolar AS, BI Singgung Redenominasi

Pelemahan kurs rupiah membuat BI kembali menyinggung soal redenominasi rupiah

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2018, 15:41 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2018, 15:41 WIB
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengenakan kain ulos dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia. (Foto courtesy: IMF-World Bank).
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengenakan kain ulos dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia. (Foto courtesy: IMF-World Bank).

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo membeberkan pelemahan nilai tukar rupiah yang terus mendekati 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini menunjukkan posisi mata uang Garuda mencapai 13.965 per dolar Amerika Serikat (AS).

Agus meminta pelemahan kurs rupiah jangan dilihat dari nominalnya, tetapi harus dilihat dari persentasenya. Bahkan, mantan Menteri Keuangan itu menyinggung soal redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah. 

"Walaupun ada depresiasi, depresiasi rupiah itu pasti lebih kecil dibanding depresiasi mata uang negara lain. Misalnya tadi tetangga kita Turki, Brasil, India. Jadi yang menjadi tantangan kita adalah rupiah belum redenominasi mata uang," kata Agus di Gedung BI, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Agus menjelaskan, saat ini satu dolar AS, nilainya sama dengan lima digit angka rupiah. Sedangkan mata uang lain satu dolar AS sama dengan satu digit mata uang negaranya.

"Jadi persentase kecil seolah-olah jumlahnya besar," ujarnya.

Agus berharap, Indonesia bisa segera mengimplementasikan redenominasi rupiah, di mana nantinya tiga nol di belakang akan dipangkas, misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Namun dia mengungkapkan, Indonesia baru bisa redenominasi beberapa tahun mendatang.

"Redenominasi pasti masih dalam diskusi antara Bank Indonesia, pemerintah dengan DPR. Tetapi 2018, 2019 belum masuk, mungkin kalau kita bisa di 2019 atau 2020 sudah masuk dalam RUU Redenominasi mata uang," jelasnya. 

Kendati demikian, Agus menegaskan saat ini kondisi perekonomian Indonesia dalam kondisi yang stabil sehingga isu pelemahan Rupiah tidak akan mempengaruhi.

"Tapi mohon ekonomi kita yang sedang baik ini, jangan kemudian kita anggap sesuatu yang buruk hanya karena ada fleksibel exchange rate (pelemahan rupiah). Yang ingin kami katakan bahwa pertumbuhan ekonomi kita di 2018 akan lebih baik dibandingkan 3 tahun terakhir, dan juga kita lihat inflasi terjaga," tandasnya. 

 

Reporter : Yayu Agustini Rahayu Achmud

Sumber : Merdeka.com

Ini Keuntungan RI Hapus 3 Nol di Rupiah

Ilustrasi Redenominasi Rupiah
Ilustrasi Redenominasi Rupiah

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) semakin mantap mengimplementasikan redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah. Pemerintah menilai pemangkasan tiga nol dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 akan sangat memudahkan masyarakat dan dalam penyusunan laporan neraca keuangan perusahaan.

"Redenominasi kegunaannya banyak," ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, usai Raker Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga RAPBN-P 2017 saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, pada 19 Juli 2017.

Ia mencontohkan, dengan redenominasi, restoran atau pusat perbelanjaan akan mencantumkan harga makanan atau harga barang tanpa deretan panjang angka nol yang menyatakan satuan ribu maupun juta.

"Nanti nulisnya tidak lagi Rp 412.000, tapi cukup Rp 412. Itu maksudnya, jadi efisiensinya banyak dalam pendataan. Kalau angka(nol) berkurang tiga di rupiah, akan sangat banyak pengaruhnya, bukan cuma di perbankan, tapi di semua sektor," ujarnya.

Bagi dunia pendidikan, kata Darmin, pemotongan Rp 1.000 menjadi Rp 1 akan memudahkan anak cucu dalam menulis maupun memahami pelajaran, khususnya dalam berhitung.

"Saya mikirnya kasihan anak-anak kita. Mereka tahunya 2+2, tapi di luar makin banyak angka 15.000+2.000 misalnya. Itu kan kacau sekali. Tidak nyambung apa yang mereka hadapi dalam kehidupan, tidak sama dengan yang diajarkan di kelas. Jadi itu perlu loncatan pemikiran," ujarnya.

Menurut Darmin, redenominasi akan membuat efisiensi di segala bidang atau sektor. "Biayanya kan tidak banyak. Kalau sesuatu yang biayanya mahal dipaksakan, baru akan bermasalah. Kalau sekarang redenominasi malah efisiensi terjadi. Ada benefitnya, karena lebih efisien," ia menuturkan.

Katanya, masa transisi redenominasi pun tidak akan membutuhkan waktu 7 tahun seperti yang diperkirakan Bank Indonesia (BI). Pasalnya, redenominasi rupiah bukan lagi hal baru karena sudah didiskusikan dan dipersiapkan sekitar empat-lima tahun lalu. Darmin bilang, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menjalankan penyederhanaan nominal di rupiah.

"Saya kira tidak perlu selama itu. Mestinya sih tidak ada masalah apa-apa. Ini sesuatu yang sudah disiapkan dan dibicarakan empat-lima tahun lalu. Karena sekarang momen yang bagus, inflasinya 3-4 persen. Dulu sebenarnya inflasi sudah terkendali, tapi masih agak tinggi, 4-5 persen," tukasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya