Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke level terendah dalam tiga tahun pada Jumat pekan ini. Bahkan mata uang rupiah sentuh level terendah sejak krisis keuangan Asia pada 1998.
Hal tersebut mendorong bank sentral untuk meningkatkan upaya intervensi di pasar obligasi dan valuta asing.
Berdasarkan data Reuters, rupiah sentuh level 14.730 per dolar AS atau turun 0,3 persen dari level terendah sejak September 2015. Selain itu, rupiah juga sentuh posisi terendah 14.839 per dolar AS pada Jumat 31 Agustus 2018.
Advertisement
Mata uang negara berkembang tertekan termasuk rupiah dalam beberapa hari terakhir termasuk lira Turki dan peso Argentina. Penguatan mata uang AS telah meningkatkan kekhawatiran atas kemampuan negara berkembang untuk melunasi utang dalam dolar AS.
Baca Juga
Mengutip laman FT, Sabtu (1/9/2018), campuran data perdagangan yang melemah dan utang luar negeri relatif tinggi terhadap pasar Asia lainnya membuat rupiah rentan terhadap volatilitas mata uang negara berkembang.
Indonesia, salah satu dari sedikit negara di kawasan ini yang alami defisit transaksi berjalan pada Juli naik menjadi USD 2,03 miliar. Angka ini tertinggi dalam lima tahun. Termasuk utang luar negeri juga menekan mata uang.
Heaf of Macro Strategi Asia Westpac, Frances Cheung menuturkan, nilai tukar rupiah alami depresiasi, ketika pasar obligasi tidak begitu baik sehingga berisiko aliran modal keluar. Reuters melaporkan Bank Indonesia (BI) secara tegas intervensi baik di pasar obligasi dan valuta asing untuk membantu atasi tekanan pasar.
Analis Nomura, Dushyant Padmanabhan menuturkan, intervensi bank sentral merupakan solusi jangka pendek yang efektif. Di sisi lain, beberapa investor obligasi tetap yakin dengan komitmen bank sentral untuk stabilkan pasar usai kebijakan moneter yang ketat pada 2018.
Bank sentral telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 125 basis poin menjadi 5,5 persen sejak Mei. ING harapkan BI menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin pada 2018 dan 2019.
Ekonom ING, Robert Carnell menuturkan, China melemahkan mata uangnya yuan untuk atasi rencana Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor barang China senilai USD 200 miliar juga menambah tekanan terhadap rupiah. "Anda tidak perlu khawatir tentang Indonesia," ujar Carnell.
Eric Wong, Manager Portofolio Fidelity menuturkan, pihaknya ingin tambah portofolio di Indonesia dengan fokus pada obligasi berdenominasi dolar AS.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Rupiah Tertekan Berimbas terhadap Kinerja Emiten
Sementara itu, Head of Indonesia Equity Research Citigroup Securities Indonesia, Ferry Wong menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat dipengaruhi faktor global terutama Argentina. Krisis ekonomi Argentina mempengaruhi negara berkembang. Akan tetapi, kondisi ekonomi Indonesia lebih baik ketimbang Argentina.
Sedangkan dari internal, defisit transaksi berjalan juga turut mempengaruhi. Indonesia catatkan defisit transaksi berjalan sekitar tiga persen pada kuartal II 2018. Ferry memperkirakan rupiah masih akan tertekan hingga akhir tahun.
"Karena faktor Argentina mulai kena lagi dan current account defisit bukan hal yang baru dan masih akan menekan hingga akhir tahun. Semua negara emerging market tertekan juga jadi cuma ikut perlahan dari negara lain," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, pemerintah sudah melakukan hal yang perlu dilakukan untuk stabilkan nilai tukar rupiah antara lain penerapan perluasan biodiesel 20 persen dan mengendalikan impor. Namun, dampaknya tidak bisa langsung. "Saya rasa investor tidak terlalu khawatir karena semua juga begitu," ujar dia.
Hal senada dikatakan VP Sales and Marketing Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Angganata Sebastian. Krisis Argentina yang membuat negara tersebut mengajukan pinjaman kepada IMF sekitar USD 50 miliar mempengaruhi pasar uang termasuk rupiah.
Ia menilai, faktor eksternal mendominasi tekanan terhadap rupiah. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini hanya sementara tetapi sulit dalam jangka pendek karena begitu banyak masalah global yang terjadi saat ini.
"Secara ini masalah global yang lebih mendominasi saya pikir level rupiah sekarag seharusnya oversold," ujar Angganata saat dihubungi Liputan6.com.
Angganata menuturkan, faktor eksternal lebih mendominasi pergerakan rupiah. Seharusnya nilai tukar rupiah berada di posisi 14.500 terhadap dolar AS dengan catatan tidak ada masalah global yang datang.
Ia pun masih optimistis terhadap ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi masih 5,3 persen dengan inflasi 3,5 persen. Penerimaan pajak tumbuh 16 persen ajak tahun lalu.
"Tantangan utama hanya datang dari defisit secara perdagangan dan transaksi berjalan. Seluruhnya kami masih cukup positif sama ekonomi Indonesia,” kata dia.
Anggatana menilai, Bank Indonesia juga prioritas menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali.
Adapun dampak pelemahan nilai tukar rupiah akan berdampak terhadap kinerja emiten pada kuartal IV 2018. "Biaya yang berkaitan dengan impor bisa cenderung naik sehingga kalau tidak di pass on bisa kurangi laba," ujar dia.
Head of Equity Capital Market PT Samuel International, Harry Su menuturkan, dolar AS makin kuat juga menekan nilai tukar rupiah. Ditambah sedikit kekhawatiran krisis Turki dan Argentina berimbas terhadap negara berkembang lainnya. Harry menilai, pemerintah seharusnya dapat memiliki obat untuk memulihkan nilai tukar rupiah. Salah satunya dengan pertumbuhan ekonomi yang tak bisa ekspansi cepat.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement