Alasan Sri Mulyani Patok Nilai Tukar Rupiah di 14.400 per Dolar AS

Pemerintah dalam menentukan nilai tukar telah mempertimbangan efeknya terhadap pendapatan dan belanja negara.

oleh Merdeka.com diperbarui 13 Sep 2018, 20:16 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2018, 20:16 WIB
Pemerintah rapat bersama Banggar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat terkait penyampaian kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan dalam RAPBN 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam Rancangan Undang Undang APBN menargetkan nilai tukar rupiah di angka Rp 14.400 per dolar AS. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun mempertanyakan dasar pengambilan keputusan ini agar kemudian dapat ditetapkan dalam undang-undang.

"Dari mana kita menentukan angka tersebut? Lalu apakah bisa disajikan terkait penjelasan yang diberikan BI mengenai kurs 14.400 per dolar AS. Tolong diberikan paparan agar kita memahami implikasi kurs ini terhadap APBN," ujar Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra Harry P di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9/2018).

Mendapat pertanyaan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah dalam menentukan nilai tukar telah mempertimbangan efeknya terhadap pendapatan dan belanja negara. Dia mengatakan, setiap penguatan 100 per dolar AS memberi penurunan pendapatan negara Rp 4,6 triliun.

"Pendapatannya turun Rp 4,6 triliun yang terdiri dari pajak penerimaan migas, kerena penerimaannya dalam bentuk dolar AS. Terpengaruh kan. Tetapi yang penerimaannya dalam bentuk Rupiah tidak berubah kalau kursnya berubah," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9/2018).

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, hal yang sama juga terjadi apabila target kurs diturunkan sebesar 100 per dolar AS dari target maka penerimaan akan naik sebesar Rp 4,6 triliun. Dengan pelemahan 100 per dolar AS, hal ini juga diiringi dengan kenaikan belanja sebesar Rp 3,4 triliun begitu pun sebaliknya.

"Kalau tadi disebutkan kursnya dari Rp 14.400 menjadi Rp 14.300 penerimaan kita akan turun Rp 4,66 triliun. Belanjanya akan turun Rp 3,4 triliun. Rp 3,4 triliun dari mana? Dari berbagai belanja dalam bentuk Dolar yang sekarang kebutuhannya lebih sedikit," jelasnya.

"Sementara itu, kalau dikembalikan lebih lemah ke Rp 14.500 per USD, asumsinya maka itu kebalikannya. Penerimaan akan naik Rp 4,6 triliun, belanja naik Rp 3,4 triliun. Sehingga totalnya akan ada net benefit Rp 1,2 triliun," sambungnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bukan Asumsi Untung Rugi

Pemerintah rapat bersama Banggar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat terkait penyampaian kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan dalam RAPBN 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menegaskan, angka-angka tersebut bukan merupakan asumsi untung rugi tetapi merupakan bagian dari perhitungan postur anggaran APBN.

"Itu bukan untung rugi tapi postur. Kami akan bisa sampaikan bagaimana komponen belanja dan pendapatan dari hal ini. (Saya jelaskan) Supaya saya tidak terutang," tandasnya. 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya