Perlu Ada Pembenahan Struktural Buat Kuatkan Rupiah

Beberapa hari terakhir rupiah sempat menguat karena memang tensi perang dagang sudah mulai mereda.

oleh Bawono Yadika diperbarui 16 Sep 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2018, 10:00 WIB
Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Meski mata uang rupiah sempat kembali menguat di posisi 14.800 per dolar AS, sentimen eksternal dinilai masih tetap akan membayangi mata uang Garuda untuk beberapa bulan ke depan. Perlu adanya pembenahan secara struktural untuk menahan pelemahan rupiah.

"Beberapa hari terakhir rupiah sempat menguat karena memang tensi perang dagang sudah mulai mereda. Tapi kan masih ada potensi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS itu masih 2 kali. Jadi pelaku pasar masih menunggu realisasi The Federal Funds Rate (FFR) US ini," tutur Pengamat Ekonom Asian Development Bank Eric Sugandi saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (16/9/2018).

Eric menambahkan, perbaikan dari segi defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) harus cukup signifikan dirasakan oleh Indonesia pada tahun depan. Itu karena posisi mata uang rupiah sangat bergantung pada perkembangan CAD RI sendiri.

"Tahun depan jika masih belum ada perbaikan pada masalah CAD maka dipastikan rupiah ini bakal tertekan terus," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pembenahan Struktural

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat, pemerintah memang perlu melakukan pembenahan struktural atau jangka panjang untuk melindungi posisi mata uang garuda dari ketidakpastian global.

"Pelemahan ini kan karena kemampuan kita menghasilkan dolar AS lebih rendah dibanding penggunaan dolar AS. Kebijakan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk barang konsumsi impor sebetulnya kontribusinya juga kecil sekali dibanding transaksi impor kita sendiri," ungkapnya.

Oleh karena itu, kata Albra, depresiasi mata uang rupiah merupakan proses yang sangat sistemik. Itu merupakan serangkaian proses panjang yang bisa diprediksi pergerakanya.

"Jadi melemah ini tidak ucuk-ucuk dalam sehari. Ini sebenarnya sudah bisa diprediksi dari 2011 silam. Kenapa bisa sampai pada posisi ini ya karena dari internalnya sendiri kita sudah dilemah, ditambah momentum sentimen eksternal yang parah saat ini. Makanya mata uang rupiah bisa anjlok seperti sekarang. Jadi bisa saja perang dagang ini aksesnya bukan hanya ke China tapi negara-negara lainnya," tutup dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya