Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan jika tanggungan asuransi untuk aksi penjarahan saat terjadi bencana gempa bumi tidak tercantum dalam aturan kontrak asuransi.
Sebelumnya, sempat tersiar kabar bahwa perusahaan asuransi menolak klaim pengusaha ritel akibat kasus penjarahan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pasca gempa bumi dan tsunami.
Direktur Eksekutif AAUI Dody Dalimunthe menjelaskan, terdapat beberapa kebijakan asuransi yang terkait kejadian gempa di Palu. Ini antara lain Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI), Polis Asuransi Property All Risk (PAR), dan Polis Standar Asuransi Gempa Bumi Indonesia (PSAGBI).
Advertisement
"Ketiga jenis polis tersebut pada dasarnya mengecualikan risiko penjarahan (looting). Namun risiko penjarahan tersebut dapat diperluas atas permintaan tertanggung dengan melekatkan klausula kerusuhan, di mana di dalamnya termasuk juga penjarahan," papar dia saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (4/10/2018).
Dia menambahkan, klausul penjarahan dalam aturan kontrak asuransi tersebut baru berlaku selama ada kejadian kerusuhan.
Lebih lanjut, ia mengatakan, sejauh ini masih belum ada laporan detail tentang pengajuan klaim gempa di Palu yang masuk ke AAUI. Sehingga, pihaknya belum bisa memutuskan apakah tuntutan itu tertera dalam kebijakan dan dapat ditindaki.
"Masih memerlukan waktu untuk proses penanganan klaim tersebut, termasuk kemungkinan melibatkan independent adjuster. Setelah ada identifikasi dan verifikasi, jelas barulah dapat diputuskan apakah tuntutan klaim yang dimaksud masuk dalam jaminan polis atau tidak, termasuk juga klaim risiko penjarahan," tuturnya.
Sejauh ini, Dia mengaku AAUI telah menghimbau semua perusahaan asuransi untuk menangani klaim gempa di Palu secara profesional.
Dia juga sudah mengarahkan perusahaan asuransi untuk mendirikan call center, Poso bantuan, hingga aksi jemput bola kepada pihak tertanggung yang mengalami kerugian akibat gempa.
Adapun aksi itu diinisiasi demi memudahkan korban bencana yang harus kehilangan dokumen-dokumen saat bencana terjadi. "Jadi tertanggung enggak usah jemput klaim, biar perusahaan asuransi yang jemput bola," kata dia.
"Sebenarnya data polis-polis tertanggung sudah ada di perusahaan asuransi, sehingga jika kelengkapan polis tersebut hilang atau tidak dapat disediakan oleh tertanggung, maka penanggung tinggal melakukan verifikasi saja dan menginvestigasi penyebab kerugian serta nilai kerugiannya," pungkasnya.
Â
Barang Habis Diambil Masyarakat, Ini Kerugian Alfamidi
PT Midi Utama Indonesia (Alfamidi)Â merugi hingga puluhan miliar rupiah akibat aksi pengambilan masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah. Aksi ini menyusul musibah bencana gempa dan tsunami yang terjadi di daerah tersebut.
Corporate Affair Director Midi Utama Indonesia, Solihin, mengatakan bahwa saat ini barang-barang di toko Alfamidi, yang dikelola Midi Utama Indonesia, sudah habis diambil masyarakat.
Selain toko, barang-barang gudang (distribution center) miliknya juga sudah habis dijarah. "Sekarang sudah habis semua," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (1/9/2018).
Baca Juga
Dia menjelaskan, di wilayah Palu, Midi Utama Indonesia memiliki 41 toko dan satu gudang, yang saat ini barangnya sudah habis dijarah. Jika dihitung secara kasar, total kerugian akibat aksi ini bisa mencapai Rp 27 miliar.
"Kerugian rata-rata (nilai) stok saya sekitar Rp 300 juta per toko dari 41 toko dan stok di gudang minimal Rp 10 miliar-Rp 15 miliar. Itu sudah berapa kerugiannya. Belum anggota Aprindo lain, seperti Ramayana dan lain-lain," kata dia.
Selain stok barang yang habis dijarah, tiga toko milik Midi Utama Indonesia juga ambruk akibat gempa dan hingga saat ini lima karyawan Alfamidi menjadi korban jiwa dalam musibah tersebut. Ini belum termasuk karyawan yang masih belum diketahui nasibnya.
"Kita prihatin, karena ini sebuah musibah. Tetapi karena ini sesama terkena musibah, jangan menambah musibah lain lagi-lah," kata dia.
Â
Â
Â
Â
Advertisement