Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Belum Bisa Dimulai 2019

Kemenhub berupaya agar biaya proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya berada di kisaran Rp 60 triliun.

oleh Merdeka.com diperbarui 22 Okt 2018, 22:49 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2018, 22:49 WIB
IBD Expo dan Banking Expo 2017
Pengunjung melihat miniatur kereta cepat di pameran Indonesia Business and Development Expo (IBD Expo) di Jakarta, Rabu (20/9). Pameran IBD Expo berlangsung dari 20-23 September 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya belum menunjukkan kemajuan berarti. Sampai saat ini masih belum ada kata sepakat antara pihak pemerintah Indonesia dengan Jepang.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri menyebutkan, saat ini proyek tersebut masih berkutat pada proses Pra-Studi Kelayakan. Namun proses yang dilakukan pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) tersebut disebut sudah memasuki tahap akhir.

Dia mengungkapkan, saat ini Kemenhub tengah berupaya agar biaya proyek tersebut berada di kisaran Rp 60 triliun.

"Itu kan draft, masih draft, masih kasar. Memang kami minta Rp 60 triliun. Nah sekarang kita detailkan lagi," kata Dirjen Zulfikri saat ditemui di kawasan Jakarta Kota, Senin (22/10/2018).

Zulfikri optimistis biaya proyek bisa berada di bawah prediksi awal yaitu Rp 60 triliun. "Pak menteri (Budi Karya Sumadi) minta itu biaya paling efisien, paling bisa murah," ujarnya.

Tim ahli dari pihak Jepang akan datang dan melakukan studi untuk menentukan metodologi teknik pembangunan. Proses tersebut disebut bisa memakan waktu hingga satu tahun ke depan sehingga proyek kereta cepat belum bisa dimulai pada tahun 2019.

"Oh belum, belum (bisa dimulai tahun 2019)," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, masih banyak hal yang perlu didetailkan lagi antar kedua belah pihak. Saat ini ada tiga hal utama yang menjadi pokok bahasan dalam Pra-Studi Kelayakan proyek tersebut.

Yang pertama adalah biaya paling murah atau efisien, yang kedua penggunaa lokal konten maksimal, dan ketiga bisa melibatkan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

"TKDN tuh lokal kontennya tinggi, bicara lagi komponen-komponen yang bisa di KPBU kan tuh yang mana? ya gitu-gitu ini yang nanti didetailkan di sini," jelasnya.

Dia menjelaskan proyek kereta cepat tersebut berjalan alot sebab merupakan proyek besar yang tidak sederhana.

"Ya kita kan ini kan bukan pekerjaan yang simpel gitu, ini kan suatu investasi yang demikian besar ya kan," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Studi Kelaikan

Melihat Pameran Alat Transportasi di JIExpo Kemayoran
Model berpose di sisi miniatur kereta cepat saat pameran INAPA 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (29/3). Pameran ini berlangsung di Hall B1 JIExpo Kemayoran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan studi kelaikan kereta cepat Jakarta-Surabaya akan rampung pada November 2018.

"KA Jakarta-Surabaya sedang dalam studi kelaikan oleh JICA. Memang rencananya November mereka akan memberikan kepada kita," kata Budi Karya seperti dikutip dari Antara pada Rabu 17 Oktober 2018.

Tiga hal yang menjadi fokus dalam studi kelaikan tersebut adalah harganya harus lebih ekonomis, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) harus lebih banyak, serta porsi kontraktor harus seimbang antara dalam negeri dan asing. 

"Kita pikirkan mana yang lebih ekonomis, teknologi apa yang dipakai. Kedua TKDN, bagian konstruksi yang akan digunakan kita mengharapkan itu diprioritaskan. Ketiga, bagian mana kontraktor digunakan, kita juga minta dipikirkan, kontraktor lokal samalah persentasenya," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyatakan masih berupaya agar biaya proyek tersebut berada di kisaran Rp 60 triliun.

Budi Karya menyampaikan kajian proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya akan rampung pada Agustus 2018. Namun, hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan perihal proyek tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya