Liputan6.com, Jakarta Peraturan Pemerintah (PP) terkait jual beli secara online (e-commerce) ditargetkan terbit pada akhir tahun ini. Saat ini, PP tersebut hanya tinggal menunggu ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahja Widjayanti mengatakan, sebenarnya rancangan dari PP tersebut telah selesai diharmonisasi. Namun masih ada yang perlu kembali dibahas sehingga belum diterbitkan.
Advertisement
Baca Juga
"Kemarin kita sudah harmonisasikan, sudah mau di tanda tangan, tetapi ada pembahasan jadi balik lagi. Jadi sudah di paraf oleh para menteri. Sekarang dikirim ke Setneg lagi. (Tinggal ditanda tangan Presiden) Seharusnya. Tapi ini masih butuh proses administrasi yang terkadang lama, harus diperiksa lagi satu-satu, supaya ketika ini sudah ditetapkan tidak bisa diimplementasikan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Tjahja menyatakan, isi dari PP ini nantinya masih tetap sama dengan apa yang selama ini diperbincangkan. Namun menurut dia yang paling penting yaitu bagaimana PP ini melindungi kepentingan konsumen.
"Tujuan dari RPP ini adalah perlindungan terhadap konsumen, itu intinya. Jadi diatur siapa pemainnya, pelakunya, proses transaksi, sampai kepada barangnya harus bagaimana, standarnya bagaimana. (Wajib SNI) Iya. Jadi kalau di offline diterapkan standar, di online juga harus ditetapkan standar juga. Jadi tidak ada spesial treatment," jelas dia.
Tjahja berharap RPP ini segera ditandatangani dan berlaku pada akhir tahun ini. Dengan demikian, Indonesia memiliki aturan yang baku terkait perdagangan secara online.
"Awal tahun ini saya berharap Maret sudah ditandatangani, tetapi ternyata belum. Jadi saya tidak berani berharap. Mudah-mudahan tahun ini," tandas dia.
Google: Ekonomi Digital Indonesia Capai Rp 3.499 Triliun di 2025
Google dan Temasek merilis laporan penelitian baru bertajuk e-Conomy SEA. Laporan itu meneliti empat sektor ekonomi digital, online travel, media, transportasi, dan e-Commerce di Asia Tenggara.
Negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam masuk sebagai negara yang diteliti. Hasilnya adalah Indonesia menjadi negara yang paling potensial dalam pertumbuhan ekonomi digital.
Baca Juga
Indonesia diprediksi menguasai hampir setengah dari total nilai ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2025 yang mencapai USD 240 miliar atau Rp 3.499 triliun (USD 1 = 14.582). Totalnya, nilai ekonomi digital di Indonesia akan mencapai USD 100 miliar (Rp 1.458 triliun), jauh di atas Vietnam, walau saat ini negara itu memiliki pertumbuhan ekonomi digital yang dijuluki bagaikan naga.
"Ekonomi internet Indonesia, yang pertumbuhannya terbesar dan tercepat di regional itu, mencapai USD 27 miliar pada 2018 dan disiapkan tumbuh menjadi USD 100 miliar pada 2025," tulis laporan itu yang menambahkan setiap USD 10 yang dibelanjakan di sektor ekonomi digital di ASEAN, USD 4 berasal dari Indonesia.
Tiga e-commerce seperti Lazada, Shopee, dan Tokopedia disebut memiliki peran kritis dalam pertumbuhan sektor ekonomi digital. Pasalnya, banyak pembeli memilih e-commerce karena mereka berasal dari daerah di luar kota metropolitan.
Pada 2025, Indonesia juga diproyeksikan mencapai pertumbuhan tertinggi di tiga pasar sub-sektor ekonomi digital: layanan media online (gim, streaming, iklan) naik 30 persen menjadi USD 8 miliar (Rp 116 triliun); layanan online travel mencapai USD 25 miliar (Rp 364 triliun); dan transportasi online dan pengantaran makanan mencapai USD 14 miliar (Rp 204 triliun).
Laporan itu menjelaskan, internet cepat dan terjangkau merupakan pemicu dari pertumbuhan ekonomi digital. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pentingnya bermitra dengan pemain ekonomi tradisional seperti bank, perusahaan asuransi, universitas, dan institusi medis untuk menyediakan layanan online yang lebih terpercaya di bidang digital yang belum terlalu terjamah di ASEAN seperti layanan finansial, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Advertisement