Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammad Bin Salman di sela-sela pertemuan KTT G20 di di Buenos Aires, Argentina.
Salah satu pembahasan mengenai upaya peningkatan hubungan bilateral, terutama membahas tentang peningkatan kerjasama ekonomi. Mulai dari kilang minyak, Informasi Teknologi (IT) hingga pelatihan tenaga kerja.
Kemudian, terkait dengan kilang minyak mereka sepakat akan mempercepat pembangunan pembangunan salah satu kilang minyak di Cilacap. Kilang tersebut ada bentuk kerja sama investasi antara Arab Saudi dan Indonesia.
Advertisement
"Kita kan sudah ada perjanjian untuk membangun kilang minyak di Cilacap, investasinya cukup besar sekitar USD 6 miliar, mereka minta dipercepat untuk dimulainya," kata dia Jumat (30/11) waktu setempat.
JK juga mengakui adanya beberapa faktor terhambatnya pembangunan kilang tersebut. Salah satunya yaitu Indonesia belum menyiapkan kebutuhan lahan yang memadai.
"Kita harus mengakui terhambatnya itu ada di pihak kita yang belum menyelesaikan masalah lahan, untuk itu mereka minta dipercepat," katanyaDxd.
Wapres JK juga berharap dengan adanya kilang minyak tersebut Indonesia dapat memiliki penyimpanan minyak yang besar agar bisa mengurangi impor. "Semoga kita bisa mengurangi impor minyak," ungkap Wapres JK.
Seperti diketahui, kesepakatan kerjasama pembuatan kilang minyak tersebut merupakan tindak lanjut dari Head Of Agreement yang ditandatangani Pertamina dan Saudi Aramco tanggal 26 November 2015.
Kilang Cilacap akan dimodifikasi hingga menjadi kilang minyak modern terbaik di Asia. Kapasitasnya akan naik dari 348.000 barel per hari (bph) menjadi 400.000 bph. Biaya investasinya USD 6 miliar atau sekitar Rp 80 triliun.
Reporter: Intan Umbari
Sumber: Merdeka.com
Kapasitas Kilang RI di Bawah Rata-Rata di Asia Pasifik
Pertamina mengeluarkan laporan Pertamina Energy Outlook untuk memberikan insight seputar sumber daya energi di Indonesia. Salah satu yang disorot adalah kapasitas kilang minyak Indonesia.
"Di tahun 2018, Indeks daya saing kilang Indonesia masih ada yang berada di bawah rata-rata kilang Asia Pasifik," tulis Pertamina dalam laporannya.
Baca Juga
Sebagai perbandingan, kilang Cilacap memiliniki nilai indeks 5,8 dan kilang Balikpapan memiliki indeks 3,7. Sementara, kilang Melaka 2 Malaysia dan Jurong Singapore masing-masing memiliki indeks 7,3 dan 11,9.
Untuk kebutuhan energi di Indonesia sampai 2030 diperkirakan diesel meningkat 3,4 persen; Gasoline meningkat 1,5 persen; dan Bio Fuel meningkat 5 persen. Sementara, kebutuhan untuk avtur meningkat 5,1 persen.
Pertamina menyebut, Indonesia berada dalam kondisi defisit minyak yang besar. Penguasaan cadangan dan produksi Indonesia masing-masing sekitar 0,18 persen dan 1,02 persen, sementara konsumsi minyak Indonesia sekitar 1,68 persen dari konsumsi minyak dunia.
Tak hanya Indonesia, wilayah Asia Pasifik juga berada dalam kondisi defisit dengan prosi penguasaan cadangan sekitar 2,83 persen dan produksi 8,50 persen. Padahal, konsumsinya mencapai 35,12 persen dari konsumsi minyak dunia.
Untuk penguasaan gas, keadaan Indonesia masih lebih baik ketimbang minyak. Produksi gas masih surplus, meski surplusnya tidak terlalu signifikan.
"Indonesia masih berada dalam kondisi surplus gas, tetapi dengan nilai surplus yang relatif kecil. Penguasaan cadangan dan produksi gas Indonesia masing-masing sekitar 1,50 persen dan 1,84 persen. Sementara konsumsi gas Indonesia sekitar 1,06 persen ari total konsumsi gas dunia," tulis laporan Pertamina.
Advertisement