Kementan Incar Produksi Padi 84 Juta Ton pada 2019

Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkan target produksi komoditas pertanian pada 2019.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Des 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 06 Des 2018, 10:00 WIB
Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkan target produksi komoditas pertanian pada 2019. Selain itu, pada tahun depan, Kementan juga fokus kepada pengembangan kawasan pertanian (klaster) berbasis korporasi petani dan penguatan infrastruktur pertanian.

Kepala Biro Perencanaan Kementan, Kasdi Subagyono mengatakan, fokus pembangunan sektor pertanian akan menjadi basis pertanian Indonesia untuk periode 2019-2024.

"Ini dilandasi pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Berbasis Koporasi Petani," ujar dia di Jakarta, Kamis (6/12/2018).

Selain itu, pengembangan infrastruktur akan mempercepat peningkatan produksi dan ekspor pangan serta peningkatan kesejahteraan pertani.

Adapun kebijakan operasional meliputi percepatan produksi pangan dan perbanyakan benih, pembangunan embung, dan rehabilitasi jaringan irigasi, perbaikan varietas unggul, pengembangan pertanian organik, hilirisasi pertanian dan fokus kawasan pertanian berbasis korporasi.

Sementara kegiatan tahun depan fokus pada pengembangan benih hasil riset Balitbangtan, percepatan peningkatan bawang putih dan pengembangan komoditas subsitusi impor, Toko Tani Indonesia (TTI) dan KRPL, penyediaan sapi indukan, cetak sawah, optimalisasi lahan rawa, pendidikan vokasi, asuransi usaha tani padi dan ternak sapi, bantuan alsintan, techno park dan science park, serta pengentasan kemiskinan.

Menurut Kasdi, Indonesia juga mempunyai potensi dalam pengembangan lahan rawa. Luas lahan rawa nasional mencapai 34,1 hektare (ha) terdiri dari lahan pasang surut 8,9 juta ha dan lebak 25,2 juta ha.

"Seluas 19,2 juta ha sesuai untuk pertanian dan baru 3,7 juta ha sudah dimanfaatkan,” kata dia.

Dia menyebutkan, Kementan akan mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa di enam provinsi yakni Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Sedangkan untuk target produksi padi pada 2019 sebesar 84 juta ton, jagung 33 juta ton, kedelai 2,8 juta ton, bawang merah 1,41 juta ton, cabai 2,29 juta ton, sapi 0,75 juta ton, tebu 2,5 juta ton, kelapa 3,49 juta ton, kakao 0,96 juta ton, kopi 0,78 juta ton dan karet 3,81 juta ton.

 

Perbaiki Layanan yang Dibutuhkan Petani

Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Pertanian Hari Priyono menambahkan, Kementan akan memperbaiki layanan yang dibutuhkan petani. Pelayanan pokok utamanya berupa pupuk subsidi, penyuluhan, pengendalian hama penyakit, dan pengaturan air.

"Air menjadi krusial dalam perubahan iklim, maka irigasi menjadi salah satu faktor penting. Apabila kita ingin memperbaiki layanan ke petani, salah satunya pupuk jangan sampai terlambat,” tutur  Hari.

Meskipun ia mengakui, pada 2019 sektor pertanian masih mengalami banyak tantangan, salah satunya perubahan iklim. "Kita harus menganggap perubahan iklim tidak dilihat sebagai suatu ancaman melainkan peluang,” ungkap dia.

Hari mencontohkan, pola tanam padi yang dulu kerap dibagi menjadi dua periode yakni Oktober-Maret dan April-September tidak lagi sepenuhnya dapat dijadikan patokan dalam pengembangan pertanian.

"Sebab di musim hujan seperti saat ini, kita masih menemukan ada juga daerah yang belum mengalami  hujan. Inilah perlunya kita menyesuaikan diri dengan kondisi iklim," kata dia.

Dia menjelaskan, dengan kondisi perubahan iklim tersebut, maka hampir setiap bulan ada saja petani yang menanam padi.

Untuk itu, ia memastikan dari sisi produktivitas tidak ada kendala yang berarti. Namun persoalan muncul ketika sudah masuk ke sektor distribusi. Sebab tidak jarang ditemukan di sejumlah titik atau pasar mengalami kelangkaan bahan pokok. 

"Tapi ini bukan berarti produksi tidak ada, secara fakta, panen ada, tapi distribusinya mahal," ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya