Investasi Jepang di Indonesia Turun, Upah Buruh Jadi Penyebabnya

Masalah manajemen yang utama adalah rasio kenaikan upah buruh yang merupakan yang tertinggi di antara 5 negara utama ASEAN.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Feb 2019, 10:45 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2019, 10:45 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Japan external Trip Organization (Jetro) kembali mengeluarkan laporan tahunan. Laporan ini merupakan hasil survei dari perusahaan-perusahaan Jepang yang berada di 20 negara atau wilayah, diantaranya 5 negara di Asia Timur, 9 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Asia Barat, dan 2 negara di Oseania, termasuk Indonesia.

President Director Jetro Keishi Suzuki mengatakan, yang membedakan pada laporan tahun 2019 atau yang ke-32 ini adalah laporan tersebut dibuka untuk umum, yang sebelumnya hanya dibuka untuk perusahaan Jepang.

Dia menjelaskan, respons efektif dari perusahaan Jepang yang ada di Indonesia diperoleh dari 413 perusahaan, dengan rasio efektif 22 persen.

Ada beberapa data yang menarik dalam laporan tersebut seperti masalah infrastruktur yang kurang sejak 2009, namun masalah tersebut tidak muncul lagi dalam 3 besar di 2018.

Namun, masalah tenaga kerja yang pada 2009 dianggap murah oleh 45,8 persen responden, pada 2018 hanya 23,8 persen responden yang berpendapat demikian.

"Perusahaan Jepang yang berencana ekspansi dalam 1-2 tahun ke depan jumlahnya menurun sampai setengahnya. Penyebabnya adalah kenaikan upah buruh dan kenaikan biaya pengadaan. Semoga ke depan pemerintah dapat memperbaiki isu tersebut," ujar dia di Jakarta, Kamis (28/2/2019).

Menurut Keishi, laporan juga menyebutkan, 80 persen responden menyatakan keuntungan dalam berinvestasi di Indonesia adalah skala pasar atau potensi pertumbuhan. Pada 2013, ada 73,2 persen responden menyebut infrastruktur yang tidak memadai sebagai resiko investasi. Namun pada 2018 turun menjadi 52,5 persen. Hal ini dapat dilihat sebagai keberhasilan dari langkah kebijakan pemerintah.

"Namun masalah ketidakpastian kebijakan pemerintah daerah akan menjadi isu di masa mendatang. Karena sejak 2009 hingga 2018, responden mengatakan tidak ada perubahan yang signifikan," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Poin Kesimpulan

20160126-Produksi-Kijang-Inova-serta-Fortuner-Jakarta-IA
Pekerja menyelesaikan pembuatan mobil Kijang Innova pabrik Karawang 1 PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Jawa Barat, Selasa (26/1). Pabrik ini memproduksi Kijang Innova serta Fortuner mencapai 130.000 unit pertahun. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Berikut beberapa poin kesimpulan dari laporan Jetro:

1. Rasio jumlah perusahaan Jepang yang mengalami keuntungan pada 2018 adalah 65,5 persen.

2. Rasio ekspor terhadap penjualan naik menjadi 24,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

3. Perusahaan yang menjawab bahwa kenaikan biaya produksi dan jasa berdampak negatif sangat besar terhadap kegiatan usaha ada 47 persen.

4. Masalah manajemen yang utama adalah rasio kenaikan upah buruh yang merupakan yang tertinggi diantara 5 negara utama ASEAN.

5. Permasalahan hambatan bisnis dalam bidang non-tarif.

6. Meskipun tingginya minat terhadap pengadaan bahan baku dan komponen di dalam negeri, namun tidak terlihat adanya perbaikan pada rasio pengadaan bahan baku dan komponen di dalam negeri.

7. Perusahaan Jepang yang berencana memperluas bisnisnya dalam 1-2 tahun kedepan, jumlahnya menurun sampai setengahnya.

8. Dengan adanya pembangunan infrastruktur, maka iklim Investasi Indonesia makin membaik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya