Buruh Kembali Tuntut PP Pengupahan Dicabut

Tak ada lagi perundingan untuk menentukan upah minimum di daerah, lantaran besar kenaikan sudah diputuskan pemerintah pusat.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Feb 2019, 19:06 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2019, 19:06 WIB
Massa Buruh Kepung Balai Kota DKI
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyemut di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Puluhan ribu buruh berunjuk rasa menuntut agar UMP di Jakarta direvisi dari Rp3,6 juta menjadi Rp3,9 juta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Para buruh menyoroti kebijakan pengupahan yang diatur pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2018 tentang Pengupahan yang dianggap sebagai biang keladi upah murah.

Wakil Sekretaris PP SPEE Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Samsuri mengatakan, kenaikan upah buruh seakan dibatasi sejak PP 78/2015 diberlakukan.

Dia juga mengatakan, tak ada lagi perundingan untuk menentukan upah minimum di daerah, lantaran besar kenaikan sudah diputuskan pemerintah pusat.

"Karena itu, buruh menuntut agar PP 78/2015 dicabut. Kami akan terus berjuang dan melawan setiap kebijakan yang menghambat kesejahteraan kaum buruh," tegasnya dalam acara Forum Buruh Indonesia Bicara di Gedung DPP FSPMI, Jakarta, Kamis (21/2/2019).

"Kalau upah minimum untuk pekerja lajang saja susah didapat, bagaimana dengan upah buruh yang berkeluarga?" gugat Samsuri.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jaminan Sosial

Massa Buruh Kepung Balai Kota DKI
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Para buruh mendesak Pemprov DKI Jakarta melakukan revisi UMP 2018 DKI Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Sabda Pranawa Djati mengklaim, BPJS Kesehatan gagal mengoptimalkan kepesertaan pekerja formal. Berbagai kebijakan yang belakangan dibuat disebutnya bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

"Jika pekerja formal saja tidak bisa dimaksimalkan kepesertaannya, bagaimana dengan kepesertaan BPJS Kesehatan dari masyarakat umum yang lebih kompleks?," keluh dia.

Hal lain yang dikritik Sabda yakni mengenai kepastian kerja para buruh kontrak atau outsourcing. Menurutnya, pemerintah seakan abai terkait sistem alih daya pekerja.

"Pelanggaran outsourcing seperti sengaja dilakukan pembiaran. Justru sekarang ada kebijakan pemagangan yang rentan disalahgunakan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya