Tak Ada Kepastian Upah Minimum, Investor Was-Was

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyoroti ketentuan pengaturan upah minimum yang terus berubah-ubah. Aspek ini pula yang disebut jadi pertanyaan para investor dari luar negeri.

oleh Arief Rahman H diperbarui 26 Nov 2024, 22:00 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2024, 22:00 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyoroti ketentuan pengaturan upah minimum yang terus berubah-ubah. Aspek ini pula yang disebut jadi pertanyaan para investor dari luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyoroti ketentuan pengaturan upah minimum yang terus berubah-ubah. Aspek ini pula yang disebut jadi pertanyaan para investor dari luar negeri.

Shinta mencatat, ada 4 kali perubahan formula dalam penentuan upah minimum provinsi (UMP). Terbaru, ada usulan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bahwa selama ini sebenarnya sudah ditetapkan formula yang ada yang sudah 4 kali ya, ini juga sudah menimbulkan ketidakpastian dari kita," kata Shinta dalam Media Briefing di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

Dia mengatakan, perubahan berulang itu jadi perhatian para investor dari luar negeri. Hal itu dihadapinya langsung saat melawat ke beberapa negara untuk mempromosikan peluang investasi di Tanah Air.

"Saya baru datang lawatan luar negeri di mana kita mempromosikan Indonesia, membuka, selalu dikatakan open for business, membuka bisnis, tapi dengan kondisi ini, saya banyak pertanyaan, ini apa yang terjadi? kenapa banyak ketidakpastian? mengapa ada perubahan lagi? bagaimana ini ke depan ya? Ini semua banyak pertanyaan daripada investor," beber Shinta.

Penentapan UMP 2025

Dia berharap penentapan UMP 2025 nantinya harus mempertimbangkan kepentingan banyak pihak. Baik dari sisi pemberi kerja, penerima kerja, hingga pencari kerja.

"Jadi kami merasa ketetapan upah minimum ini perlu mengakomodasi berbagai kepentingan dari seluruh stakeholder," ucapnya.

"Kami percaya bahwa teman-teman daripada pekerja ini, kami percaya bahwa kita harus memperhatikan kebutuhan mereka, tapi kita harus melihat dari semua elemen, baik itu pemberi kerja, baik itu penerima kerja, maupun pencari kerja," sambung Shinta Kamdani.

Hadapi Kenaikan UMP Plus PPN 12%, Pengusaha Rayu Sri Mulyani

Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata
Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menyoroti kenaikan pajak pertambahan nilai, alias PPN menjadi 12 persen dan upah minimum provinsi (UMP) pada 2025. Kebijakan itu dinilai bakal memberikan beban kepada pengusaha, jika dilakukan secara berbarengan di tengah situasi sulit saat ini.

Pertama, ia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunda pengenaan PPN 12 persen. Pasalnya, Arsjad menilai kondisi perekonomian saat ini berbeda dengan yang terjadi ketika kenaikan itu dirumuskan, khususnya pada situasi di luar Indonesia.

"Memang, ibu Sri Mulyani sudah memutuskan bahwa PPN jadi 12 persen. Namun kami menyarankan, dengan situasi dan kondisi yang ada, mungkin sebaiknya ini ditunda dulu," ujar Arsjad di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

"Karena tadi, bahwa keadaan, situasi dan kondisinya waktu diputuskan 12 persen pada saat itu keadaannya berbeda dengan hari ini. Makanya kami mengatakan bahwa di-timing-in saja. Timing-nya mungkin harus dilihat kembali, dipikirkan kembali, karena keadaan situasi dan kondisinya tidak seperti yang kita harapkan secara eksternal," ungkapnya.

 

Kenaikan UMP 2025

Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata
Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata

Jika tarif PPN 12 persen dikenakan berbarengan dengan kenaikan UMP 2025, ia menyebut akan ada banyak pelaku usaha yang kesulitan. Sebab, banyak pengusaha yang kondisi finansialnya kini tidak baik-baik saja.

"Pasti berat. Maksudnya gini, harus dilihat setiap sektor, enggak bisa digeneralisasi semua pengusaha. Ada juga perusahaan yang sehat, ada juga yang tidak. Jadi ini yang memang berbeda-beda," kata Arsjad.

Terkhusus kenaikan UMP, ia berharap itu bisa dirundingkan secara bipartit antara pekerja dan pengusaha di masing-masing sektor. Untuk mencari titik tengah yang tidak memberatkan kedua belah pihak.

"Ini kan mencari equilibrium lagi. Nah ini yang harus kita cari. Makanya saya selalu mengatakan, kita tidak terpisahkan antara pekerja dan pengusaha. Makanya harus selalu duduk, bicara dan saling terbuka. Mulailah kepercayaan, kalau enggak susah," tuturnya.

Infografis Ragam Tanggapan Penetapan UMP 2024 di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Penetapan UMP 2024 di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya