Soal RUU Jasa Konstruksi, Apa Saja yang Krusial?

GAPENSI menyoroti isu beredarnya draft rancangan undang-undang pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017 yang dinilai sebagai hoax.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 28 Nov 2024, 21:28 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2024, 21:23 WIB
Ilustrasi bekerja keras, membangun, konstruksi
Ilustrasi bekerja keras, membangun, konstruksi. (Image by freestockcenter on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Sebagai asosiasi tertua yang didirikan sejak tahun 1959, GAPENSI telah mengundang seluruh asosiasi badan usaha jasa konstruksi terakreditasi untuk berdiskusi terkait rencana pemerintah dalam merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Dalam diskusi tersebut, disoroti isu beredarnya draft rancangan undang-undang pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017 yang dinilai sebagai hoax.

Draft tersebut berpotensi mempengaruhi opini publik, padahal penyusunan rancangan undang-undang baru memerlukan tahapan yang jelas, mulai dari naskah akademis, daftar isian masalah, hingga masukan dari publik, yang saat ini belum terlaksana.

Pada pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025, belum tercantum rencana pembahasan RUU pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017.

Namun, RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2017 telah masuk dalam daftar Prolegnas Lima Tahun.

“Kami meminta kepada DPR-RI, khususnya Komisi V, untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017,” ujar Ketua Umum BPP GAPENSI, Andi Rukman, Kamis (28/11/2024).

Catatan GAPENSI

Hasil telaah gabungan asosiasi badan usaha jasa konstruksi terakreditasi menunjukkan bahwa isi UU Nomor 2 Tahun 2017 telah cukup memadai untuk mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3, dengan beberapa catatan.

Salah satu poin penting adalah kewenangan pemerintah pusat dan daerah yang dinilai masih sektoral dalam memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan usaha jasa konstruksi.

Dalam diskusi, juga ditekankan pentingnya peningkatan peran tenaga kerja lokal dan penyedia jasa konstruksi lokal. Menteri Dalam Negeri telah mengarahkan pemerintah daerah agar setiap proyek konstruksi yang didanai APBD wajib mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal dan penyedia jasa lokal.

 

Catatan Selanjutnya

FOTO: Aktitvitas Pekerja Bangunan Bertingkat Tertinggi di Wuhan
Sejumlah pekerja konstruksi bekerja di ketinggian sekitar 500 meter di lokasi pembangunan sebuah bangunan bertingkat tinggi di Wuhan, Provinsi Hubei, China tengah (11/8/2020). Para pekerja konstruksi harus menghadapi ketinggian dan panasnya udara musim panas. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Selain itu, gabungan asosiasi badan usaha jasa konstruksi akan memfokuskan perhatian pada perubahan peraturan pelaksanaan undang-undang jasa konstruksi, termasuk PP Nomor 5 Tahun 2020, PP Nomor 14 Tahun 2020, dan peraturan menteri terkait. Peran LPJK juga diusulkan untuk diperluas, agar terintegrasi secara lintas sektor dan lintas daerah.

“GAPENSI telah diminta oleh rekan-rekan asosiasi untuk menjadi Ketua Tim Paguyuban guna mengawal perubahan kebijakan terkait UU Nomor 2 Tahun 2017,” lanjut Andi Rukman.

Ke depan, gabungan asosiasi ini berencana melakukan audiensi bersama Menko Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Agus Harimurti Yudhoyono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Komisi V DPR RI.

“Ini adalah langkah bersama untuk memastikan setiap perubahan kebijakan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi industri konstruksi nasional,” tutup Andi Rukman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya