Buruh Usul Upah Minimum Naik 10%, Pengusaha Tolak Tegas

Apindo akan mengikuti kenaikan upah minimum mengacu pada regulasi yang berlaku. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.

oleh Tim Bisnis diperbarui 30 Okt 2024, 20:20 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2024, 20:20 WIB
Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani
Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani (dok: Tira)

Liputan6.com, Jakarta - Buruh menuntut kenaikan upah minimum 10% di 2025. Tuntutan ini ditolak tegas oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani.

Shinta memastikan pengusaha sulit untuk memenuhi kenaikan UMP buruh tersebut. "(Kenaikan UMP) nggak bisa disamaratakan semua daerah di Indonesia, gitu," kata Shinta di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Apindo akan mengikuti kenaikan upah minimum mengacu pada regulasi yang berlaku. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.

"Ya prinsip kami mengikuti aturan pemerintah yaitu PP 51 tahun 2023," ucap dia.

Dalam regulasi tersebut telah mengatur formulasi kenaikan UMP. Yakni, menggunakan tiga variabel yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

"PP 51 sudah jelas ada formulanya, berdasarkan juga kondisi  perekonomian daerah maupun inflasi dan pertumbuhan ekonomi, jadi itu yang akan diikuti," tandasnya.

Sedangkan ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, menilai sangat wajar buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 naik sebesar 8 - 10 persen.

"Kalo menurut saya wajar. Kalo menurut saya permintaan kenaikan 8-10% itu make sense, karena tiap tahun memang harus ada kenaikan upah sesuai dengan kenaikan inflasi," kata Esther kepada Liputan6.com, Kamis (24/10/2024).

Menurutnya, apalagi kondisi perekonomian Indonesia saat ini mengalami deflasi 5 bulan berturut turut. Hal itu menandakan bahwa ekonomi dalam negeri sedang lesu.

"Artinya, ada penurunan real income sehingga daya beli masyarakat melemah," ujarnya.

Hal ini juga ditandai dengan pengeluaran untuk konsumsi makanan dan minuman lebih banyak sekitar 50-60 persen dari total pendapatan. Sedangkan untuk pendidikan dan kesehatan dan lainnya sangat kecil.

Namun di sisi lain, hal tersebut mendorong terjadinya kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan naiknya harga barang yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu kontrol pemerintah untuk stabilisasi harga barang terutama bahan kebutuhan pokok.

Reporter : Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

5 Juta Buruh Bakal Mogok Kerja Nasional November 2024, Ini Tuntutannya

FOTO: Aksi Buruh Peringati May Day di Kawasan Patung Kuda
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Aksi tersebut untuk memperingati May Day serta menolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan meminta klaster ketenagakerjaan kembali ke substansi UU Nomor 13 Tahun 2003. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, kelompok buruh dari berbagai sektor industri di Indonesia akan menggelar mogok kerja nasional pada November 2024. Aksi buruh ini dilakukan untuk menuntut kenaikan upah minimum dan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan bahwa rencana mogok nasional ini telah disepakati oleh sejumlah konfederasi serikat buruh, termasuk 60 serikat pekerja di tingkat nasional. Diperkirakan, aksi ini akan melibatkan sekitar 5 juta buruh.

"Mogok nasional akan dilaksanakan pada 11-12 November atau 25-26 November 2024, dengan melibatkan lebih dari 15.000 pabrik di seluruh Indonesia. Selama periode tersebut, pabrik-pabrik akan berhenti berproduksi," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (18/10/2024).

Sektor-Sektor yang Terlibat dalam Mogok NasionalSaid Iqbal menjelaskan bahwa sektor-sektor yang akan ikut serta dalam mogok kerja nasional meliputi industri transportasi, semen, pariwisata, rokok, makanan, minuman, serta pekerja pelabuhan di berbagai wilayah, termasuk Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan sejumlah pelabuhan lain di Indonesia.

 

Di Luar Pabrik

Buruh pelabuhan dari Medan hingga pekerja angkutan di TKBM juga akan berpartisipasi.

"Mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang mogok kerja di tempat kerja," tegas Said Iqbal.

Dia menambahkan bahwa aksi ini merupakan unjuk rasa nasional yang akan dilakukan di luar pabrik, bukan di dalam tempat kerja. "Kami tidak sedang berunding dengan perusahaan terkait upah minimum. Ini adalah perjuangan melawan Omnibus Law (UU Cipta Kerja) yang mempengaruhi seluruh pekerja di Indonesia," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya