Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri Ring the Bell for Gender Equality dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Acara ini secara spesifik diadakan untuk mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan di sektor bisnis.
Sri Mulyani menyoroti mengenai ketimpangan gender di Indonesia. Menurutnya, ketimpangan gender tidak hanya soal sikap atau kekerasan fisik, tetapi juga dalam hal besaran pendapatan yang diterima antara perempuan dan laki-laki.
"Jika Anda lihat, ketimpangan gender tidak hanya pada tingkat partisipasi tapi juga pada besaran gaji. Perempuan menerima gaji 32 persen lebih rendah ketimbang laki-laki. Jadi itu artinya perempuan digaji lebih sedikit. Untungnya kalau di jajaran menteri, gaji kami sama," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Advertisement
Sri Mulyani mengatakan, minimnya gaji yang diterima perempuan karena adanya anggapan bahwa perempuan kurang berkontribusi pada tempat bekerja. Meski demikian, dia mengakui, hal ini tidak berlaku secara keseluruhan namun pada umumnya banyak ditemui.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan penggerak dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Walau demikian, perempuan di seluruh dunia masih menghadapi berbagai tantangan seperti, norma sosial yang negatif, kekerasan, dan diskriminasi serta beban yang tidak proporsional dari pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar.
Tantangan-tantangan itupun sering menjadi pembatas perempuan dalam mendapatkan kesempatan pekerjaan dan pendapatan yang setara, serta kesempatan dalam kegiatan kepemimpinan.
Untuk itu, isu kesetaraan gender masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh semua pihak termasuk pemerintah.
"Jika kita dapat menyediakan lebih banyak kegiatan atau dalam hal ini jika Anda dapat memberikan lebih banyak kesempatan bagi perempuan untuk memainkan peran mereka dalam ekonomi, dalam pekerjaan, dalam kegiatan ekonomi, maka nilainya akan sangat luar biasa," tandasnya.
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
Punya Sertifikasi, Pekerja Konstruksi Bisa Dapat Gaji 1,5 Kali UMR
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono terus mendorong agar pekerja konstruksi mau mengikuti pelatihan demi memperoleh sertifikat.
Sebab, dia menyebut, gaji pekerja konstruksi yang telah bersertifikat bisa naik hingga 1,5 kali lebih besar dari Upah Minimum Regional (UMR) di wilayah kerjanya.
"Seperti di DKI (Jakarta), UMR-nya sekitar Rp 3,9 juta. Kalau dia punya sertifikasi dia bisa dapet 1,5 kali UMR. Dia diakui kompetensinya dan mendapatkan income lebih besar," ujar Basuki di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Baca Juga
Menurut laporannya, jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat saat ini baru mencapai 7,4 persen, atau sekitar 616 ribu orang dari total 8,3 juta orang di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, 49 ribu diantaranya merupakan tenaga kerja konstruksi yang telah meraih sertifikat pada kurun waktu Oktober 2018 sampai Maret 2019.
Hingga akhir 2019 ini, Menteri Basuki menargetkan 512 ribu pekerja konstruksi bisa mendapatkan sertifikasi pada tahun ini. Jumlah itu naik 10 kali lipat dibanding rata-rata pencapaian periode 2015-2018.
"Pada tahun 2019 ini ditargetkan 512.000 orang tenaga kerja konstruksi bersertifikat atau 10 kali lipat dari rata-rata capaian tahunan program sertifikasi dari 2015-2018, yang sebanyak 50.000 sebagai hasil kolaborasi Pemerintah Pusat–Pemerintah Daerah–LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi)," jelas dia.
Untuk mengejar target 10 kali lipat tersebut, Kementerian PUPR berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian BUMN untuk melaksanakan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi dengan program link and match.
Dia mengatakan, program sertifikasi ini juga dilakukan terhadap warga binaan yang memenuhi syarat. "Sampai saat ini sudah berjumlah 3.267 orang di 53 Lembaga Pemasyarakatan," sambungnya.
Adapun jumlah pekerja konstruksi bersertifikat saat ini baru mencapai 7,4 persen, atau sekitar 616 ribu orang dari total 8,3 juta orang di seluruh Indonesia.
Sejak Oktober 2018 hingga Maret 2019 ini, telah ada peningkatan sebanyak 49 ribu tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.
Basuki pun memproyeksikan, target sertifikasi tenaga kerja konstruksi akan semakin ditingkatkan pada 2020 mendatang, meski secara angka masih dibawah 1 juta orang.
"Kira-kira tahun depan naik jadi 750 ribu orang. Enggak mungkin sampai 1 juta tapi, itu pasti hoax," ucapnya.
Â
Advertisement