Harga Minyak Menguat Usai Pasokan AS Mengetat

Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) menguat ke level tertinggi dalam empat bulan di atas USD 60 per barel.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Mar 2019, 06:15 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2019, 06:15 WIB
ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) menguat ke level tertinggi dalam empat bulan di atas USD 60 per barel.

Hal ini usai data pemerintah AS menunjukkan pengetatan pasokan minyak domestik, tetapi kenaikan dibatasi kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi global karena perang dagang AS-China yang sedang berlangsung.

Harga minyak mentah AS atau West Texas Intermediate (WTI) naik 80 sen atau 1,36 persen menjadi USD 59,83 per barel. Harga minyak WTI capai level tertinggi USD 60,12 per barel, tertinggi sejak 12 November.

Harga minyak WTI untuk kontrak lebih aktif pada bulan kedua naik 94 sen atau 1,6 persen menjadi USD 60,23 per barel.

Sementara itu, harga minyak mentah Brent menguat 89 sen atau 1,32 persen menjadi USD 68,50 per barel.

Harga minyak naik setelah the US Energy Information Administration (EIA) melaporkan penurunan besar dan tak terduga untuk persediaan minyak mentah karena ekspor kuat dan permintaan penyulingan.

Stok turun 9,6 juta barel pada pekan lalu dibandingkan harapan analis untuk kenaikan 309.000 barel. Persediaan bensin dan sulingan turun lebih dari yang diharapkan. Stok bensin turun 4,6 juta barel, sementara persediaan sulingan merosot 4,1 juta barel.

"Laporan itu bullish karena persediaan minyak mentah yang besar, dan merupakan fungsi dari tingkat impor yang rendah dan volume ekspor tinggi," ujar Partner Again Capital LLC, John Kilduff.

"Inventaris secara keseluruhan menurun dalam minyak mentah dan produk olahan menekankan pasar yang mengetat," ia menambahkan.

 

Selanjutnya

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Harga minyak mentah naik hampir sepertiga pada 2019. Hal ini didorong pengurangan pasokan di antara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, serta sanksi AS terhadap eksportir minyak Iran dan Venezuela.

Menteri Energi Uni Emirat Arab mengharapkan OPEC selesaikan kerja sama jangka panjang dengan mitra non-OPEC pada Juni.

Lembaga pemeringkat S&P Global menaikkan asumsi harga minyak Brent kembali ke posisi USD 60 per barel pada perdagangan Rabu usai pemotongan produksi oleh OPEC dan Rusia.

Namun, perang dagang selama delapan bulan antara China dan AS telah mengkhawatirkan pasar global yang sudah khawatir dengan tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2019.

Ada berbagai sinyal apakah kebuntuan antara dua ekonomi teratas dunia dapat segera diselesaikan.

Pemerintah AS mengumumkan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin berencana melakukan perjalanan ke China pada pekan depan untuk putaran pembicaraan perdagangan lainnya dengan para pejabat senior.

"Pembicaraan perdagangan AS-China terus hadirkan risiko untuk pasar minyak dan aset berisiko lainnya," ujar Strategist BNP Paribas, Harry Tchilinguirian.

Analis mengatakan, perlambatan ekonomi dapat segera mengurangi konsumsi bahan bakar dan menahan minyak mentah,

Survei Reuters menyatakan, kepercayaan bisnis di Asia bertahan di posisi terendah dalam tiga tahun pada kuartal I ketika perang dagang AS-China menekan ekonomi global yang sudah berada di jalur menurun.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya