Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemindahan Ibu Kota kembali mencuat. Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) terkait tindak lanjut dari rencana pemindahan Ibu Kota tersebut.
Sebenarnya, rencana pemindahan Ibu Kota ini bukan hal yang baru. Rencana ini bahkan telah ada sejak era Presiden Soekarno.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu kota yang sempat disebut akan menjadi Ibu Kota Indonesia yaitu Palangkaraya. Berlokasi di Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya dinilai relatif aman dari bencana alam karena tidak rawan akan gempa bumi.
Ditulis Liputan6.com, Selasa (30/4/2019), berikut fakta-fakta terkait pemindahan Ibu Kota mulai dari, gagasan, calon lokasi hingga besaran anggaran yang harus disiapkan:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Digagas Sejak Era Presiden Soekarno
Dalam ratas kemarin, Presiden Jokowi menyatakan gagasan pemindahan ibu kota negara sebetulnya sudah lama muncul, yakni sejak era Presiden Soekarno.
Namun, gagasan tersebut timbul tenggelam karena pelbagai persoalan. Salah satunya, tidak ada keputusan yang tegas dari pemerintah.
"Wacana itu timbul tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan tidak dijalankan secara terencana dan matang," ujarnya.
Namun demikian, Jokowi optimis pemindahan ibu kota terwujud bila dipersiapkan dengan matang.
"Saya meyakini Insya Allah kalau dari awal kita persiapkan dengan baik maka gagasan besar ini akan bisa kita wujudkan," kata dia.
Advertisement
2. Calon Ibu Kota Baru
Selama ini, ada tiga lokasi alternatif yang menjadi lokasi baru ibu kota Indonesia. Yakni Palangkaraya dan sekitarnya Provinsi Kalteng menjadi lokasi yang paling sering disebut sebagai calon pengganti DKI Jakarta ini.
Selain Palangkaraya, ada juga Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, serta Panajam dan sekitarnya Provinsi Kalimantan Timur.
Namun Jokowi menyadari memindahkan ibu kota negara membutuhkan persiapan yang panjang. Di sisi lain, pemerintah juga perlu menentukan lokasi yang tepat sehingga pemindahan ibu kota memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan infrastruktur.
"Pemilihan lokasi yang tepat harus memperhatikan aspek geopolitik, geostrategis, kesiapan infrastruktur pendukung dan pembiayaan," ungkap dia.
Jokowi menekankan, pemindahan ibu kota negara harus memikirkan kepentingan jangka panjang. Pemindahan ibu kota juga harus mempertimbangkan dua hal, yakni pusat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik serta pusat pengelolaan bisnis.
"Sebagai negara besar menyongsong kompetisi global ketika kita sepakat menuju negara maju untuk pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah apakah di masa yang akan datang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan publik sekaligus pusat bisnis?" kata Jokowi.
3. Bebas dari Bencana Gempa
Nama Palangkaraya kerap disebut sebagai calon Ibu Kota baru. Kota ini dinilai relatif lebih aman dari gempa bumi karena bukan bagian jalur pertemuan tiga lempeng tektonik dan tidak memiliki gunung berapi.
Namun Pengamat Tata Tota Nirwono Yoga, menyatakan hal tersebut dinilai tidak cukup untuk menjadi pertimbangan bagi pemindahan ibu kota ke Palangkaraya. Palangkaraya, lanjutb Nirwono, juga memiliki masalah tersendiri terkait dengan alam. Sebagai contoh, Palangkaraya kerap terkena dampak asap akibat kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan. Selain itu, cuaca di kota tersebut juga dinilai cukup ekstrem sehingga sering mengganggu jadwal penerbangan.
"Bahkan saat kebakaran hutan di Kalimantan, dia juga terdampak asap. Perubahan cuaca juga cukup ekstrem di situ sehingga penerbangan sering kali ditunda karena cuaca yang tidak memungkinkan," tutur dia.
Advertisement
4. Alokasi Anggaran Pemindahan Ibu Kota
Usai mengikuti ratas di Istana Kepresidenan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan jika pemindahan ibu setidaknya membutuhkan dana sebesar Rp 323 triliun-Rp 466 triliun.
"Dari skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD 33 miliar. Skenario kedua lebih keci karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp 323 triliun atau USD 23 miliar," kata dia
Selain anggran, untuk dapat memindahkan Ibu Kota juga membutuhkan 40 ribu hektare (ha) lahan yang mampu penduduk sekitar 1,5 juta orang.
Dia menjelaskan, jika pemindahan ibu kota ke luar Jawa direalisasikan, maka aparatur sipil negara (ASN) atau yang lazim disebut PNS akan turut dipindahkan ke ibu kota baru tersebut.
"Usulan kami untuk ibu kota ini yang diposisikan adalah hanya fungsi pemerintahan, yaitu eksekutif, legislatif, parlemen, yudikatif dan seterusnya. Lalu TNI, Polri, serta kedutaam besar dan perwakilan organisasi internasional yang ada di Indonesia. Ini konsep yang coba kita tiru dari beberapa best practice yang sudah dilakukan negara lain," ujar Bambang.
Menurut Bambang, ada dua skema pemidahan ASN yang akan diterapkan, yaitu skema rightsizing atau tidak. Rightsizing adalah pemangkasan pekerjaan dimana tiap jabatan akan disortir prioritas. Jika tidak perlu, maka jabatan akan dihilangkan.
"Kalau rightsizing, berarti hanya ada 110 ribu ASN, Polisi, TNI dan keluarganya yang akan dipindah," tuturnya,
Bila tidak diterapkan rightsizing, maka seluruh pegawai negeri sipil di pusat akan dipindahkan semua ke ibu kota baru, termasuk parlemen, eksekutif, yudikatif, TNI, Polri dan keluarganya.
5. Mencontoh Negara lain
Menurut Jokowi, Indonesia harus mencontohi negara lain di dunia dalam mengantisipasi perkembangan zaman. Misalnya, Korea Selatan memindahkan ibu kota negaranya dari Seoul ke Sejong. Kemudian Brazil, memindahkan ibu kota dari Rio de Janairo ke Brasilia. Demikian juga dengan Kazakhastan yang memindahkandari Almaty ke Astana.
"Jadi sekali lagi kita ingin berpikir visioner untuk kemajuan negara ini," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan Brasil yang juga memindahkan ibu kotanya Brasil dari Rio De Janeiro ke Brasilia memnbutuhkan anggaran yang besar.
"Pemindahan ini sudah lama sekali, sekitar 55 tahun, biayanya kelihatan besar waktu itu, yaitu USD 8,1 miliar untuk biaya konstruksi. Kotanya, awalnya direncanakan untuk 500 ribu orang, sekarang sudah 2,5 juta orang," tandas dia.
Advertisement
6. Pemindahan Ibu Kota Butuh Waktu hingga 10 Tahun
Menteri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemindahan Ibu Kota negara membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni sekitar 5 sampai 10 tahun dan juga persiapan yang matang termasuk perencanaan pembangunan infrastruktur.
Karena multi years, size-nya besar, mau tidak mau ini tidak bisa ditangani oleh tim atau oleh lembaga yang eksisting. Sehingga usulan kami memang semacam badan otoritas," kata Bambang.
Mantan Menteri Keuangan ini mengatakan, badan otoritas nantinya tidak hanya bertugas membangun kantor-kantor pemerintahan di Ibu Kota baru, tapi juga mengawasi pergerakan harga tanah.
"Tugasnya juga mengawasi pergerakan harga tanah. Kita tidak mau harga tanah di kawasan baru tersebut dikontrol oleh pihak swasta. Kalau sudah dikontrol swasta, maka masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan lahan atau pemukiman yang layak," jelasnya.
Bambang melanjutkan, hingga saat ini pemerintah belum menentukan lokasi Ibu Kota yang baru. Hanya saja bisa dipastikan Ibu kota Negara dipindahkan ke luar Jawa, mengarah ke kawasan timur Indonesia.