Liputan6.com, Jakarta - Para petani kelapa sawit yang tergabung dalam Koperasi Maju Lancar Mandiri Labuhanbatu di Rantau Parapat, Sumatera Utara mendapatkan bantuan pelatihan, pendampingan kegiatan operasional dan pembiayaan. Bantuan tersebut datang dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) dan Musim Mas Grup.
General Manager of Smallholders Programmes and Projects Musim Mas, Robert Nicholls mengatakan, Koperasi Maju Lancar Mandiri Labuhanbatu menjalin kerjasama dengan PT Siringo-Ringo yang merupakan anak usaha Musim Mas dalam kegiatan peremajaan (replanting) kebun kelapa sawit.
Advertisement
Baca Juga
"Kegiatan pendampingan meliputi pembinaan pengelolaan administrasi perkoperasian, penyiapan lahan, penggunaan bibit kelapa sawit unggul, manajemen budidaya sawit terbaik dan berkelanjutan. Tujuannya, para petani dapat memperoleh produktivitas sawit rakyat lebih tinggi dari sebelum diremajakan," ujar dia di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Dia menjelaskan, kegiatan replanting telah dipersiapkan sekitar 1,5 tahun lalu, tepatnya Oktober 2017. Program ini melibatkan petani swadaya berjumlah 21 orang dngan luas lahan diremajakan 58,57 hektare (ha) dan umur tanaman rata-rata 25-32 tahun.
Untuk replanting ini, lanjut Robert, BPDP-KS memberikan dana hibah sebesar Rp 25 juta per ha. Maksimal lahan yang menerima dana adalah 4 hektar.
Menurut dia, dana yang diberikan BPDP-KS akan digunakan untuk menunjang tahap peremajaan termasuk biaya pembersihan lahan memakai excavator dan membeli bibit sawit untuk penanaman baru. Selain membantu aspek agronomi, Musim Mas juga mendukung penghasilan petani di saat mereka menunggu hasil panen lebih kurang 3 tahun.
"Di luar BPDP-KS, petani juga memperoleh pembiayaan replanting dari BNI. Pihak BNI sendiri akan memberikan pinjaman kepada petani selama petani tersebut tidak memiliki kredit yang buruk ataupun masuk dalam daftar blacklist bank,” tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Atasi Perbedaan Data, Indonesia Bakal Punya Peta Sawit
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Sofyan Djalil mengatakan pemerintah akan memperbaiki peta sawit Indonesia. Ini dilakukan untuk mengatasi perbedaan data terkait lahan sawit di antara lembaga-lembaga pemerintah.
"Sekarang ini kan data sawit kan beda-beda. Itu mau diverifikasi kenapa, harusnya kan faktanya satu, datanya satu," kata dia saat ditemui, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (10/5).
Menurut dia, perbedaan data lahan sawit yang terjadi antara satu lembaga pemerintah dengan lembaga yang lain diakibatkan karena perbedaan metodologi maupun teknik pengambilan data yang digunakan.
"Oleh sebab itu ada LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), ada BIG (Badan Informasi Geospasial), Kementerian Kehutanan, ada ATR, ada Pertanian, masing-masing menyesuaikan apa referensinya sehingga terjadi perbedaan. Tapi sekarang ini ditugaskan kepada lapan, big, ATR," ungkapnya.
"Semua itu supaya mengkonsolidasikan dengan metode yang sama dengan teknik yang sama, informasi yang sama, pasti akan mengeluarkan data yang sama," imbuh dia.
Menurut dia, berdasarkan rapat koordinasi (Rakor), ditargetkan proses pembuatan satu peta sawit tersebut akan rampung pada akhir Agustus tahun ini.
"Itu mereka berkomitmen semua akan diselesaikan oleh BIG dan Lapan, pada akhir bulan Agustus," tandasnya.
Advertisement
Perkebunan Sawit RI dapat Apresiasi dari Uni Eropa
Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) mengapresiasi penerapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) di Indonesia.
Hal ini dinilai sebagai wujud nyata Indonesia menerapkan perkebunan sawit keberlanjutan. Negara-negara tersebut antara lain Belgia, Spanyol, Finlandia, Irlandia, Swedia, Hongaria, Belanda dan Inggris.
Kepala Sekretariat Komisi ISPO, Azis Hidayat mengatakan, apresiasi ini disampaikan saat perwakilan dari negara Uni Eropa tersebut berkunjung ke perkebunan sawit anggota ISPO di provinsi Riau pada 8-9 Mei 2018. Kunjungan ini juga dihadiri oleh Perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO)
"Dalam kunjungan itu, UE aktif berdialog dengan para pemangku kepentingan sawit mulai dari pemerintah, dunia usaha dan petani. Dalam dialog dengan para petani, UE mulai memahami bahwa ISPO merupakan bagian penting dari komitmen Indonesia yang mampu meningkatkan produksi TBS hingga 50 persen, memperbaiki kualitas serta mendorong kenaikan harga jual. Mereka sangat mengapresiasi hal tersebut," ujar dia di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Azis menuturkan, UE memuji para petani anggota ISPO yang punya pengetahuan teknis yang baik terkait pengelolaan sawit yang produktif dan berkelanjutan.
"Bahkan UE mendorong agar petani lebih banyak dilibatkan dalam skema ISPO. Hal ini karena perkebunan sawit di Indonesia merupakan bagian penting dari ekonomi kerakyatan dengan lebih dari 40 persen kebun petani di dalamnya," kata dia.
Menurut dia, dari kunjungan tersebut, UE semakin memahami jika pemerintah Indonesia mempunyai transparansi dan komitmen kuat dan dalam melakukan pengelolaan berkelanjutan.
Bahkan, Uni Eropa baru mengetahui jika ISPO tidak sekedar mengadopsi prinsip-prinsip internasional, namun juga punya standar di atas rata-rata kriteria yang dipersyarakatkan lembaga sertifikasi internasional.
"ISPO tidak hanya mempersyaratkan No Deforestasi, No Peat, dan No Exploitation (NDPE). Ada kriteria tambahan seperti tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta memikirkan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Semuanya ada 7 prinsip yang harus diikuti sebelum diterima sebagai anggota ISPO," ujar dia.
Hindari Konflik Agraria, Pemerintah Harus Buka Data HGU Perkebunan Sawit
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan melayangkan protes pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Protes ini untuk menuntut keterbukaan data Hak Guna Usaha (HGU) lahan perkebunan.
Direktur eksekutif Nasional Walhi, Nurhidayati, mengungkapkan bahwa pada 6 Mel lalu Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution melalui Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian telah mengeluarkan surat terkait data dan informasi Kebun Kelapa Sawit.
Isi dari surat tersebut membatasi akses data dan informasi HGU kebun kelapa sawit ke publik dan menunda evaluasi perizinan perkebunan komoditas itu.
Nurhidayati menilai hal tersebut merupakan langkah mundur dan pembangkangan dari perintah presiden terkait penyelesaian konflik yang disampaikan dalam rapat terbatas pada Jumat 3 Mei lalu.
"Alih-alih melaksanakan review izin sebagaimana amanat Inpres 8 Tahun 2018 , belum ada satupun laporan publik terkait ini, yang muncul justru langkah mundur oleh pembantu-pembantu presiden," kata dia di kantor Walhi, Tegal Parang, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Salah satu akar masalah konflik agraria adalah terkait tumpang tindih HGU perusahaan dan tanah warga. HGU perusahaan berasal dari tanah publik seharusnya bisa diakses sangat mudah oleh publik.
"Kalau informasi soal HGU yang berasal dan publik tidak bisa diakses artinya memang ATR/BPN perlu dievaluasi oleh presiden, dalam kondisi ini presiden perlu bersikap tegas untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat dan lingkungan hidup," ungkapnya.
Advertisement