Liputan6.com, Jakarta PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melalui anak usahanya, PT Krakatau Tirta Industri bekerja sama dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) melaksanakan nota kesepahaman bersama dalam rangka membangun fasilitas pemanfaatan air laut untuk memproduksi air industri.
Penandatangan kerja sama ini dilakukan di Gedung Krakatau Steel Jakarta yang dilakukan oleh Direktur Utama PT KTI Agus Nizar Vidiansyah dengan Human Resources & Corporate Affar Director CAP Suryandi serta Monomer Feedstock Director CAP Ruly Aryawan sebagai perwakilan dari Presiden Direktur CAP Erwin Ciputra yang disaksikan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim bersama jajaran direksi dan manajemen.
Advertisement
Baca Juga
Silmy Karim menyatakan, pelaksanaan proyek ini sejalan dengan rencana Pemerintah Republik Indonesia yang tengah gencar melaksanakan pembangunan di bidang infrastruktur dan membuka akses pengembangan industri di seluruh wilayah Indonesia.
“Proyek pemanfaatan air laut ini diharapkan menjadi langkah yang efektif untuk memenuhi kebutuhan air bagi kebutuhan industri di Provinsi Banten khususnya bagi CAP. Ini adalah strategi baru Perseroan untuk mendorong perkembangan bisnis anak usaha yang berpotensi,” ungkap Silmy dalam keterangannya, Selasa (18/6/2019).
Agus mengungkapkan, proyek pengolahan air laut yang akan dilakukan oleh PT KTI dan CAP ini akan menjadi salah satu sarana pengolahan air laut terbesar di Indonesia karena memiliki kapasitas produksi sebesar 800 – 1000 liter per second (lps) dengan valuasi nilai proyek mencapai hampir Rp1,5 triliun. Adapun proyek ini direncanakan dapat mulai beroperasi di Tahun 2022.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Proyek Lain di Gresik
Selain di wilayah Banten, PT KTI juga telah berekspansi ke wilayah Gresik, Jawa Timur, dengan memperoleh tender pembangunan dan pengoperasian Sistem Pengolahan Air Minum yang diadakan oleh PDAM Giri Tirta Gresik pada tahun 2018.
Proyek ini akan memiliki kapasitas 1000 liter per second dengan nilai investasi Rp618 miliar. Pada 2018 kinerja PT KTI memperoleh laba bersih sebesar Rp161 miliar dan diproyeksikan laba bersih PT KTI akan meningkat hingga Rp163 miliar di 2019. Sedangkan untuk kapasitas air produksi saat ini 2.400 liter per second dengan target kapasitas air produksi sebesar 3.500 liter per second di 2024.
Advertisement
Krakatau Steel Bakal Masuk di Holding BUMN Industri Tambang
Kementerian BUMN berencana untuk masukkan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) ke dalam holding BUMN industri pertambangan yang dipimpin oleh PT Inalum (Persero).
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, rencana ini merupakan bagian dari penguatan BUMN itu sendiri.
"Wacananya Krakatau Steel sebagai smelter besi (pabrik besi baja) memang akan ke holding industri pertambangan," kata Harry saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (2/4/2019).
Lalu, apakah lini bisnis Krakatau Steel masuk dalam industri pertambangan?
"Itu smelter, jadi hilirisasi industri pertambangan," tegas Harry.
Mengenai kapan perusahaan itu akan masuk ke dalam holding BUMN industri pertambangan, Harry mengaku masih belum tahu pasti. Rencana tersebut masih dalam pembahasan.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk secara perlahan terus memperbaiki kinerja dari tahun ke tahun. Pada 2018, telah terjadi kenaikan pendapatan bersih seiring dengan kenaikan jumlah volume penjualan.
Pendapatan bersih meningkat 20,05 persen YoY menjadi USD 1.739,54 juta, sementara volume penjualan meningkat 12,84 persen yakni sebesar 2,144,050 ton baja jika dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,900,075 ton.
Dengan meningkatnya pendapatan ini, rugi bersih Perseroan pada 2018 juga mengalami perbaikan sebesar 8,48 persen atau menurun menjadi USD 74,82 juta dibanding dengan tahun sebelumnya mencapai USD 81,74 juta, turun USD 6,9 juta.
Selain itu, performa perusahaan asosiasi dan joint venture juga membaik dengan ruginya menjadi USD 5,31 juta selama 2018 dari rugi USD 41,24 juta pada 2017.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim mengatakan, sepanjang 2018, Perseroan cukup merasakan kenaikan harga jual produk baja.
Rata-rata harga jual produk HRC meningkat 10,03 persen menjadi USD 657 per ton, CRC naik 6,72 persen menjadi USD717/ton, dan Wire Rod meningkat 15,03 persen menjadi USD 635 per ton.
"Ini adalah salah satu ciri bahwa pasar baja domestik membaik,” ujar Silmy kepada wartawan, Senin 1 April 2019.