Krakatau Steel Catatkan Kerugian Rp 1 Triliun di 2018

Rugi bersih Krakatau Steel pada 2018 juga mengalami perbaikan sebesar 8,48 persen atau menurun menjadi USD 74,82 juta.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Apr 2019, 16:51 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2019, 16:51 WIB
Krakatau Steel
(Foto: Krakatau Steel)

Liputan6.com, Jakarta - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk secara perlahan terus memperbaiki kinerja. Pada 2018 lalu telah terjadi kenaikan pendapatan bersih seiring dengan kenaikan jumlah volume penjualan.

Pendapatan bersih meningkat 20,05 persen YoY menjadi USD 1.739,54 juta, sementara volume penjualan meningkat 12,84 persen yakni sebesar 2,144,050 ton baja jika dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,900,075 ton.

Dengan meningkatnya pendapatan ini, rugi bersih perseroan pada 2018 juga mengalami perbaikan sebesar 8,48 persen atau menurun menjadi USD 74,82 juta atau Rp 1,05 triliun, dibading dengan tahun sebelumnya mencapai USD 81,74 juta.

Selain itu, performa perusahaan asosiasi dan joint venture juga membaik diamana ruginya memjadi USD 5,31 juta selama tahun 2018 dari rugi USD 41,24 juta pada tahun 2017.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, sepanjang 2018 lalu perseroan cukup merasakan kenaikan harga jual produk baja. Rata-rata harga jual produk HRC meningkat 10,03 persen menjadi USD657/ton, CRC naik 6,72 persen menjadi USD717/ton, dan Wire Rod meningkat 15,03 persen menjadi USD635/ton.

"Ini adalah salah satu ciri bahwa pasar baja domestik membaik,” ujar Silmy kepada wartawan, Senin (1/4/2019).

Menjelang akhir tahun lalu, Perseroan juga telah menandatangani kesepakatan dengan sejumlah BUMN karya tentang penggunaan baja dalam negeri untuk proyek-proyek yang dijalankan oleh pemerintah. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja Perseroan ke depan. Pada proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek atau Japek II Elevated Toll Road suplai baja Perseroan per Desember 2018 telah mencapai 151.090 ton.

Silmy melanjutkan, sentimen positif lainnya adalah keberhasilan dalam perpanjangan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Hot Rolled Coil (HRC) yang diimpor dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), India, Rusia, Kazakhstan, Belarusia, Taiwan dan Thailand.

Perpanjangan BMAD tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 25/PMK.010/2019 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Produk Canai Lantaian Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan Dari Negara Republik Rakyat Tiongkok, India, Rusia, Kazakhstan, Belarusia, Taiwan, Dan Thailand yang akan mulai berlaku pada 2 April 2019 sampai 5 tahun ke depan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekspor

Krakatau Steel
(Foto: Krakatau Steel)

Pada tahun 2019, Perseroan merencanakan untuk menambah jumlah porsi penjualan ekspor yakni sebesar 650.000 ton HRC/P ke Negara Malaysia, India dan negara lainnya.

Pada bulan Maret 2019 ini, sebanyak 12.000 ton HRC/P telah diekspor ke Negeri Jiran Malaysia, seiring dengan kebijakan otoritas setempat yang menyatakan dicabutnya aturan anti dumping bagi Indonesia karena ketiadaan produsen HRC dalam negeri Malaysia.

Sebelumnya, juga telah terjadi revisi Peraturan Kementerian Perdagangan 22/2018 menjadi Permendag 110/2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja. Dalam aturan baru tersebut, pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian yang sebelumnya tidak ada, kini diadakan lagi. Revisi aturan ini akan semakin mendorong geliat pasar baja dalam negeri dan mengendalikan masuknya baja impor.

Di sisi internal, Perseroan telah dan terus melakukan berbagai upaya perbaikan kinerja untuk menjadikan Perseroan sehat dan tumbuh secara berkesinambungan diantaranya penyelesaian proyek strategis, transformasi sales dan marketing, program efisiensi biaya melalui pola operasi yang optimal, optimalisasi aset, dan program restrukturisasi keuangan.

Proyek pembangunan pabrik Hot Strip Mill #2 saat ini sudah mencapai 91,52 persen konstruksi fisik per 31 Desember 2018. Pabrik ini akan menghasilkan tambahan 1,5 juta ton per tahun produk HRC bagi Perseroan, yang mechanical completion akan selesai di Q2 2019.

Sementara proyek Blast Furnace sudah dilakukan penyalaan perdana pada 20 Desember lalu, dan saat ini sedang tahap persiapan uji coba (commissioning).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya