Harga Biji Kopi Anjlok

Harga biji kopi sempat menyentuh angka Rp 30.000 per kilogram sebelum kemudian turun.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jun 2019, 19:36 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2019, 19:36 WIB
Kopi Bengkulu Hadir di IMF-WB Annual Meeting
Petani kopi Bengkulu mulai merubah pola panen dengan sistem petik merah untuk menghasilkan kopi berkualitas tinggi (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Jakarta - Petani kopi mengungkapkan salah satu tantangan saat ini adalah harga kopi yang tengah anjlok. Turunnya harga biji kopi telah menggerus pendapatan petani.

Ketua Koperasi Tani Manunggal Sutarno mengatakan, saat ini, biji kopi (green bean) dijual dengan harga Rp 22.000 per kilogram. Harga ini, diakuinya turun signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Green bean (biji kopi) sekarang cuma Rp 22.000 per kilogram. Itu turun jauh," kata dia kepada Merdeka.com, di acara Penandatanganan Kerja Sama dengan CJ Indonesia, di CGV FX Sudirman, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Harga biji kopi sempat menyentuh angka Rp 30.000 per kilogram sebelum kemudian turun. Penurunan harga, lanjut dia sudah terjadi sejak 2018.

"Biasanya kemarin-kemarin green bean bisa mencapai Rp 27.000, Rp 28.000, bahkan pernah sampai Rp 30.000. (Penurunan harga) sudah dari tahun kemarin," ujarnya.

Berhadapan dengan kenyataan demikian, petani tidak bisa berbuat banyak. Sebab di satu sisi mereka tetap membutuhkan dana sehingga tetap menjual meski dengan harga rendah.

"Kita kan tahu kopi itu kan panen cuma setahun. Jadi kita harus mengatur supaya panenan itu cukup untuk setahun. Ketika harga kopi jatuh padahal kita butuh dana. Kita jual. Ya sudahlah. Makanya posisi tawar kita lemah," jelas Sutarno.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Nilai Tambah Kopi

Kepahiang Kembangkan Kopi Premium Fine Robusta
Petani kopi di Kabupaten Kepahiang Bengkulu mulai mengembangkan pola pengolahan kopi berkualitas premium (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Salah satu langkah telah dilakukan pihaknya untuk mengatasi penurunan harga kopi yakni dengan meningkatkan nilai tambah kopi dengan cara memproduksi kopi dalam bentuk bubuk. Namun produksi belum dapat dilakukan secara masif, sebab permintaan yang masih rendah.

"Kita buat dalam bentuk bubuk, kita buat kopi siap minum. Yang untuk jadi bubuk sekitar 200 kilo per hari. Kita harus lihat pasar produksi tinggi permintaan kurang tentu nanti harga jatuh," jelas dia.

Karena itu, pihak terus berupaya memperluas pasar produk bubuk kopi yang dihasilkan anggota koperasi. Salah satunya dengan menggandeng CJ Indonesia.

Beberapa poin dalam kerja sama yakni pendampingan dalam desain kemasan dan perluasan pemasaran produk kopi asal koperasinya lewat cafe Tous les Jours (TLJ) dan Cafe CGV yang dipunyai CJ Indonesia.

"Saya berharap dapat peningkatan kesejahteraan petani dapat dinaikkan. Saya harap produk ini bisa dipasarkan (lebih luas)," tandasnya.

 Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya