Liputan6.com, Jakarta - Sejak pertama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti langsung menggebrak dengan berbagai kebijakan yang tidak biasa. peneggelaman kapan pencuri ikan, pelarangan cantrang hingga pelarangan penggunakan botol plastik di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.Â
Dalam wawancara khusus dengan tim redaksi Liputan6.com, Menteri Susi bercerita, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya kelautan yang sangat besar. Namun ternyata, sumber daya tersebut tidak dapat dinikmati oleh bangsa sendiri dan justru lari ke luar negeri.Â
Oleh karena itu, ia pun membuat berbagai gebrakan dengan berbagai kebijakan. Namun ternyata, kebijakan yang ia keluarkan tak disambut baik oleh seluruh nelayan dan juga industri. Ada sebagian dari mereka yang menentangnya.Â
Advertisement
Tak ambil pusing, Menteri Susi tetap yakin untuk menjalankan kebijakan yang memiliki misi agar laut RI menjadi masa depan bangsa. Seperti apa pelaksanaan dari berbagai kebijakan dan juga cerita seru Menteri Susi memberantas kapal pencuri ikan? Berikut petikan wawancaranya:
Bisa dijelaskan kondisi nelayan dengan pengusaha perikanan di Indonesia saat ini?
Nelayan adalah pelaku usaha penangkapan ikan. Kalau dalam UU yakni kapal-kapal dengan penangkapan ikan di bawah 10 GT. Nah kalau di atas 10 GT sudah dikategorikan pengusaha, industri perikanan.
Sekarang ini sebetulnya pendapatan kapal dari 10-30 GT sudah tak bisa disebut UMKM lagi, karena pendapatan mereka ini sudah di atas Rp 5 miliar per tahun. Sementara UMKM kan di bawah Rp 50 miliar.
Apalagi izin-izin yang diurus KKP itu 30 GT ke atas, dengan mayoritas di atas 70 GT, lebih dari 50 persen itu di atas 70 GT. Jadi yang di bawah 70 GT hanya 50 persen saja.
Itu bahkan pendapatanya rata-rata minimal Rp 10 miliar. Sampai 150 GT bisa dapat 2 ton pendapatan di atas Rp 30 miliar. Mereka ini industri bukan nelayan lagi. Industri perikanan tangkap.
Nah, di KKP stakeholder ada nelayan, pengusaha perikanan tangkap, pengusaha industri pengolahan perikanan maupun perikanan budidaya atau perikanan tangkap. Lalu ada petambak garam. Industri perikanan ini macam-macam, based on value chain perikanannya beda-beda.
Baca Juga
Produk-produk ikan itu sebetulnya ada cumi, ikan, udang, kerrang, teripang, dan kepiting. Paling rendah nilainya masih dalam bentuk ikan asin aja, asem di kaleng atau naik lagi kalau dibekukan ekonominya. Beku ini ada levelnya misal cold, filet atau tempura, produk-produk nugget, snack atau di sate dibikin tepung, hamburger. Paling tinggi itu frozen on board.
Dalam 4 tahun terakhir ini ada kapal baru yang terdaftar KKP naik lebih dari 3 ribu kapal. Rata-rata kapal di atas 30Â GT sudah pakai cold storage didalamnya jadi mereka tangkap lalu pembekuannya di atas kapal. Tapi pengolahannya hanya proses pembekuan saja. Ini yang sebetulnya yang perlu kita tingkatkan.
Produk frozen on board ini kualitasnya sangat bagus dengan harganya sangat mahal. Nah, kalau mereka diproses di daratan, di pelabuhan oleh masyarakat ini menambah lapangan kerja, nambah nilai tambah ikan sendiri, meningkatkan kesejahteraan komunitas keseluruhan.
Nah karena ikan-ikan ini sekarang sudah melimpah, kapal-kapal besar sudah banyak, saya inginkan para pengusaha perikanan tangkap ini tidak hanya frozen on board, jualnya tapi juga buat pabrik-pabrik pengolahan supaya nilainya bisa ditambah dan memberikan lapangan kerja.
Oleh Karena itu saya akan kerja sama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) supaya kita tak lagi ekspor whole frozen utuhan, kalau misalnya ikan hidup atau fresh produk jadi naik lagi dari whole frozen on board itu adalah yang hidup dan yang segar. Itu langsung dan butuh angkutan udara.
Bagaimana perkembangan pemberantasan kapal pencuri ikan?
Jadi dulu itu kan kita tertibkan kan illegal fishing, kapal-kapal asing namun ternyata bukan cuman asing saja pelaku dalam negeri juga banyak. Kalau kapal asing dulu bendera RI 1 kapalnya ada 10-20, bahkan ada yang cuma beli izin bayar-bayar aja di tempat. Jadi ternyata modus ini juga sama dilakukan oleh pengusaha-pengusaha di dalam negeri.
Jadi waktu kapal asing kita tertibkan hilang, tangkapan KKP itu kapal di atas 30 GT tidak lebih dari 1300-an kapal, Sedikit sekali, aneh kan? Ternyata pas kita investigasi mereka mark down ukuran-ukuran kapal 70-100 GT dengan tulisan cuman 39 GT. Mereka ini hindari PNBP dan pajak, takut pendapatanya ketahuan.
Kedua untuk dapat Solar subsidi. Nah begitu saya jadi Menteri, subsidi Solar untuk kapal 30 GT ke atas saya stop kenapa? Mereka bukan UMKM dan bukan nelayan tapi pengusaha.
Setelah kita teliti. Nah, kita bikin pemutihan tolong lapor tidak akan denda, kan sebetulnya markdown itu kena pidana. Tapi itu bakal kena ke petugas kita juga karena mereka yang mengukur. Jadi ini kan kesalahan massal, jadi kita bereskan semua okelah pemutihan mrip-mirip tax amnesty. Tapi ternyata mereka sama saja, misalnya mereka punya 10 kapal yang ngakunya pemutihan cuma 1 kapal dulu, 9 kapal belum.
Oh ternyata Susi masih jadi menteri, karena mereka mikirnya tahun depan bakal ganti, tahun depan ada lagi kesempatan pemutihan, laporkan lagi kapalnya ada 2 kapal. Saya baru-baru ini FGD dengan Ibu Sri Mulyani sama pengusaha-pengusaha perikanan tangkap. Ada orang bilangnya urus ini itu agak lama, banyak orang 1.000 orang dalam forum itu. Saya tanya, bapak nama kapalnya apa perusahaanya apa? Mungkin 2 kapal. Dia bilang mungkin. Saya langsung bilang ke Ibu Sri Mulyani, aduh bu kalau ini sandal saya lempar ke sana. Mangkelnya setengah mati.
Kapal 20 meter x 5 meter masa dia enggak apal, gila apa? Bu Sri juga maunya hantam pakai apa itu. Saya bilang ini apa? Kita kan juga lihat laporan misalnya 150 GT laporanya cuman dapat 20 ton padahal tangkapannya 1.000 ton lebih. Kalau dihitung USD 1 saja, 1500 ton kan sudah USD 1,5 juta, it means Rp 30 miliar. ini kan termasuk IUUF. Kita kan menuju reported regulated fishing.
Produk kita di dunia sudah punya harga, prestige. AS sudah kasih pembebasan semua impor tarif produk perikanan Indonesia pada 2015. Bukan hasil perundingan bilateral tapi karena kita memerangi IUUF.
Bayangkan sebelumnya udang dan ikan kena 12-35 persen impor tarifnya. Makanya ekonomi perikanan itu langsung dapat karena ekspor ke sana Rp 2 miliaran. Itu big money tapi ada orang DPR tanya saya, itu yang dapat siapa?
Saya kesal, saya bilang ikan-ikan yang diekspor ke sana yang dapat. Ikan-ikan dapat USD 500 juta. Jadi dalam 3 tahun ini kapal baru itu 3 ribu lebih, semua sudah pakai cold storage. Kalau yang 100 GT ke atas minimal cold storage 80-100 ton. Dibagi 50:50 saja itu sudah ratusan ribu ton rantai dingin yang terbangun tahun ini.
Kenapa banyak bangun kapal? Karena ikan banyak. Stok ikan kita itu dari 2016 hasil Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) itu 12,5 juta ton naik dari 7,1 juta ton, hampir 2 kali lipat.
Sebenarnya apa dampak dari pencurian ikan ini?
Tahun 2001 itu pemerintah mengizinkan kapal asing masuk. Dulu saya tidak tahu kenapa? Saya pikir kita yang habiskan ikan itu tapi ternyata pemerintah mengizinkan itu. Dari situ stok ikan turun jauh, jumlah rumah tangga nelayan turun, eksportir tutup, nilainya miliaran dolar AS. Tapi waktu itu nobody cares karena mereka enggak paham.
BPK sendiri sudah bikin kajian kerugian negara Rp 13 triliun per tahun dari potensi yang rusak terbuang karena ikannya kecil-kecil sekali, yang diambil kan yang agak gede, nilai ekonominya.
Tapi kan misi Presiden Jokowi laut RI harus jadi masa depan bangsa maka harus ada keberlanjutan. Kapal asing sudah mulai berkurang meskipun saya lihat sudah ada modus-modus barulah, mereka keliling perbatasan Papua Nugini-Timor Leste, mereka masuk ke dalam kita akan tangkap.
Namun kalau kita tidak jaga, nangkap ikan bukan cuma dengan cantrang ikan lain banyak dari tadinya tidak ada aturan seenaknya sendiri maka playing fied economy tidak akan adanya keadilan.
Makanya pemerintah harus meregulasi yakni dengan tujuan kebaikan ekosistem ekologi yang didalamnya kebaikan-kebaikan pelaku usaha. Jadi kita tak mungkin usaha terus menerus kalau ikanya habis. Jadi keberlanjutan itu.
Â
Advertisement
Apakah benar proses perizinan di sektor kelautan dan perikanan susah?
Izin itu tidak ada yang berbelit-belit, sekarang semua sudah online. Kita mau pengusaha jujur, kapalnya ukurannya benar, laporan tangkapannya benar, GCG-nya benar. Kita itu sekarang dapat laporan indikasi 4 ribuan kapal which is more than 50 percent. Sebanyak 4 ribuan itu ternyata grup yang dimiliki 8-20 orang saja.
Ini adalah sangat tidak baik ekonomi pemerataan dan keadilan. Kenapa kita sampai kebobolan seperti ini? Karena nama di kertasnya itu ada nama supir, papa, oma, cicit, om, tante. Mereka izinya pakai calo, jadi yang akal-akalan ini kita mau betulkan.
Kita ditegur juga PDB perikanan tertinggi tapi pajaknya tidak seimbang. Kita harapkan dengan perbaikan pelaporan ternyata kemarin Ditjen Perikanan Tangkap sudah lakukan verifikasi 1.000 kapal saja tambahan tangkapanya 1 juta ton, itu kan USD 1 miliar. Jadi ekonomi yang sesungguhnya tidak kelihatan karena IUUF masih tinggi.
Pemerintah kadang-kadang buat kebijakan tidak firm sehingga mereka mencari celah, jadi ya public policy yang firm dengan tujuan kesejahteraan masyarakat agar keberlanjutan. Yang fresh itu harus ada penerbangan yang langsung-langsung dari sentra-sentra perikanan tangkap. Jadi industri sudah tumbuh luar biasa, dan itu karena unreported. Kalau reported bisa lebih tinggi sekali.
Data terbarunya bagaimana?
Nilai tukar usaha perikanan naiknya 20 persen, saya pribadi berpendapat 80 persen masih unreported. Dan business chain-nya unreported, investasi unreported. Indonesia harus perbaiki ini supaya ekonomi Indonesia kelihatan bagaimana kinclongnya.
Banyak beranggapan aturan yang ada saat ini mempersulit investasi, Bagaimana tanggapan Anda?
Penangkapan memang tidak boleh oleh asing, kita harus jaga kedaulatan laut. Masa nangkap ikan aja harus orang asing kan tidak benar. Kita juga undang mereka, Indonesia itu pasar besar. Konsumsi ikan naik sekarang sudah 50 kg hanya dalam waktu 4 tahun. 50 kg 250 juta juta orang berarti 12,5 juta ton. Kali aja Rp 14.000 per dolar AS, sudah Rp 100 triliun.
Belum ekspor yang mencapai USD 5 miliar lebih, kita di laporan pasar Eropa kita nomor 2 after China. Andai saja itu reported kita ini nomor 1. Dan 1 dari 6 tuna yang dimakan di dunia itu ya dari Indonesia, itu sudah diakui.
Terakhir adalah saya melihat kalau ini dijaga policy dipertahankan pelaku usaha juga sadar sustainability itu untuk mereka. Kalau restriction on renewable resources itu hanya more productivity. Kalau tidak dijaga maka akan habis.
Â
Soal impor garam, Anda bilang ada kebocoran?
Jadi gini saya harus bicara fakta kebutuhan garam nasional 4 juta ton lebih. Produksi dalam negeri tidak capai 2 juta ton kenapa? Padahal laut kita luas, panjang karena dari dulu kehidupan petani garam kurang support ekonomi garam itu sendiri. Garam impor itu lebih murah, bersih, bagus. Kebutuhan industri dari garam banyak makannya ada pengaturan garam industri garam konsumsi, garamnya sama. Bedanya hanya kebersihan dan kekeringanya. Namun kita harus pikir industri dalam negeri juga harus jalan makanya ada aturan dalam Undang-Undang.
KKP punya tupoksi untuk melindungi dan berdayakan petani garam. Nah kebutuhan garam impor 2015, saya mulai turun tangan karena harga garam jatuh, nelayan rugi. HVS mereka itu cuman 600-700-an, sementara pas panen garam impor masuk ada yang bocor. Pengusaha karena beli Rp 600, ritel kan Rp 1500, ya dia jualan sehingga garam petani tidak terserap ke pasar.
Sederhananya garam yang buat industri masuk ke pasar konsumen tapi selain itu ada importir juga yang nakal pengusaha yang nakal yang ini mestinya tidak boleh ada demi keberlanjutan ekonomi RI ke depan. Pengusaha ini yang butuh buat industri ya silahkan tapi jangan sampai dijual ke pasar karena fakta tak bisa dicegah. Petani tak kuasai logistik pemasaran. Otomatis garam petani tak terserap.
Nah, kita dan PT Garam di sini untuk menjadi balancer, garam konsumsi itu yang boleh impor karena jumlah dalam negeri belum mencukupi tapi dibatasi. Selama ini impor 2.1 juta ton sampai 2,7 juta ton. Kemarin itu saya melihat impornya terlalu banyak 3,7 juta ton. Mungkin itu penyebab penuhnya garam di pasar sehingga garam petani tidak terserap.
Tapi saya akan konsolidasi dengan PT Garam untuk beli garam petani dengan harga Rp 600- Rp 700 kalau bisa sih Rp 1000. Sebetulnya pada 2015-2017 waktu kita atur sedikit intervensi jumlah impor itu harga di petani bisa mencapai Rp 2.500. Namun sekarang KKP tak punya kewenangan untuk kawasan industri.
It’s okay tapi pelaku importir garam industri ini membocorkan ke pasar, ini yang harus aparat segera tindak. Seperti nelayan jumlahnya turun karena mereka kalah tak punya ikan lagi ditangkap.
Petani garam ini mau kerja apa? Karena menambang garam adalah pekerjaan very-very basic kemampuan mereka juga namanya petani. Kita akan pindahkan kemana, ini pemikiran.
Himbauan saya aparat turut tangan tertibkan kobocoran, kedua sebagai sesama bangsa Indonesia pengusaha mbok ya keserakahan itu jangan kelewatan supaya petani garam bisa hidup.
Â
Advertisement
Sudah ada 516 kapal ditenggelamkan, apa dampaknya saat ini?
Tidak ada protes dari negara luar, malu juga mereka masa negara mau belain pencuri. Impact significant ya. Satu untuk kedaualatan martabat negara, saat ini Indonesia very respectful country dalam hal jaga sumber daya perikanan lautnya. Kalau ikan-ikan ini keluar kan banyak elit not very constructive dengan apa yang kita lakukan. Tidak semua ikan migratory. Ini ngomong sama negara tetangga kita, kan ikan berenang, migran tunggu aja berenang ke negara lo.
Kalau kita jaga laut kita maka semua nelayan kebagian. Dulu ini mimpi, jangankan dapat ikan 70 kg, untuk 1 kg saja mimpi. Kesejahyeraan nelayan naik, nilai tukar nelayan naik. Pantura belum bisa naik karena ada cantrang. Negara mengatur demi keberlanjutan sesuai misi visi presiden karna law renewable resources, kedua it’s a free zone.
Pemerataan lebih mudah diterapkan kalau kita bisa adjust policy. Nilai ekonomi tak boleh diukur perorangan. Ini untuk nambah lapangan kerja, jadi perikanan harus jadi new profession field, ini bonus demografi mau dibawa kemana?
Usia produktif masa enggak dimanfaatin. Sekarang nelayan-nelayan di bawah 10 GT dapat asuransi, di-cover. Dengan premi cuman Rp 175 ribu per tahun tercover Rp 160 juta kalo mati di darat, di laut Rp 200 juta. You kerja di perusahaan belum tentu dapat keuntungan seperti itu.
Kebijakan Anda seperti cantrang, pelarangan ini itu, banyak protes, Anda takut tidak dengan orang-orang di balik itu?
Saya takut kalau salah, saya pikir apa yang saya lakukan itu benar. Waktu kita mau tenggelamkan, kita baik-baik kok, kita panggil dubesnya bahwa kita ada undang-undang begini begitu. Kalau salah saya takut. Yang saya lakukan adalah hal biasa dalam posisi saya sebagai Menteri. That’s what we have to do.
Â
5 tahun memimpin KKP, apa PR yang masih tersisa?
Yang sudah direncanakan dan dibicarakan presiden belum selesai itu adalah restrukturisasi organisasi KKP. Baru penggabungan dua dirjen jadi satu. Golden handshake itu diperbaiki, kurangi jumlah PNS karena dengan kemajuan PNS kan memang harus dikurangi. Kemudian rekrut yang cumlaude-cumlaude refresh better quality SDM di KKP supaya lebih baik, restrukturisasi organisasi itu dalam internal KKP.
Perikanan tangkap tata kelola masih harus dibenahi, perizinan, alokasi. Jangan sampai laut RI dikuasai 10 ribu kapal tapi orang-orangnya itu-itu aja. Jangan sampai destructive fishing hancurkan terumbu karang.
Tata kelola konsensi, keberlanjutan, kemudian pemerataan dan konservasi wilayah perairan yang memang sudah dialokasikan negara untuk komitmenya kepada BB akan banyak 20 juta hektare. Bangun SDM, poltek-poltek tambahan, karena itu sumber pekerjaan baru.
Apakah Anda sudah mendapat tawaran dari Presiden untuk menjabat kembali sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan?
Belum itu urusan Pak Presiden. Itu sudah jelas undang-undang Hak Prerogatif Presiden. Nanti kita ngobrolah. Saya tanya Pak Presiden lagi. Saya tak mau berspekulasi berandai-andai. Kementerian berbeda. Itu hak perogratif Pak Presiden. Sampai sekarang belum ada perbincangan dengan Presiden.
Advertisement