Sri Mulyani: Rupiah Menguat 2,3 Persen di Semester I 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami tekanan namun kondisi rupiah tetap stabil dan terjaga.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2019, 16:40 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2019, 16:40 WIB
20161109- Donald Trump Unggul Rupiah Terpuruk-Jakarta-Angga Yuniar
Rupiah pada saat istirahat siang ini tercatat melemah sebesar 162 poin atau turun tajam 1,24 persen ke kisaran Rp 13.246 per dolar AS, Jakarta, Rabu (9/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan nilai tukar rupiah mengalami penguatan sepanjang semester I 2019. Hal itu dia sampaikan dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Selasa (16/7).

Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami tekanan khususnya dari faktor eksternal. Namun di tengah kondisi tersebut kondisi rupiah tetap stabil dan terjaga.

"Untuk nilai tukar, terjadi penguatan dibanding dengan asumsi pada semester I, nilainya sebesar Rp 14.197 per USD atau mengalami penguatan sebesar 2,3 persen year on year," kata Sri Mulyani.

Sebagai informasi, nilai tukar rupiah yang diasumsikan oleh pemerintah adalah kisaran Rp 15.000 per USD. Artinya pergerakan nilai tukar rupiah sejauh ini masih cukup kuat dengan melihat rata-rata nilai tukar pada level 14.197.

Sri Mulyani menyebutkan rupiah terbilang menguat dengan tren yang sama dengan mata uang emerging market atau negara berkembang lainnya.

"Nilai tukar kita dibandingkan negara emerging lainnya juga alami penguatan 2,3 persen yang relatif sama trennya dengan dunia internasional kecuali beberapa emerging country yang sedang hadapi persoalan dalam negeri seperti Turki dan Argentina," tutupnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sri Mulyani Siap Penuhi Janji Jokowi Soal Penurunan Pajak Perusahaan

Rapat Kerja
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (17/6/2019). Raker itu membahas mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan segera mengkaji rencana penurunan pajak terutama pajak penghasilan (PPh) badan atau perusahaan yang saat ini berada pada besaran 25 persen.

Menurutnya, ini merupakan salah satu janji Presiden Jokowi dalam lima tahun mendatang.

"Untuk lima tahun ke depan sesuai arahan Bapak Presiden tentu beberapa yang sifatnya headline yaitu bagaimana mengubah peraturan perpajakan yang sesuai dengan aspirasi dan juga janji yang disampaikan bapak presiden, aspirasi dari dunia usaha dan janji bapak presiden," ujarnya di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (15/7/2019). 

Terkait penurunan pajak, Sri Mulyani mengatakan, saat sedang masuk dalam tahap kajian rancangan undang-undang (RUU). RUU tersebut nantinya akan dibahas kembali bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pelaku usaha dan masyarakat.

"Pertama, penurunan tarif. Kita sedang membuat RUU-nya dan nanti kita akan konsultasi dengan masyarakat termasuk dunia usaha dan kita harapkan akan bisa disampaikan Presiden pada bulan mendatang. Tentu kita akan konsultasi proses politiknya dan seluruh parpol untuk mengantisipasi suatu inisiatif ruu perpajakan," jelasnya.


Pajak E-Commerce

e-Commerce
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Tidak hanya PPh Badan pemerintah juga akan terus fokus menarik pajak dari ekonomi digital atau e-commerce. Sehingga ke depan, ada kesetaraan perpajakan antara konvensional dan digital.

"Ini tidak hanya tarif tapi kita juga akan mengadress isu-isu selama ini yang dekat dengan masyarakat, termasuk ekonomi digital di situ. Kita akan melihat dari sisi PPN dan dari sisi tatakelola bagaimana kita mengelola perpajakan secara lebih kredibel dan dipercaya," jelasnya.

Meski demikian, rencana-rencana tersebut tetap akan mempertimbangkan keuangan negara. Bendahara negara akan terus memantau bagaimana dampak kebijakan tersebut terhadap kondisi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun berjalan.

"Ini yang sedang kita siapkan, kita tentu terus mendapatkan arahan dari Bapak Presiden sekaligus juga kita mengelola APBNnya. Karena setiap perubahan pajak pasti mempengaruhi APBN secara langsung. Jadi kita harus mendesign APBN tahun 2020 dan seterusnya dengan antisipasi reform tersebut," tandasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya