Jokowi Dikritik Ekonom, Sri Mulyani Beri Pembelaan

Mendapat kritikan dari ekonom, Sri Mulyani mengatakan, Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap negara lain.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2019, 13:30 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2019, 13:30 WIB
Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberi keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri acara kajian tengah tahun Institute of Economic and Finance (Indef) 2019. Acara tersebut mengangkat tema Tantangan Investasi di Tengah Kecamuk Perang Dagang.

Sebelum Sri Mulyani memberikan paparan, Direktur Program Indef Esther Sri Astuti terlebih dulu memberikan sambutan terkait kondisi ekonomi terkini. Salah satunya menyinggung kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai selalu bergantung kepada negara lain.

Kondisi ini menurutnya, rentan membuat Indonesia mudah terguncang ketika suatu kebijakan barlaku di negara lain maka dampaknya langsung menyasar ekonomi dalam negeri. Selain itu, Ester juga menilai kepemimpinan Presiden Jokowi tidak diperhitungkan oleh negara lain di dunia.

"Presiden Jokowi kami nilai seakan-akan kita bergantung dalam pemimpin-pemimpin dunia. Kami mempertanyakan kenapa harus bergantung. Biarlah winter melanda ekonomi dunia tapi kita tidak punya winter. Meski kita dianggap sebagai negara kecil yang kurang diperhitungkan," ujar Ester di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Mendapat kritikan tersebut, Sri Mulyani mengatakan, Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap negara lain. Dia menegaskan seluruh negara di dunia saling ketergantungan baik dari sisi hubungan bilateral maupun hubungan dalam menciptakan perdamaian dunia.

"Catatan dari pendapatnya Bu Ester tadi adalah mengenai ketidaktergantungan Indonesia atau janganlah kita tergantung terhadap negara lain. Saya rasa semangat nasionalisme itu sangat benar namun penerjemahannya di dalam kebijakan dan interaksi global menurut saya agak kurang tepat, karena bagaimanapun semua negara di dunia itu saling tergantung," kata Sri Mulyani.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perdamaian Dunia

Sri Mulyani dan Bos IMF Bahas Pemberdayan Perempuan di Dunia Kerja
Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Managing Director IMF Christine Lagarde saat menjadi pembicara dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali, Selasa (9/10). Pertemuan bertema 'Empowering Women In The Workplace'. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia sendiri, kata Sri Mulyani, sejak berdiri dan di dalam undang-undang Dasar 1945 sudah menegaskan bahwa negara harus berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Artinya, Indonesia memiliki keterikatan dengan negara lain untuk mewujudkan hal ini.

"Kita sharing satu dunia yang sama, bumi yang sama, jadi globalisasi dan saling membutuhkan itu adalah suatu keniscayaan. Karena waktu Indonesia didirikan pun kita punya ambisi untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kesejahteraan kedamaian, menciptakan ketertiban dunia, berdasarkan perdamaian abadi. Itu saja sudah menggambarkan bahwa kita itu memiliki cita-cita yang besar," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga membantah kepemimpinan Presiden Jokowi terlihat 'kecil' di mata pemimpin dunia. Sebagai salah satu contoh, Indonesia sangat dihargai dalam pertemuan G-20 dan ikut mengambil keputusan-keputusan penting untuk menjaga ekonomi dunia.

"Tadi juga mengatakan seolah-olah Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara kecil yang diremehkan dunia. Itu juga perlu dikoreksi karena di dalam banyak hal Indonesia sebagai negara G-20 kita bisa secara cukup influential berperan mendukung pengambilan kebijakan. Jadi Mungkin saya nanti Indef kita boleh bertukar pikiran seperti kata Pak Didik we are talking about policy and the nature of Indonesia. Dan kita boleh bicara tentang banyak hal tapi tidak personalize dan tidak boleh berdasarkan landasan pada kebencian atau hate," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya