Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II akan naik secara efektif pada 1 Januari 2020. Masing-masing kelas ini akan naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu dan Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.
"Yang kelas I dan kelas II, 1 Januari 2020 jadi Rp160.000 dan Rp110.000, sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujar Mardiasmo usai menghadiri rapat kerja dengan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Mardiasmo mengatakan, kenaikan tersebut tinggal menunggu persetujuan Presiden Jokowi melalui penerbitan Peraturan Presiden (PP). Aturan baru tersebut direncanakan rampung dalam waktu dekat.
Advertisement
"Ini kan kelas I Rp160.000, kan yang sekarang (kenaikan ditolak DPR) PBI kelas III. (Naiknya untuk kelas I dan II) nunggu perpres dulu ya. Kita menutup defisit dengan cara menyesuaikan iuran," jelasnya.
Mardiasmo melanjutkan, kenaikan BPJS Kesehatan bakal mampu menambal defisit yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Dia juga menegaskan, defisit tidak bisa ditutupi jika hanya menaikkan iuran kelas III atau PBI.
"Tidak cukup menaikkan iuran PBI saja. Kelas I dan II juga harus dinaikkan. Yang kaya, bantu miskin. Yang sehat, bantu sakit. Itu kan untuk sosial. Kalau dihitung-hitung 2020 sudah tidak terlalu besar defisit," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPJS Kesehatan Defisit Terus, Ini Sebabnya
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris membeberkan penyebab perusahaannya terus mengalami defisit setiap tahun. Pertama, tingkat penggunaan layanan (utilisasi) BPJS Kesehatan yang kian meningkat setiap tahun.
"Tentu semua pihak bertanya menyapa setiap tahun defisit ini semakin lebar, ini tentu sangat terkait dengan pertama akses semakin baik jadi rate utilisasi. Dulu kita punya data saat awal program kerja berjalan untuk masyarakat miskin tidak mampu ratenya sangat kecil, sekarang sudah mendekati rate rata-rata," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Faktor kedua penyebab defisit bengkak kata Fahmi adalah, fasilitas kesehatan (faskes) yang semakin banyak. Kemudian juga ditemukan semakin banyak penyakit yang harus ditanggung menggunakan BPJS Kesehatan.
"Kedua, jadi akses semakin baik, faskes semakin bertambah, masyarakat semakin sadar, kemudian juga pola epitimologi penduduk Indonesia di mana penyakitnya endotrophic dominan pola pembiayaan selama ini," jelasnya.
Advertisement
Faktor Selanjutnya
Sementara itu, faktor ketiga adalah jumlah pembayaran oleh masyarakat per bulan yang masih di bawah iuran manfaat yang diterima. Hal tersebut merupakan salah satu kajian dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
"Khusus dari DJSN cost per member, per orang per bulan, kalau dipukul rata-rata memang semakin ke sini semakin lebar perbedaannya dengan premi per member per bulan, inilah situasi utamanya," jelasnya.
Untuk itu, dalam rangka menanggulangi kenaikan defisit setiap tahun maka BPJS Kesehatan akan terus melakukan berbagai bauran kebijakan. "Kebijakan sejak awal tahun 2019 itu sudah dijalankan, tapi sampai hari ini kami tetap terus berproses untuk mempercepat bauran kebijakan untuk dijalankan," tandasnya.