Liputan6.com, Jakarta Perkembangan Ekonomi digital dalam bentuk financial technology (fintech) menjadi penyokong perekonomian dunia, melalui mekanisme penciptaan pekerjaan baru (job creation) di masa mendatang. Hingga 2016, ekonomi digital berkontribusi sekitar 22 persen terhadap perekonomian global.
"Fintech, adalah job masa depan. Di dalam era digital ini, pekerjaan akan cepat sekali berubah. Ada yang tinggal dan tidak muncul lagi, ada yang baru, dan ada yang muncul lagi. Nah fintech adalah job masa depan yang terus diciptakan," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Dhanapala, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Perekonomian digital di Indonesia berkembang pesat, seperti tercermin dari jumlah pengguna smartphone dan internet yang semakin banyak dari tahun ke tahun. Pada 2018, pengguna smartphone sudah mencapai 133 persen dari populasi, dan pengguna internet sudah mencapai 56 persen dari populasi.
Advertisement
"Hal ini menunjang perkembangan dari ekonomi digital di nusantara ini. Ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan meningkat pesat pada 2025 di mana nilai pasarnya akan mencapai USD 100 miliar," jelas Menko Darmin.
Dalam industri keuangan, adopsi teknologi terjadi begitu masif sehingga dapat mengubah cara masyarakat mengakses layanan keuangan. Pada ujungnya, dengan beragamnya produk dan layanan fintech diharapkan dapat mempercepat terwujudnya inklusi keuangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perkembangan Pesat
Perkembangan fintech di Indonesia sendiri sangat pesat dalam beberapa tahun ini, khususnya fintech pembayaran dan pinjaman (lending). Dari data statistik OJK, sampai Juni 2019 terdapat 113 fintech lending terdaftar. Angka ini meningkat dari 87 fintech lending di akhir 2018. Sedangkan, data BI menunjukkan terdaftar 58 fintech pembayaran di Agustus 2019, dibandingkan hanya 45 fintech pembayaran di Desember 2018.
Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat besar di Indonesia, maka itu kebutuhan mereka akan adanya layanan fintech keuangan khususnya lending masih tinggi pula. Berdasarkan studi oleh PWC (2019) tentang fintech lending, disimpulkan bahwa akumulasi pinjaman dari fintech lending mencapai lebih dari Rp200 triliun di akhir 2020.
“Kantor Kemenko Perekonomian menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), untuk itu (saya sarankan) paling mudah untuk startup (fintech) masuk ke sana, kemudian bisa diorganisir petani atau peternaknya dalam penyaluran KUR tersebut. Di sini tingkat survival-nya tinggi, daripada masuk ke bidang lain,” ungkap Menko Darmin.
Advertisement
Tantangan
Perkembangan fintech ke depannya, tentunya tidak bisa lepas dari beberapa tantangan, seperti fenomena winner takes all seperti yang terjadi pada perkembangan e-commerce sejauh ini, adanya kemungkinan penyalahgunaan data pribadi pengguna layanan, serta risiko pencucian uang.
“Jadi, diperlukan ekosistem yang baik antara lembaga keuangan dan regulator. Dalam hal ini, regulator harus memahami lansekap, ekosistem, dan dinamika industri fintech terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan kebijakan dan peraturan,” imbuh Menko Darmin.
Regulator, lanjut Menko Darmin, juga harus menjalankan risk management yang bagus guna memberikan ruang bagi perusahaan fintech untuk berinovasi. “Di sini risk management sebaiknya tidak terlalu longgar ataupun ketat, sehingga inovasi tetap akan berjalan,” tuturnya.
Menko Perekonomian pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus mendorong tumbuhnya potensi fintech di Indonesia sesuai perannya masing-masing. Yaitu, bagi inovator, termasuk startup, diharapkan fokus pada kebutuhan pengguna layanan, sehingga dapat mengembangkan potensi yang belum tersentuk sebelumnya.
"Kemudian, untuk bank dan lembaga keuangan non-bank (LKNB) dapat menjadi lokomotif industri yang mendorong tumbuhnya layanan keuangan baru berbasis teknologi. Dan, pemerintah juga regulator harus beradaptasi terhadap tren teknologi dan model bisnis terbaru yang dapat meningkatkan kualitas layanan keuangan di Indonesia," tandasnya.