Liputan6.com, Jakarta Alokasi pupuk bersubsidi akan berkurang menjadi 7,9 ton pada 2020. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menerapkan program e-RDKK dan kartu tani yang diyakini dapat menekan penyalahgunaan pupuk bersubsidi.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy mengatakan, dengan berkurangnya alokasi pupuk bersubsdi, maka harus direncanakan dengan baik terkait penyaluran atau pendistribusiannya.
Advertisement
“Dengan adanya kartu tani aman karena petani langsung dapat jenis barangnya (pupuk). Dari sisi jenis, masuk. Dari sisi keamanan, masuk. Dari ketepatan sasaran, juga masuk. Waktu, juga masuk. Jangan sampai kios-kios dengan adanya kartu tani takut ketika menebus, barangnya tidak ada,” kata Sarwo Edhy usai membuka pertemuan Perencanaan Kebutuhan Pupuk Berbasis e-RDKK Untuk Mendukung Percepatan Implementasi Kartu Tani di Hotel Golden Tulip, Banjarmasin, Selasa (17/9).
Melalui program tersebut, lanjut Sarwo Edhy, petani membayar pupuk subsidi melalui bank, sesuai dengan kuota dan harga pupuk subsidi.
“Apa kewajiban bank? Mereka menyediakan EDC (electronic data capture) dan kartu taninya. Itu yang mengadakan bank. Nanti EDC dibagikan ke kios-kios untuk alat geseknya. Masing-masing rumah tangga tani diberikan kartu taninya,” ungkap Sarwo.
Sarwo mengatakan, alokasi pupuk pengguna kartu tani berdasarkan rencana daftar kebutuhan kelompok (RDKK) yang disusun petani anggota kelompok tani. Kemudian, RDKK diketahui oleh penyuluh dan disahkan oleh desa.
“Di situ nanti ada surat tanahnya, ada luasannya, ada KTP (kartu tanda penduduk) nomor induk kependudukan. Kalau petani-petani yang tidak punya KTP tidak bisa mengikuti porgram pupuk bersubsidi dan tidak mendapat kartu tani,” katanya.
Sarwo Edhy menambahkan, untuk proses e-RDKK, hampir semua daerah menyelesaikannya. Untuk saat ini, kebutuhan pupuk subsidi untuk 2020 tercatat 7,9 juta hektare berdasarkan e-RDKK.
"Namun bila nanti ada kekurangan akan ditambah anggarannya. Nanti setelah diaudit BPK bila ternyata ada kekurangan akan dibayar pemerintah," kata Sarwo Edhy.
Sementara, untuk kartu tani, dari data petani yang diajukan semua provinsi ada 16 juta orang, yang masuk e-RDKK tercatat ada 10 juta petani. Saat ini terealisasi 6 juta kartu tani yang disebarkan.
"Saat ini sudah dibagikan 6 juta kartu tani. Sebagian besar ada di pulau Jawa. Yang sudah ada kuotanya ada sekitar 4 juta kartu," tambah Sarwo Edhy.
Persyaratan utama mendapatkan kartu tani adalah petani harus tergabung dalam kelompok tani. Kemudian, petani mengumpulkan fotokopi e-KTP dan Tanda Kepemilikan Tanah bukti setoran pajak tanah, bukti sewa, atau anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
"Verifikasi data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sekarang diarahkan ke e-RDKK. Kemudian Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) melakukan pendataan dan verifikasi data ke lapangan (NIK, luas lahan, komoditas dan jenis pupuk) yang kemudian PPL mengunggah data petani ke dalam Sistem Informasi Pertanian Indonesia (SINPI)," papar Sarwo Edhy.
Selanjutnya, dilakukan upload data RDKK atau upload alokasi pupuk bersubsidi. Petani pun harus hadir ke bank yang ditunjuk, BRI, Mandiri Unit Desa, atau tempat yang telah ditentukan agar kartu tani terbit.
"Dalam proses ini petani menunjukkan KTP asli dan menyebutkan nama Ibu Kandung. Kemudian petugas melakukan pengecekan ke server bank dilanjutkan proses pembuatan buku tabungan," jelasnya.
(*)