Negosiasi Batas Maritim dengan Negara Tetangga Butuh Ratusan Tahun

Penentuan batas maritim membutuhkan waktu yang puluhan hingga ratusan tahun.

oleh Athika Rahma diperbarui 08 Okt 2019, 12:39 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2019, 12:39 WIB
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)

Liputan6.com, Jakarta - Plt Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) Agung Kuswandono menyatakan, penentuan batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga harus segera dilakukan.

Pasalnya, bukan hanya sektor ekonomi saja yang terdampak, tapi juga kedaulatan dan ketahanan negara. Namun, penentuan batas maritim juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Negosiasi batas maritim itu, kan, lama sekali, puluhan bahkan ada yang sampai 300 tahun. Jadi, target selesainya belum bisa ditentukan," ungkap Agung di Jakarta, Selasa (08/10/2019).

Hingga saat ini, tercatat ada 18 perjanjian maritim yang berhasil diselesaikan oleh Indonesia. Penentuan batas maritim dengan 9 negara tetangga masih dalam proses.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Undip, Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A, dalam waktu dekat, perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan Vietnam diperkirakan bisa segera selesai.

"Sudah ada garis profesionalnya dan sudah dirundingkan, seharusnya bisa segera selesai," ungkapnya.

Eddy juga menyatakan ada faktor hukum (legal) dan di luar hukum (beyond legal) dalam menentukan klaim batas maritim negara, baik landasan teritorial, landasan kontinental maupun ZEE.

"Secara hukum tentu mengacu pada hukum UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea), tapi beyond legal itu ada yang harus dipertimbangkan, seperti hubungan bilateral antar negara, kepentingan politik dan lainnya," tutur Eddy.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kemenhub Ajak Perempuan Indonesia Terjun Ke Sektor Maritim

Aksi Pita Hitam Taruna STIP Untuk Dimas Dikita Handoko
Peristiwa kekerasan yang terjadi di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) menyisakan duka bagi seluruh taruna (Liputan6.com/Johan Tallo).

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengajak kaum perempuan di Indonesia untuk berkiprah pada sektor maritim. Saat ini, perempuan yang berprofesi di bidang kelautan Indonesia sangat minim, jumlahnya bahkan kurang dari 2 juta orang.

Dirjen Perhubungan Agus H Purnomo mengungkapkan Hari Maritim Sedunia atau World Maritime Day tahun ini pun mengangkat tema tersebut, yaitu "Empowering Women in Maritime Community" yang jatuh pada tanggal 26 September.

Sebagai poros maritim dunia, Indonesia butuh banyak perempuan yang berprofesi di bidang kelautan.

"Karena laut sejatinya bukan hanya milik kaum lelaki. Perempuan juga bisa berperan penting di industri kemaritiman sehingga perlu ditingkatkan guna mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia," kata dia, dalam acara kampanye keselamatan, di Labuan Bajo, Jumat (20/9/2019).

Upaya pemerintah Indonesia untuk melaksanakan kesetaraan gender ini telah lama dilakukan. Buktinya, sudah banyak perempuan yang berprofesi sebagai pelaut di kapal-kapal swasta maupun kapal negara.

Pimpinan Perempuan

Pelabuhan Kalianget
Suasana di pelabuhan Kalianget nampak sepi setelah KSOP keluarkan larangan berlayar. (Liputan6/Musthofa Aldo)

Pimpinan-pimpinan organisasi dan perusahaan yang bergerak di sektor maritim juga sudah lama tidak lagi membedakan gender.

Misalnya, Ketua INSA, beberapa Kepala UPT Ditjen Perhubungan Laut dan jabatan strategis lainnya telah dijabat kaum perempuan.

Menurut dia, Indonesia terus melakukan berbagai upaya peningkatan peran perempuan di dunia maritim.

"Antara lain dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada para perempuan yang bekerja di sektor maritim untuk berpartisipasi di berbagai kegiatan kemaritiman baik secara nasional maupun internasional," ujarnya.

Kemudian mempromosikan para SDM perempuan untuk menduduki jabatan yang strategis sesuai dengan kompetensinya serta meningkatkan kompetensi SDM perempuan di sektor maritim melalui program capacity-building baik secara nasional maupun partnership dengan negara-negara lain.

"Dengan penguatan peran perempuan di komunitas maritim diharapkan di masa yang akan datang tidak ada lagi dominasi gender dalam bidang kerja di semua lini dalam sektor maritim," dia menandaskan.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya