Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) berkomitmen meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Caranya, dengan memproduksi bahan bakar ramah lingkungan melalui mengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN).
Direktur Pengolahan Pertamina Budi Santoso Syarif mengatakan, pengembangan BBN merupakan terobosan perusahaan dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Upaya ini demi mencapai target porsi EBT dalam bauran energi yang ditetapkan pemerintah sebesar 23 persen pada 2025.
“Sejak tahun 2016, Pertamina telah memproduksi Bahan Bakar Nabati B20 baik untuk PSO maupun Non-PSO," kata Budi,di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Pengembangan BBN juga bertujuan untuk mendukung program pemerintah untuk mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Langkah yang dilakukan berupa mandatori pencampuran 20 persen Fatty Acid Methyl Ester (Fame) yang berbahan baku minyak kelapa sawit dengan solar (B20).
Dari program B20 yang dijalankan Pertamina terbukti telah membantu menghemat devisa. Pada 2018 tercatat Rp 28,4 triliun dan tahun ini ditargetkan mencapai USD 3 miliar.
"Dikembangkan secara luas sejalan dengan mandatori perluasan B20 oleh Pemerintah pada 1 September 2019,” tutur Budi.
B30
Menurut Budi, setelah sukses dengan B20, Pertamina sudah siap mendukung kebijakan pemerintah meningkatkan campuran Fame pada solar menjadi 30 persen (B30) pada 2020.
"Pertamina mendukung penuh Program Pemerintah untuk menerapkan B30 yang akan dijalankan mulai Januari 2020,” imbuh Budi.
Sejak 2016 hingga September 2019, Pertamina telah mendistribusikan B20 sebanyak 61,48 juta Kilo Liter (KL) dengan total FAME yang diserap mencapai 13,71 juta KL.
Pada 2018 penyerapan FAME mencapai 3,2 juta KL, sementara hingga September 2019 penyerapan FAME telah mencapai 4,02 juta KL atau 67 persen dari target penyaluran pada 2019.
“Sejalan dengan program perluasan penggunaan B20, penyerapan FAME dalam 2 tahun terakhir menunjukkan peningkatan signifikan. Pertamina terus memperluas pasokan B20 tidak hanya untuk kendaraan bermotor tetapi juga untuk kebutuhan industri,” terang Budi.
Advertisement
Uji Coba Biorefinery
Untuk meningkatkan kemandirian energi, Pertamina juga telah melakukan uji coba Biorefinery pertama di Indonesia melalui metode Co-Processing pada kilang Dumai dan Plaju.
Keberhasilan dalam ujicoba penerapan teknologi ini, menjadikan Pertamina siap mengembangkan bahan bakar nabati dengan bahan baku minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO).
Pertamina juga siap mengadopsi teknologi Standalone untuk pengolahan CPO menjadi bahan bakar nabati.
“Program Green Refinery ini ditargetkan tuntas pada tahun 2024, sehingga kita akan memasuki era baru menuju Indonesia hijau,” tandasnya.