Perda yang Hambat Pertumbuhan Ekonomi Bakal Dikaji

KPPOD menemukan sebanyak 347 Perda dinyatakan bermasalah dari 1.109 perda yang dikaji.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 30 Nov 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2019, 11:00 WIB
Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan kajian di enam daerah yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sidoarjo.

Kajian yang dilakukan fokus pada peraturan daerah terutama soal investasi dan kegiatan berusaha seperti Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Perda Pajak dan Retribusi, Perizinan dan Ketenagakerjaan.

Pada studi tersebut, KPPOD juga menemukan sebanyak 347 Perda dinyatakan bermasalah dari 1.109 perda yang dikaji. Ratusan perda bermasalah ini diduga menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan investasi di daerah.

Menanggapi persoalan Perda bermasalah, Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo menegaskan, apabila terdapat Perda yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan klarifikasi.

“Sekiranya ada perda, contohnya perda KTR yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan kajian (klarifikasi) untuk memastikan bahwa materi muatan yang terkandung didalamnya tidak sesuai dengan perundang-undangan yang lebih tinggi,” ungkap Sukoyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (30/11/2019).

Sukoyo menjelaskan, kewenangan pembatalan sudah tidak dimiliki oleh Kemendagri. Oleh karena itu DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislatif review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda.

“Perlu melakukan penyisiran kembali terhadap materi muatan perda KTR dan perda lain yang tidak ramah dengan investasi,” jelas Sukoyo.

Berdasarkan ketentuan Permendagri 120 Tahun 2018 dalam hal ini Dirjen Otda mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Raperkada) provinsi melalui fasilitasi atau pengkajian dan verifikasi.

“Terkait Perda provinsi yang telah diundangkan dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” jelas Sukoyo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perda Tak Komprehensif

Angkutan Umum Tua Tak Boleh Jalan di Jakarta
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2014, semua angkutan umum harus memenuhi kelayakan dengan umur kendaraan maksimal 10 tahun, Jakarta, Senin (17/11/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pokok Perda dinyatakan bermasalah.

“Pertama karena proses pembentukan Perda minim partisipasi publik. Kedua dari segi muatan regulasi yang menimbulkan dampak ekonomi negatif seperti biaya produksi dan ketiga penanganan Perda oleh Kementerian Dalam Negeri yang dinilai belum optimal karena tidak adanya alat yang ditetapkan Pemerintah pusat untuk menyusun Perda,” jelas Endi Jaweng.

Di sisi lain, kata Endi, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan sering kali membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah.

Saat ini terdapat peraturan yang saling bertentangan di level pusat, baik antara undang-undang dan regulasi turunannya maupun antar regulasi sektoral.

“Hal yang sama terjadi di daerah, dimana sering terjadi kontradiktif dengan regulasi Pemerintah pusat. Kondisi ini pada akhirnya memberikan dampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.

Endi menjelaskan, kesalahpahaman Pemda dalam menafsirkan regulasi nasional membuat banyak Perda yang inkonsisten dengan peraturan nasional.

Untuk itu KPPOD memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah pusat, salah satunya penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu yang tercantum dalam berbagai UU ke dalam satu UU melalui Omnibus Law.

“Pemerintah Daerah perlu memperbaiki ekosistem kerja dan komitmen politik regulator terkait seperti kepala daerah dan DPRD. Selain itu, rekrutmen dan peningkatan kapasitas SDM aparatur berdasarkan sistem merit,” kata Endi Jaweng.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya