WTO: Virus Corona Kian Memperlambat Pertumbuhan Ekonomi Global

WTO mencatat, volume perdagangan dunia turun 0,2 persen pada kuartal ketiga tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

oleh Nurmayanti diperbarui 18 Feb 2020, 13:07 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2020, 13:07 WIB
Kantor WTO di Jenewa, Swiss.
Kantor WTO di Jenewa, Swiss. (Source: AFP)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memprediksi perdagangan global tetap melemah dalam beberapa bulan mendatang. Penyebabnya masih terkait gangguan wabah Virus Corona yang bermula dari Wuhan, China.

Wabah ini menghambat pergerakan perdagangan internasional yang sebelumnya telah diperlambat perang tarif dagang antara Amerika dan China dan memunculkan ketidakpastian, melansir laman LAtimes, Selasa (18/2/2020).

"Pelambatan (ekonomi) dapat berjalan lebih lanjut...oleh ancaman kesehatan global dan perkembangan terbaru lainnya dalam beberapa bulan pertama tahun ini, yang belum diperhitungkan dalam data historis," mengutip laporan WTO.

WTO mencatat, volume perdagangan dunia turun 0,2 persen pada kuartal ketiga tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dikatakan, pertumbuhan perdagangan secara tahun-ke-tahun bisa kembali turun pada kuartal pertama 2020. "Meskipun statistik resmi untuk mengkonfirmasi ini baru terbit pada bulan Juni," ungkap dia.

Penurunan perdagangan dalam beberapa bulan terakhir, masih terkait dengan penurunan pengiriman peti kemas, komoditas pertanian, dan kenaikan level indeks produk otomotif.

Sementara untuk pesanan ekspor, angkutan udara dan komponen elektronik, meskipun berada di bawah garis dasar, masih terlihat stabil.  "Dan biasanya diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang," menurut laporan WTO.

WTO mengatakan, setiap komponen dari Barometer Perdagangan Barang dunia akan dipengaruhi dampak ekonomi dari wabah Virus yang disebut COVID-19. "Serta efektivitas upaya untuk mengobati  penyakit ini," kata organisasi itu.

Pada bulan lalu, AS dan China menandatangani kesepakatan guna meredam tensi perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut. Meski tetap mempertahankan pengenaan tarif untuk barang satu sama lain.

Sementara itu, AS dan Uni Eropa, sedang mencoba untuk menuntaskan perjanjian perdagangan lintas batas tahun ini.

Saksikan video di bawah ini:

Cegah Virus Corona Menyebar, China Musnahkan hingga Cuci Uang Tunai

Ilustrasi mata uang yuan (iStock)
Ilustrasi mata uang yuan (iStock)

Virus Corona sudah membuat mobilitas masyarakat di China lumpuh. Ekonomi China berangsur-angsur melemah, membuat negara lain khawatir akan ikut terkena dampak pelemahan ini.

Meski demikian, negeri Tirai Bambu ini masih berjuang membasmi virus bernama Covid-19 ini. Baru-baru ini, bank sentral China memutuskan untuk memusnahkan uang kertas dan logam di China yang berpotensi terpapar virus Corona. Bank Rakyat China (People's Bank of China) mengumumkan hal ini pada Sabtu (15/02/2020) lalu.

Dikutip dari CNN Internasional, Senin (17/2/2020), benda-benda termasuk tombol elevator, gagang pintu dan benda lain yang biasa dipegang bergantian seperti uang tunai bisa membantu menularkan virus tersebut.

Alhasil, seluruh bank-bank di China sekarang harus "membersihkan" uang tunai yang mereka cetak dengan melakukan disinfeksi dengan cahaya ultraviolet pada suhu yang tinggi, lalu disimpan 7 hingga 14 hari sebelum disebar ke masyarakat luas.

Adapun uang tunai yang berasal dari tempat yang berpotensi mengandung virus yang tinggi seperti rumah sakit akan dikembalikan ke bank sentral dan tidak diputar di masyarakat lain.

Sementara cadangan uang tunai di bank di Wuhan ditingkatkan jadi lebih besar yaitu senilai 4 miliar yuan atau USD 573,5 juta.

Transaksi fisik antar bank antar provinsi juga akan dibatasi, meskipun sebenarnya masyarakat di kota sudah menggunakan dompet digital dan uang non tunai untuk berbelanja.

Baru-baru ini juga, studi menunjukkan kalau uang bisa menjadi media pertukaran virus dan kuman. Di setiap lembar dolar AS saja bisa ditemukan DNA hewan peliharaan, bubuk obat, hingga bakteri dan virus (studi di New York tahun 2017).

Dengan demikian, langkah ini ditujukan sebagai dorongan dari pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19 dari sisi finansial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya