Sepi Pengunjung, Pengusaha Hotel Wacanakan Rumahkan Pegawai

PHRI mencatat tingkat keterisian hotel selama 1-14 Maret 2020 secara nasional telah dibawah 50 persen

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Mar 2020, 16:30 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2020, 16:30 WIB
Ilustrasi Kamar Hotel
Ilustrasi kamar hotel. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat tingkat keterisian hotel selama 1-14 Maret 2020 secara nasional telah dibawah 50 persen. Hal ini menunjukan sektor hotel telah mengalami kesulitan cash flow dan kerugian.

Menurut Ekspektasi Pasar, kinerja hotel akan mengalami penurunan untuk periode H1 2020 vs H1 2019 akibat dampak COVID-19. Dengan Occupancy menurun 25–50 persen, average room rate menurun 10–25 persen. Sehingga total pendapatan diperkirakan mengalami penurunan 25–50 persen selama COVID-19.

“Kemudian juga yang jadi poin utamanya juga hotel itu juga jadi tempat orang itu berkumpul untuk meeting. Namun kan dengan situasi seperti ini kan nggak mungkin orang-orang lakukan hal reguler seperti yang mereka biasanya lakukan,” ujar Wakil Ketua Umum Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran kepada reporter Liputan6.com pada Selasa (17/03/2020).

Terjadi penurunan occupancy rate yang tajam sejak dikeluarkannya Nota Dinas dari beberapa Kementerian dan Lembaga yang memberikan instruksi untuk tidak mengadakan rapat atau acara yang mengumpulkan orang banyak. Segmen pasar pemerintah bagi sektor hotel sangat dominan di seluruh wilayah Indonesia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Wacanakan Bayar THR Tak Utuh

Ilustrasi
Ilustrasi tempat tidur di kamar hotel. (dok. pexels.com/Pixabay)

Kondisi cash flow sektor hotel semakin menyusut sehingga kemampuan untuk membayar kewajiban kepada perbankan, pajak (pajak pemerintah pusat, pajak & retribusi daerah), iuran BPJS Ketenagakerjaan, iuran BPJS Kesehatan dan biaya operasional (gaji karyawan, supplier bahan baku, listrik, air, telepon dan lain-lain) menjadi melemah dengan kemungkinan gagal bayar bila pemerintah tidak melakukan kebijakan untuk mengantisipasinya.

"Seharusnya (insentif) diberikan kepada pelaku usaha dong (bukan hanya kepada pemda). Karena kan pelaku usaha yang memiliki bisnis usahanya kan, dan dia punya karyawan, dia punya kewajiban ini itu segala macam," terang Yusran.

Pada saat ini menajemen hotel mulai membicarakan kemungkinan terburuk kepada karyawan untuk mengurangi biaya tenaga kerja yaitu dengan mengatur giliran kerja/merumahkan sebagian karyawan, mengurangi jam kerja, menghentikan pekerja harian serta kemungkinan pembayaran THR yang tidak utuh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya