Hampir 90 Persen Kepala Desa Tak Setuju Warganya Mudik pada Lebaran 2020

Jika 23 juta warga desa di kota mudik, maka akan membawa Tunjangan Hari Raya minimal Rp 3,4 triliun ke daerah.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Apr 2020, 12:20 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2020, 12:20 WIB
Suasana Terminal Kalideres Jelang Arus Mudik 2019
Calon penumpang bersiap menaiki bus di Terminal Kalideres, Jakarta, Kamis (30/5/2019). Menurut Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) puncak arus mudik di Terminal Kalideres diprediksi akhir pekan ini, mulai dari Jumat hingga Sabtu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi melalui Pusat Data dan Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo) merilis hasil survei soal Mudik Lebaran 2020 kepada kepala desa di Indonesia. Salah satu hasil survei tersebut tersebut menyebutkan hampir 90 persen atau tepatnya 89,75 persen kepala desa tidak setuju warganya mudik.

“Nah ternyata 89,75 persen hampir mutlak kepala desa tidak setuju warganya mudik pada saat ini. hanya 10,25 yang menyetujui mudik. Aspirasi kepala desa perlu didengar terutama oleh perantau, yang dibutuhkna desa adalah tidak mudik ke desa pada Lebaran 2020,” kata Kepala pusat data dan Informasi Balilatfo Ivanovich Agusta, dalam keterangannya, Selasa (14/4/2020).

Jajak pendapat ini dilaksanakan pada 10-12 April 2020. Populasi jajak pendapat ini merupakan desa dengan penduduk mayoritas beragama Islam dengan jumlah 53.808 desa. Dengan responden sebanyak 3.931 kepala desa yang tersebar di 31 provinsi di Indonesia. Sampel desa diambil secara random di tiap provinsi. Margin error diperkirakan 1,31 persen.

Dia menjelaskan, bahwa jajak pendapat dilakukan karena dorongan mudik saat ini sangat kuat. Tidak hanya dorongan sosial dan budaya untuk berkumpul dengan keluarga besar saja, melainkan dari sisi ekonomi. Jika 23 juta warga desa di kota mudik, maka akan membawa Tunjangan Hari Raya minimal Rp 3,4 triliun ke daerah.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Masalah Kesehatan

FOTO: Aturan Masih Disiapkan, Pemudik Tetap Datangi Terminal Kampung Rambutan
Calon pemudik saat berada di area Terminal Kampung Rambutan Jakarta, Senin (30/3/2020). Pemerintah sedang menyiapkan peraturan terkait mudik lebaran 2020 untuk mengurangi mobilitas penduduk dalam upaya pencegahan penyebaran virus Corona COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Namun, keadaan berubah semenjak ada pembatasan gerak karena adanya pandemi Corona  Covid-19. Dari hasil survei tersebut menunjukkan alasan kepala desa tidak setuju untuk warganya mudik, yakni yang paling menonjol terkait kesehatan.

Kesehatan menjadi alasan utama bagi opini kepala desa untuk mudik atau tidak mudik. Alasan kesehatan hampir mutlak tidak setuju mudik 88,38 persen. Selanjutnya alasan sosial 45,51 persen dan ekonomi 43,18 persen menjadi prioritas kedua yang menjadi prioritas bagi kepala desa yang setuju mudik.

Menurut penjelasan Ivanovich, terdapat konsekuesi bagi kebijakan, yakni berbagai aspek kesehatan harus menjadi argument utama, untuk menunjang kebijakan tidak mudik sebagai opini mayoritas.

“sebagian besar kepala desa meminta peratau ga mudik. aspek kesehatan harus menjadi argumen utama terutama mensosialiasikan bahwa tahun ini sebaiknya ga mudik. perlu ada kontra argumen bagi alasan-alasan sosial maupun ekonomi,” tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya