Ada Corona, Impor dari China ke Indonesia Tetap Tinggi

Adapun secara sektoral, nilai impor barang konsumsi tercatat naik 43,8 persen dibanding bulan sebelumnya dengan nilai USD 1,27 miliar.

oleh Athika Rahma diperbarui 15 Apr 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 13:00 WIB
Dorong Pertumbuhan Ekonomi Pelindo III Permudah Proses Ekspor Impor
(Foto:@Pelindo III)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data ekspor dan impor untuk bulan Maret 2020. Secara khusus, tercatat impor Indonesia naik 15,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, hal tersebut disebabkan oleh nilai impor non-migas yang naik, sebesar 19,83 persen. Adapun China masih menjadi negara yang mendominasi impor non migas ke Indonesia.

"Beberapa negara terutama Tiongkok (China) nilai impornya USD 1 miliar atau sekitar 50,43 persen dari total," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/4/2020).

Selain China, negara lain seperti Taiwan menyumbang impor sebesar USD 143,1 juta, disusul Amerika Serikat (AS) sebesar USD 125 juta.

Suhariyanto menyatakan, nilai impor yang besar dari China kemungkinan dikarenakan kondisi ekonomi China yang telah berangsur pulih dari pandemi, meskipun mereka masih mewaspadai adanya penyebaran virus gelombang kedua.

"Kemungkinan recovery China memang lumayan, tapi sekarang mereka sedang mewaspadai gelombang Corona yang kedua," ujarnya.

Adapun secara sektoral, nilai impor barang konsumsi tercatat naik 43,8 persen dibanding bulan sebelumnya dengan nilai USD 1,27 miliar.

Nilai impor bahan baku penolong meningkat 16,43 persen sebesar USD 10,28 miliar dan nilai impor barang modal menurun 1,55 persen sebesar USD 1,8 miliar dibanding bulan Februari 2020.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Meski Ada Corona, Neraca Dagang Indonesia Surplus USD 740 Juta di Maret 2020

20161025-Bea-Cukai-Kembangkan-ISRM-untuk-Pangkas-Dwelling-Time-Jakarta-IA
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/10). Kebijakan ISRM diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektifitas pengawasan dalam proses ekspor-impor. (Liputan6.com/Immaniel Antonius)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2020 mengalami surplus sebesar USD 740 juta. Surplus ini lebih rendah dibandingkan periode bulan sebelumnya Februari yang tercatat sebesar USD 2,34 miliar.

Kepala BPS, Suharyanto, menyatakan surplus ini terjadi dikarenakan posisi ekspor Indonesia pada Februari 2020 alami kenaikan. Sementara kenaikan impor juga terjadi namun tidak begitu besar di Maret 2020.

Di mana nilai ekspor pada Maret 2020 tercatat sebesar USD 14,09 miliar atau naik 0,23 persen dari bulan sebelumnya. Sedangkan, impor tercatat sebesar USD 13,35 miliar atau naik 15,60 persen dari Februari 2020.

"Selama Maret 2020 kita masih alamai surplus USD 740 juta. Ini berita menggembirakan di tengah situasi seperti ini. Kita akan lihat kondisi bulan selanjutnya di April," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Pusat BPS, Jakarta, Rabu (15/4).

Jika dirinci surplus neraca perdagangan Indonesia menurut negara, Amerika Serikat menjadi terbesar yakni mencapai USD 3,0 miliar. Posisi ini meningkat dari periode sama tahun sebelumnya yakni hanya USD 2,2 miliar.

Surplus lainnya terjadi di negara-negara tujuan lain seperti India dan Belanda masing-masing USD 1,9 miliar dan USD 535 juta.

Sementara itu, defisit terbesar neraca perdagangan Indonesia terjadi di China yakni minus USD 2,9 miliar. Namun posisi ini masih cukup baik dibandingkan periode sama tahun lalu tercatat defisit sebesar USD 5,1 miliar.

Defisit lain juga terjadi dinegara ekspor tujuan lain seperti Australia dan Thailand yang masing-masing alami defisit sebesar minus USD 562 juta dan minus USD 892 juta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya