Begini Kondisi Pertumbuhan Ekonomi, Investasi hingga Ekspor Impor RI di Kuartal I

Konsumsi rumah tangga mengalami kemerosotan yang disebabkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Mei 2020, 18:24 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2020, 18:23 WIB
Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia di kuartal I-2020 hanya mampu tumbuh sebesar 2,97 persen (year on year).

Tingkat pertumbuhan Indonesia ini masih relatif lebih baik dibandingkan Amerika Serikat (0,3 persen), Korea Selatan (1,3 persen), Euro Area (-3,3 persen), Singapura (-2,2 persen), Tiongkok (-6,8 persen), dan Hong Kong (-8,9 persen). Namun demikian, tingkat pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (3,8 persen).

“Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang merosot ke 2,84 persen dan investasi yang hanya tumbuh 1,70 persen. Sementara itu, konsumsi Pemerintah masih tumbuh sebesar 3,74 persen, ekspor tumbuh sebesar 0,24 persen Ketika impor kontraksi sebesar -2,19 persen,” tulis BKF dalam sebuah rilis, Selasa (5/5/2020).

Di sisi lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa kinerja konsumsi yang tajam di kuartal pertama 2020 ini memperkuat urgensi percepatan penyaluran bantuan sosial di kuartal kedua.

Sementara di sisi produksi, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM menjadi sangat kritikal dan perlu dilaksanakan secepatnya.

“Dengan bantalan pada kedua sisi ini, pemerintah berharap membantu meringankan tekanan terhadap rumah tangga dan pelaku usaha, terutama Ultra Mikro dan UMKM,” ungkap Febrio.

Adapun penjabarannya, konsumsi rumah tangga mengalami kemerosotan yang disebabkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Peningkatan konsumsi kesehatan, pendidikan, perumahan, serta perlengkapan rumah tangga, ternyata tidak mampu mengimbangi penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, jasa perawatan serta transportasi dan komunikasi.

Dalam kondisi pembatasan aktivitas, masyarakat mengurangi konsumsi barang-barang kebutuhan nonpokok. Sinyal pelemahan konsumsi ini juga terlihat pada menurunnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 sebesar -5,4 persen (yoy).

 

Investasi

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Dalam rilisnya, BKF juga menyebutkan kinerja investasi yang ikut menurun, terutama pada komponen mesin, perlengkapan, dan investasi bangunan.

Penurunan kinerja investasi juga terlihat pada penjualan mobil niaga (kontraksi -14,7 persen) serta kredit perbankan. Tumbuhnya investasi didukung oleh kinerja investasi langsung (8,0 persen), khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan belanja modal Pemerintah Pusat naik ke 32,1 persen (tahun lalu -6,7 persen).

Pertumbuhan konsumsi Pemerintah Pusat didorong oleh peningkatan belanja bantuan bantuan sosial. Realisasi bantuan sosial tumbuh hingga 27,6 persen (yoy), utamanya disebabkan kenaikan tarif 2020 PBI-JKN dan penarikan iuran PBI sampai dengan bulan Mei.

Kontraksi terjadi pada konsumsi Pemerintah Daerah dan belanja pegawai masing-masing karena turunnya dana bagi hasil dari Pemerintah Pusat serta program reformasi birokrasi.

Adapun pertumbuhan ekspor bersih, didukung oleh pertumbuhan positif ekspor barang nonmigas. Kinerja ekspor tertahan oleh penurunan jumlah kunjungan wisatawan yang menjadi sumber ekspor jasa nasional.

 

Ekspor Impor

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, impor nasional mengalami kontraksi seiring dengan pertumbuhan negatif komponen impor impor Bahan Baku dan Penolong (-2,8 persen) dan Barang Modal (-13,1 persen) yang masing-masing kontribusinya 75,8 persen dan 15,0 persen terhadap total impor barang.

Meskipun hal ini memberikan kontribusi terhadap neraca perdagangan yang surplus sebesar USD 2,61 miliar, pelemahan impor berdampak negatif terhadap aktivitas di sektor produksi khususnya di sektor manufaktur.

Di sisi produksi, hampir seluruh sektor menunjukkan penurunan kinerja, kecuali sektor infokom yang tumbuh tinggi 9,81 persen.

Industri pengolahan tumbuh melambat 2,06 persen seiring indikator PMI manufaktur yang mencatat penurunan terendah pada April 2020 (27,5). Sektor perdagangan tumbuh melambat ke 1,60 persen, konstruksi 2,90 persen, sementara pertanian 0,02 persen.

Penurunan harga komoditas global termasuk batubara dan minyak sawit mentah (CPO) menyebabkan sektor pertambangan dan penggalian tumbuh hanya 0,43 persen.

Kinerja sektor jasa logistik barang di pelabuhan turut menurun diiringi sektor transportasi dan pergudangan (1,27 persen) serta akomodasi, makanan dan minuman (1,95 persen).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya