Pertumbuhan Ekonomi 8% Tak Realistis, Pemerintah Wajib Fokus Daya Beli

Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menilai, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada 2025 sebagai sesuatu yang tidak realistis.

oleh Elyza Binta Chabibillah diperbarui 22 Nov 2024, 19:02 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2024, 19:00 WIB
Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hassan
Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hassan (liputan6.com/Elyza Binta Chabibillah)

Liputan6.com, Jakarta - Target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2025 dipandang sebagai sesuatu yang tidak realistis. Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan melihat bahwa pemerintah saat ini seharusnya fokus pada upaya menjaga daya beli masyarakat sebagai kontributor utama pertumbuhan ekonomi.  

“Pertumbuhan ekonomi sebesar 8% tidak realistis, apalagi dengan kebijakan seperti kenaikan PPN menjadi 12%. Hal ini justru akan melemahkan daya beli masyarakat yang selama ini menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Fadhil dalam seminar nasional yang diadakan di Jakarta, ditulis Jumat (22/11/2024).  

Fadhil menjelaskan bahwa konsumsi masyarakat memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi pangsa maupun pertumbuhannya.

Namun, kebijakan kenaikan PPN dapat mengurangi daya beli, sehingga menurunkan kemampuan masyarakat untuk berbelanja. 

“Kalau pajak dinaikkan, keinginan masyarakat untuk membelanjakan uang akan semakin berkurang. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi justru melambat,” jelasnya.  

Sebagai alternatif, Fadhil menyarankan agar pemerintah tidak meningkatkan pajak yang bersifat menyeluruh seperti PPN, melainkan mempertimbangkan kebijakan yang lebih adil dan selektif.

“Pajak kepada kelompok super kaya (super rich tax) dan keuntungan berlebih (windfall profit tax) bisa menjadi solusi untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa menekan daya beli masyarakat,” tambahnya.

Perppu sebagai Langkah Cepat

Penerimaan Pajak Positif Capai Rp149,25 triliun
Dilanjut dari perolehan pajak pertambahan nilai (PPN) yang menyumbang Rp 57,76 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 Fadhil juga menekankan bahwa pemerintah memiliki opsi untuk merevisi kebijakan perpajakan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 

“Alasan pemerintah menaikkan PPN adalah untuk memenuhi undang-undang. Namun, undang-undang bisa diubah melalui Perppu jika kebijakan tersebut dianggap kurang tepat dalam kondisi saat ini,” tegasnya.  

Fadhil mengingatkan pentingnya menjaga daya beli masyarakat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih realistis. 

“Jika daya beli masyarakat tetap kuat, konsumsi akan terus mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu memastikan kebijakan yang diambil tidak justru menekan masyarakat,” pungkasnya.  

Dengan tantangan global dan domestik yang ada, Fadhil menilai bahwa fokus pada kebijakan perpajakan yang selektif dan adil akan menjadi kunci dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya