Bansos Sebaiknya Tak Diberikan dalam Bentuk Sembako

Bansos dalam bentuk makanan atau sembako tak memberikan manfaat bagi pelaku UMKM serta pasar tradisional.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jul 2020, 21:40 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2020, 21:40 WIB
FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja memindahkan paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyarankan agar bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 diberikan dalam bentuk uang ketimbang sembako. Bansos dalam bentuk uang akan mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Faisal mengatakan, bansos dalam bentuk makanan atau sembako tak memberikan manfaat bagi pelaku UMKM serta pasar tradisional. Padahal pelaku UMKM tengah dihadapkan pada kondisi sulit akibat kelangsungan usahanya terdampak pandemi ini.

"Harusnya bansos berupa uang tunai. Tapi kok penanganan Covid-19 justru mematikan usaha kecil, dengan mengeluarkan dana untuk sembako ke korporasi karena pengadaan langsung ke pabrik tidak ke warung, umkm, dan pasar tradisional," Demikian dikatakannya dalam diskusi virtual Indef via Zoom, Jumat (10/7/2020).

Faisal mengatakan pengadaan bansos sembako selama ini tidak melibatkan UMKM dan pasar tradisional, melainkan langsung dari pabrik. Sehingga bertolak belakang dengan keinginan pemerintah yang berupaya kembali membangkitkan kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil.

Ironisnya model pengadaan seperti itu, ujar Faisal, mengakibatkan uang tidak berputar di pasar tradisional dan UMKM. Namun, nikmatnya peredaran uang justru dialami oleh sejumlah perusahaan besar.

"Sedangkan, anggaran sembako mencapai Rp43,6 triliun itu lari ke korporasi karena pengadaan langsung ke pabrik tidak ke warung dan pasar tradisional. Coba kalau rakyat dikasih uang itu, bisa belanja di warung. Maka hidup kembali, si UMKM nya," jelas Faisal.

Untuk itu, Faisal lebih menghendaki bila bansos diberikan dalam bentuk uang atau cash. Sehingga uang bansos dapat bermanfaat lebih besar, baik untuk menyambung hidup atau membuka usaha kecil demi menambah pendapatan di tengah pandemi ini.

"Rakyat patut diberikan uang bansos bukan sembako. Nanti bagi keluarga yang punya diabetes dia ga makan beras dan juga ini membuat megap-megap warung tetangga dan pasar tradisional," imbuhnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Menko PMK Ungkap Penyebab Bansos Belum Tersalurkan Semua di Papua Barat

FOTO: Bantuan Sosial Pemerintah Pusat Siap Disalurkan
Paket bansos terlihat di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Pemerintah terus bergerak cepat dalam upaya menanggulangi masalah Covid-19. Sejumlah daerah yang disinyalir memiliki potensi penyebaran kasus tinggi, termasuk beberapa provinsi di wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Papua Barat tak luput menjadi perhatian.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam kunjungannya ke Papua Barat menekankan persoalan penyaluran bantuan sosial (bansos) dari pusat yang belum tersalurkan 100 persen kepada masyarakat terdampak yang membutuhkan. Hal itu diketahui akibat terkendala akses dan transportasi.

“Ada beberapa kabupaten di Papua Barat yang belum terjangkau bansos karena kesulitan transportasi. Ada juga data yang belum dikirim ke Kemensos. Saya minta ini agar segera dipercepat,” ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 Bupati/Walikota se-Provinsi Papua Barat melalui video konferensi di Hotel Aston Niu, Manokwari, Selasa (7/7)2020).

Menurut progres salur Program Bansos regular per 5 Juli 2020 khususnya Program Sembako untuk alokasi Juni di Provinsi Papua Barat baru mencapai 50,7% dan 42,5% untuk Prov Papua. Sementara bansos nonreguler, Bantuan Sosial Tunai (BST) per-5 Juli 2020, tahap 1 di Provinsi Papua Barat mencapai 57,8 persen, tahap 2 (57,8 persen), dan tahap 3 (23,1 persen). Sedangkan di Provinsi Papua untuk tahap 1 baru mencapai 43,1 persen, tahap 2 (42,4%), dan tahap 3 (20,1 persen).

“Untuk penyaluran program kartu sembako di Papua dan Papua Barat ada 31 kabupaten/kota yang tidak dijangkau Himbara sehingga serapan bansos dari pusat untuk Papua dan Papua Barat termasuk yang masih rendah. Begitu pula saat salur BST ada daerah yang lambat salur karena aksesnya sulit. Mekanisme salur bansos di Papua akan segera disesuaikan sehingga bantuan segera dapat diterima masyarakat,” tutur Muhadjir.

Kendati demikian, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sangat mengapresiasi kerja keras dari Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, Tim GT Provinsi/Kabupaten/Kota, dan TNI/Polri. Utamanya terkait upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dengan melibatkan seluruh elemen termasuk masyarakat awam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya