Harga Minyak Rendah, Pemerintah Diminta Dorong Pemakaian BBM Ramah Lingkungan

Indonesia sudah berkomitmen untuk menekan emisi karbon dalam Perjanjian Paris Tahun 2015 silam.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2020, 18:22 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2020, 18:22 WIB
Jawaban Pertamina Soal Kabar Penghapusan BBM Jenis Premium
SPBU Pertamina.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dinilai perlu terus mendorong agar masyarakat menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, dengan Ron tinggi. Apalagi, standar EURO 4 saat ini sudah menjadi acuan gas buang bagi kendaraan bermotor.

Terlebih, Indonesia sudah berkomitmen untuk menekan emisi karbon dalam Perjanjian Paris Tahun 2015 silam. Meski kenyataannya Bahan Bakar Minyak (BBM) Ron rendah, seperti Premium saat ini masih banyak dikonsumsi masyarakat. 

Guru Besar Universitas Indonesia yang juga Rektor IT PLN, Iwa Garniwa menyampaikan, penghapusan BBM Ron rendah memang mendesak, namun harus tepat momentumnya.

Saat ini, di tengah tren masih terjadi penurunan harga minyak, di mana harga minyak dunia belum kembali ke titik tertinggi, kebijakan tersebut bisa diambil oleh pemerintah.

"Menurut saya sekarang inilah saatnya, tapi digantikan dengan nama, misalnya Premium Ramah Lingkungan dengan harga yang tidak berubah mengingat harga minyak dunia sedang turun. Secara tidak langsung masyarakat dipaksa untuk mengubah konsumsi BBM-nya pada BBM ramah lingkungan," ujar Iwa di Jakarta, Kamis (30/9/2020).

Iwa mengingatkan, dampak buruk BBM Ron rendah selama ini diasumsikan tidak terlalu terlihat pada kendaraan dengan teknologi lama yang masih banyak di Indonesia, bahkan di Jakarta.

Namun pada lingkungan akan menambah polusi udara khususnya di perkotaan. Persoalan polusi kendaraan ini akan menjadi bom waktu di masa depan, sehingga perlu diambil kebijakan radikal.

Sementara itu, Permen LHK No. 20/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, yang mensyaratkan standar emisi EURO 4, bisa saja diterapkan namun tidak di semua daerah kota mengingat ada persoalan daya beli berbeda.

Ada daerah memiliki daya beli tinggi ada rendah, juga intensitas masing-masing wilayah berbeda untuk penggunaan bahan bakar. Sehingga, kalaupun diterapkan kebijakan ron tinggi, tetap diperlukan klasterisasi daerah, terutama di kota-kota besar.

"Kita tahu di Indonesia lebih dari 400 kota/kabupaten yang sangat beragam kondisi transportasinya," ujar Iwa.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video di bawah ini:


Negara pengguna BBM Ron rendah

20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dia mengingatkan, Indonesia memang masuk salah satu negara pengguna BBM Ron rendah, di mana negara lain sudah tinggalkan.

Namun, di sisi lain, BBM pun harus dipahami menjadi bagian meningkatkan taraf hidup masyarakat. Karena itu, jika taraf hidup masyarakat makin tinggi, pendidikan makin tinggi, maka kesadaran itu akan tumbuh, menggunakan bbm ramah lingkungan. Apalagi, masyarakat Indonesia sebetulnya mudah diarahkan, asal terus diedukasi.

"Sehingga seharusnya dorongan pemerintah agar masyarakat menggunakan bahan bakar ramah lingkungan terus dilakukan, namun dorongan tidak cukup hanya dengan himbauan sesaat, tapi terus menerus melalui jaringan medsos yang ada dan pemerintah mempunyai perangkatnya," ujar Iwa.

Iwa menerangkan, keengganan menggunakan BBM ramah lingkungan ron tinggi, seringkali bukan karena faktor harga, namun karena kebiasaan dan ketidak percayaan terhadap perbedaan BBM ramah lingkungan dengan Premium, karena itu perlu terus diedukasi manfaat dan perbedaan signifikan BBM ron tinggi.

Ekonom Senior Piter Abdullah menambahkan, untuk mengurangi emisi karbon, kebijakan penghapusan BBM ron rendah seperti premium, bisa ditempuh yang berujung subsidi APBN berkurang. Pilihan ini, secara finansial bagus karena mengurangi beban APBN. Namun di sisi lain, rawan secara politik, karena akan memunculkan gelombang penolakan.

Pilihan kedua, mengurangi atau menghilangkan premium, subsidi kemudian diberikan untuk penggunaan Pertalite, produk BBM lain ramah lingkungan. Pilihan ini menyenangkan masyarakat, tetapi akan berdampak lonjakan subsidi yang sudah pasti membebani APBN. Pilihan dua ini tidak mudah, dan bisa dinilai sebagai status quo.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya