Liputan6.com, Jakarta - Keinginan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan agar pelaku UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) mengembangkan produk-produk berbasis teknologi mendapat respon positif.
Namun, pelaku usaha meminta adanya langkah konkret pemerintah membantu mereka, termasuk menyediakan anggaran riset dan insentif untuk pengembangan teknologi dan produk.
Ketua Akumindo (Asosiasi UMKM Indonesia) Ikhsan Ingratubun mengatakan, pelaku usaha di Indonesia sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk teknologi tinggi. Namun masih diperlukan dukungan pemerintah untuk sejumlah hal.
Advertisement
Pertama yaitu mengenai jaminan ketersediaan pasar. Lalu yang kedua adalah dukungan anggaran pada saat dalam proses pengembangan produk.
Dukungan pemerintah berupa insentif baik insentif perpajakan maupun insentif fiskal lainnya bagi masing-masing pelaku usaha yang mengembangkan produk berbasis teknologi tinggi diperlukan untuk membuat pelaku usaha menghasilkan produk yang berkualitas dan kompetitif.
"Alokasi anggaran dan insentif ini penting untuk menggairahkan pelaku usaha dalam product development," ujar Ikhsan, dalam keterangannya, Selasa (15/9/2020).
Wakil Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Shinta Widjaja Kamdani juga mendukung industri nasional berbasiskan teknologi. Sebab menurut Shinta, di masa datang, industri harus memiliki nilai tambah yang baik agar bisa bertahan di pasar.
“Nilai tambah terbesar ada pada industri berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang dikomersialkan sesuai kebutuhan pasar,” katanya, dalam keterangannya, Selasa (15/9/2020).
Karena itu, lanjut Shinta, jika Indonesia ingin menjadi negara maju dalam 20 tahun ke depan, mendorong realisasi investasi di industri berbasis riset dan teknologi sangat penting untuk dimulai dari sekarang.
Meski demikian ada banyak kendala yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan industri berbasis riset dan teknologi (ristek) di Indonesia. Mulai dari kendala SDM (sumber daya manusia), keterbatasan modal dan tidak adanya industrial environment yang cukup kondusif untuk pengembangan industri berbasis ristek.
Itu sebabnya, Shinta mengatakan, prioritas utama yang harus dikerjakan pemerintah adalah membenahi ekosistem industri agar perusahaan-perusahaan berbasis riset dan teknologi bisa mulai tumbuh di Indonesia. Ini berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, insentif untuk investasi di bidang ristek yang saat ini ada masih belum cukup menarik bagi investor.
Sebagai contoh, UMKM yang mengembangkan produk berbasis teknologi adalah industri produk tembakau aternatif.
Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menyatakan, pihaknya getol dalam mengembangkan teknologi untuk industri ini. Akan tetapi ekosistem aturan yang ada belum optimal dalam mendukung perkembangan produk tembakau alternatif dalam negeri.
Garindra mengungkapkan saat ini ribuan pengusaha rokok elektrik yang menjadi anggotanya saat ini masih termasuk dalam skala UMKM mulai menjajaki teknologi ekstraksi nikotin dari sumber daya lokal. Sayangnya, teknologi tersebut masih diadopsi dari penelitian dari luar negeri karena Indonesia masih minim kajian ilmiah terkait hal ini.
Padahal dengan sumber daya yang tersedia di dalam negeri, pengembangan teknologi yang diusung UMKM ini dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian dalam negeri berupa serapan tenaga kerja hingga pungutan cukai.
“Kami berharap ada langkah konkret berupa kebijakan dari pemerintah memberikan dukungan seluas-luasnya kepada pelaku Industri dalam bentuk regulasi khusus untuk menstimulus pelaku industri dalam berinovasi dan mengembangkan teknologi,” ujar Garindra.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Era Kebiasaan Baru Jadi Waktu yang Tepat untuk Terapkan Industri 4.0
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai implementasi industri 4.0 menjadi salah satu langkah strategis untuk membangkitkan aktivitas sektor manufaktur di dalam negeri, terutama di era kebiasaan baru. Konektivitas teknologi bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan.
"Saat ini, semakin banyak industri skala besar maupun sedang di tanah air yang tengah menyiapkan strategi mengadopsi teknologi digital untuk memasuki era industri 4.0,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi di Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Menurutnya transformasi ke arah Industri 4.0 merupakan indikasi yang baik bagi sektor industri. Sehingga, guna mengakselerasinya, perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
Lebih lanjut, pembangunan infrastruktur digital menjadi bagian yang vital dalam menarik minat investor untuk membangun pabriknya di suatu kawasan industri.
"Sehingga perusahaan pengelola kawasan industri perlu menyediakan sarana prasarana dan fasilitas yang mendukung perkembangan teknologi di era digital ini, sesuai kebutuhan para investor, salah satunya adalah ketersediaan jaringan koneksi dan fasilitas digital yang mendukung," paparnya.
Terkait hal itu, Kemenperin memberikan apresiasi kepada PT Jababeka Tbk sebagai perusahaan pengembang kawasan industri yang tengah menjajaki potensi implementasi industri 4.0 dalam proses bisnisnya.
"Kami telah melihat kesiapan kawasan industri milik PT Jababeka Tbk di Cikarang dalam bertransformasi menerapkan industri 4.0," tuturnya.
Beberapa fasilitas yang telah dimiliki Kawasan Industri Jababeka, antara lain tersedianya jaringan fiber optic di sebagian besar wilayah kawasannya. Ke depan, perusahaan ini menargetkan dapat memberikan layanan pembuatan smart factory bagi investor yang ingin membangun pabrik di kawasannya dengan menerapkan konsep industri 4.0.
Advertisement