Gara-Gara Corona, Angka Kemiskinan di Indonesia Naik Lagi jadi 9,78 Persen

Pandemi Covid-19 yang sudah hampir berjalan tujuh bulan telah menyebabkan kenaikan jumlah angka pengangguran dan kemiskinan di Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Sep 2020, 14:30 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2020, 14:30 WIB
FOTO: Pandemi COVID-19, Jumlah Penduduk Miskin Jakarta Meningkat
Suasana pemukiman padat penduduk di bantaran kali di Jakarta, Selasa (4/8/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 26,42 juta orang per Maret 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi Covid-19 yang sudah hampir berjalan tujuh bulan telah menyebabkan kenaikan jumlah angka pengangguran dan kemiskinan di Tanah Air. Kondisi itu menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah untuk meresponnya.

"Kalau kita lihat di Indonesia sendiri kemiskinan kita sudah meningkat yang tadinya sudah mencapai di 9,4 persen itu adalah persen ya dari sejarah Indonesia itu mungkin adalah angka kemiskinan terendah dan sekarang sudah kembali kepada situasi 9,78 persen," kata dia dalam webinar di Jakarta, Rabu (16/9).

Dia mengatakan, dalam merespon kondisi Covid-19 pemerintah tidak hanya mengedepankan masalah kesehatan saja. Namun juga menyangkut dengan masalah dimensi sosial ekonomi untuk hajat hidup orang banyak.

Sebab banyak aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang tidak bisa berjalan seperti biasa akibat wabah tersebut. Sehingga menyebabkan dampak yang besar terhadap ekonomi sehari-hari. Untuk itu, pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi atau melakukan penanganan.

Maka respon yang selanjutnya dilakukan oleh adalah social protection atau jaring pengaman sosial untuk masyarakat yang terdampak. Di mana pemerintah menganggarkan lebih dari Rp200 triliun untuk program bantuan sosial.

Sebegai informasi saja, realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 2 September 2020, sebesar Rp237 triliun. Realisasi ini sudah mencapai 34,09 persen dari total pagu yang dianggarkan sebesar Rp695,2 triliun dalam APBN 2020.

Adapun untuk perlindungan sosial, anggaran sudah terealisasi Rp128,05 triliun atau 62,8 persen dari pagu sebesar Rp203,91 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Cara Sri Mulyani Cegah Melambungnya Angka Kemiskinan dan Pengangguran

FOTO: Sri Mulyani Bahas Program PEN Bersama Komisi XI DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020). Rapat di antaranya membahas perkembangan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan terus mendorong pemerataan kebutuhan dasar masyarakat seperti ketersediaan pangan dan papan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki berbagai indikator kesejahteraan.

Dia meyakini membaiknya pertumbuhan ekonomi yang diiringi kondisi makro-ekonomi yang stabil di tahun 2021, akan menjadi momentum positif bagi pemerintah. Utamanya dalam menurunkan indikator kemiskinan dan ketimpangan setelah terjadi peningkatan di tahun 2020 sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

"Berbagai program pemerintah, khususnya perlindungan sosial dan insentif dunia usaha, diharapkan dapat mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran," kata Sri Mulyani dalam rapat paripuna, di DPR RI, Jakarta, Selasa (1/9/2020).

Dengan langkah-langkah tersebut, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka masing-masing menjadi 9,2–9,7 persen dan 7,79,1 persen dengan tingkat rasio gini menurun menjadi 0,377–0,379 pada tahun 2021.

Selanjutnya dalam data Sri Mulyani, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diharapkan meningkat menjadi 72,78–72,95 yang mengindikasikan perbaikan kesejahteraan masyarakat.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Sri Mulyani: Infrastruktur Punya Peran Penting Pulihkan Ekonomi

Pertumbuhan Kendaraan di Jadetabek
Kendaraan terjebak kemacetan di jalan tol dan Jalan TB Simatupang, Jakarta, Selasa (5/11/2019). Salah satu faktor yang melatar belakangi masalah kemacetan antara lain adalah pertumbuhan kendaraan yang tidak sebanding dengan pembangunan infrastruktur jalan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut infrastruktur tetap akan menjadi peran penting dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi. Apalagi saat ini pemerintah sedang mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur di Tanah Air.

“Jadi, infrastruktur tetap akan menjadi arah yang luar biasa penting bagi kita untuk bisa menangani pemulihan ekonomi dan sekaligus meningkatkan produktivitas untuk jangka panjang," ujarnya di Jakarta, Senin (31/8/2020).

Meski begitu, Bendahara Negara ini menyadari pada kuartal II-2020, infrastruktur ikut terdampak dengan adanya refocusing anggaran. Pembangunan Infrastruktur diibaratkan dengan pedang dua mata sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi produktivitas.

“Pertumbuhan ekonomi pasti akan memunculkan permintaan terhadap infrastruktur atau infrastruktur juga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi. Jadi infrastruktur itu seperti pedang dengan dua mata sisi," kata Menkeu.

Menkeu menjelaskan bahwa infrastruktur bukan hanya jalan tol ataupun irigasi, namun juga Internet Content Provider (ICP). ICP dinilai sangat vital dalam masa pandemi karena mobilitas fisik berganti menjadi mobilitas digital.

“Makanya di dalam APBN 2021, presiden menyampaikan ICP merupakan backbone yang harus diberikan tambahan untuk anggarannya. Sama seperti rasio elektrifikasi, sekarang adalah rasio konektivitas dari sisi digital atau internet," jelasnya

Kuartal III Jadi Titik Balik Ekonomi

Di samping itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut meyakini bahwa kuartal III-2020 menjadi titik balik dari kegiatan ekonomi. Dia melihat berbagai kegiatan ekonomi di bulan Juli mulai menunjukan tren positif. Untuk itu, menjaga momentum tren tersebut sangatlah penting dengan berbagai instrumen kebijakan pemerintah pada saat ini.

“Kita melihat pembalikan arah ekonomi menuju positif masih sangat dini dan masih sangat kaku. Walaupun kegiatan mobilitas masyarakat mulai meningkat dibandingkan bulan April dan Mei, namun mobilitas itu tidak langsung diterjemahkan ke dalam konsumsi maupun investasi," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya