Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, Indonesia saat ini lebih siap dalam menghadapi krisis sosial dan ekonomi seperti pandemi Covid-19. Itu karena negara telah punya bekal pengalaman dalam menghadapi krisis multidimensi seperti pada saat 1998.
"Tentunya dulu kita belum seperti sekarang. Informasi sekarang betul-betul lengkap, dan regulasi kita saat ini mulai tertata akibat 1998. Di mana kita sudah global standard, dan merupakan anggota G20," ujarnya saat mengisi webinar bersama Infobank, Kamis (17/9/2020).
Baca Juga
Berbekal pengalaman tersebut, Wimboh melanjutkan, Indonesia saat ini lebih siap hadapi krisis pandemi corona ketimbang negara lain. Itu tercermin dari pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal II 2020, yang meski -5,32 persen tapi tetap lebih baik dari negara lain.
Advertisement
"Ini lebih besar dari Korea Selatan, Vietnam, dan juga kalau kita lihat China. Kita masih bisa tetap bersyukur, ekonomi kita tidak terlalu buruk dibandingkan negara lain," kata dia.
"Ini semua adalah kita pada saat ini melakukan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan bagaimana (mempersiapkan) kebijakan preventif. Sehingga kita tidak berdampak lebih dalam lagi, dan bahkan kita sudah berupaya bagaimana bangkit lebih cepat," ungkapnya.
Wimboh berharap Indonesia bisa bangkit perlahan meski tidak secepat yang diekspektasikan. Dia pun optimistis negara bisa kembali pulih, asalkan masyarakat mau ikut membantu dengan tetap tidak melupakan protokol kesehatan dalam melakukan aktivitas.
"Dan pemerintah bersama pemangku kepentingan lain berupaya keras agar pertumbuhan ekonomi melalui domestik demand dilakukan dengan berbagai upaya, agar ini bisa timbulkan pemicu untuk kebangkitan ekonomi kita," tuturnya.
Dia mengingatkan jika pemerintah telah melakukan berbagai upaya, diantaranya percepat distribusi jaminan sosial, stimulus sosial, bansos produktif sudah dilakukan. "Ini supaya pertumbuhan ekonomi kita bisa terungkit," tandas Wimboh.
Â
Pemerintah Sudah Siap Jika Ada Bank Sakit di Tengah Pandemi Covid-19
Pemerintah telah menyiapkan kebijakan pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan terutama bank sakit akibat pandemi Covid-19. mekanisme penanganan tersebut berada di tangan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020 yang memberi kewenangan tambahan pada LPS untuk penempatan dana di bank. Tujuannya agar menjaga kesehatan bank.
"Semua negara membutuhkan mekanisme untuk menjaga stabilitas. Disaat yang sama kita juga mempersiapkan untuk setiap sitausi yang mendakak dan mengaharuskan kita untuk menghadapi isu penanganan bank gagal atau resolusi bank," kata Sri Mulyani dalam webinar LPS, Rabu (16/9/2020).
Dia mengatakan, Indonesia memiliki rekam jejak cukup baik dalam resolusi bank gagal ketika melewati krisis ekonomi tahun 1998 serta 2008. Oleh karena itu, Pemerintah tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama ditengah krisis ekonomi tahun ini.
"Indonesia berpengalaman di krisis 1998 dan 2008 kita harus menyadari bahwa sitausi 2020 berbeda dan ini kenapa beberpa kebijakan kita harus dilanjutkan untuk mengadopsi ini terhadap LPS," tambah Sri Mulyani.
Sebagai informasi saja, LPS sendiri memiliki 4 opsi metode resolusi bank non-sistemik. Metode tersebut adalah pengalihan sebagian atau seluruh aset pada bank penerima (Purchase and Assumption), pengalihan sebagian atau seluruh aset pada bank perantara (Bridge Bank), melakukan penyertaan modal sementara (Bail-out), dan likuidasi.
Sementara dalam PLPS Nomor 3 Tahun 2020, sebagai aturan turunan dari PP Nomor 33 Tahun 2020 LPS kini bisa melaukan penempatan dana bagi bank yang sakit. Dimana ini dilakukan untuk mengantisipasi gangguan yang lebih parah dalam suatu bank yang dapat mengganggu likuiditas dan sistem keuangan yang lebih luas.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement