Jangan Buru-Buru Nilai BI dan OJK Berkinerja Buruk, Cek Dulu Datanya

Wacana pengembalian fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) hingga pembentukan Dewan Moneter di RUU BI digaungkan.

oleh Athika Rahma diperbarui 15 Sep 2020, 15:45 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 15:45 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu belakangan, isu di sektor jasa keuangan sempat menjadi perhatian publik. Wacana pengembalian fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) hingga pembentukan Dewan Moneter di RUU BI digaungkan.

Beragam alasan diutarakan, utamanya karena OJK dan BI dinilai tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyatakan, timbulnya usulan-usulan tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap lembaga terkait yang diluapkan secara emosional.

Kendati, sebelum mengajukan perubahan pada tugas dan fungsi lembaga tersebut, Piter menilai seharusnya pemerintah dan pihak terkait mengecek dulu bagaimana kinerja industri jasa keuangan serta pengawasannya selama ini.

"Saya ingin perlihatkan, kondisi bank kita seperti apa sih, kenapa banyak suara yang ingin mengembalikan fungsi pengawasan bank ke BI, dan ada dewan moneter, ini harus kita lihat dengan data," ujar Piter dalam diskusi virtual, Selasa (15/9/2020).

Berdasarkan data kinerja 10 bank terbesar di Indonesia, Piter menyebutkan kinerja industri jasa keuangan masih dalam kondisi yang cukup baik. Sebagai informasi, 10 bank ini menguasai 64 persen aset seluruh bank di Indonesia.

Lanjut Piter, CAR (Capital Adequacy Ratio) perbankan memang turun tapi kondisinya masih di level 19 hingga 20-an persen secara keseluruhan. Kemudian LDR (Loan to Deposit Ratio)-nya juga turun, artinya dari sisi likuiditas mengalami kelonggaran.

"DPK (Dana Pihak Ketiga)-nya tumbuh cukup. NPL (Non Performing Loan) meskipun naik tapi rangenya aman, NPL grossnya di bawah 5 persen. Demikian pula dengan kinerja industri keuangan non bank seperti asuransi umum dan asuransi jiwa," jelas Piter.

Melihat rapor industri keuangan yang tidak merah, maka Piter menganggap wacana-wacana untuk mengubah fungsi OJK dan BI dinilai tidak urgent dilakukan. Apalagi setiap 3 bulan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) selalu menyampaikan laporan kinerja industri keuangan yang baik-baik saja.

"Kalau buka arsip beberapa wktu belakang, pernyataan KSSK yang dipimpin oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani) sendiri, bilang kalau kondisi sistem keuangan stabil. Nah, ini kan jadi pertanyaan besar ketika tiap triwulan bilang baik, tahu-tahu diujung menyatakan OJK gagal, BI gagal, kan tidak konsisten," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BI Ungkap 4 Sektor yang Mampu Dongkrak Industri Syariah di Indonesia

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Indonesia memiliki empat sektor potensial sebagai sumber pengembangan industri syariah nasional. Keempat sektor tersebut adalah pertanian (integrated farming), industri makanan dan fesyen, energi terbarukan (renewable energy), dan pariwisata halal (halal tourism).

Pengembangan empat sektor tersebut dilakukan melalui pendekatan rantai nilai halal yaitu pemberdayaan dan pengembangan ekonomi syariah secara komprehensif.

"Termasuk memperkuat digitalisasi UMKM Syariah untuk memperluas akses pasar dan pembuatan kanal pembayaran digital melalui QRIS atau QR Indonesian Standard," jelas Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Sugeng dalam sambutan secara vitrual pembukaan FESyar (Festival Ekonomi Syariah) Regional Sumatera di Padang, Sumatera Barat, Senin (14/9/2020).

Gelaran FESyar Regional Sumatera ini merupakan bagian dari rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) Virtual 2020 yang dibuka pada awal Agustus 2020 lalu oleh Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, sebagai Wakil Ketua atau Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, menyampaikan bahwa ekonomi dan keuangan syariah merupakan salah satu solusi di masa pandemi Covid-19, karena adanya kebutuhan akan produk halal yang higienis.

Pemerintah provinsi Sumatera Barat telah mengeluarkan beberapa ketentuan untuk mendukung perkembangan ekonomi dan keuangan syariah terutama untuk mendukung pengembangan kuliner dan wisata halal, sehingga pelaksanaan Fesyar merupakan momentum yang tepat untuk semakin memperkenalkan ekonomi dan keuangan syariah kepada masyarakat.

FESyar Regional Sumatera 2020 mengangkat tema “Penguatan Konektivitas Ekonomi Syariah sebagai Pendorong Ekonomi Regional” akan berlangsung selama 7 (tujuh) hari dari tanggal 14 – 20 September 2020 secara virtual.

Tema tersebut sejalan dengan konteks wilayah Sumatera yang berbatasan dengan berbagai negara, seperti Singapura dan Malaysia, sehingga diharapkan dapat terjadi hubungan perekonomian yang lebih erat.

Era Baru

Cek Jadwal Kegiatan Operasional dan Layanan Publik BI Selama Mitigasi COVID-19
Ilustrasi Bank Indonesia.

Penyelenggaraan Fesyar tahun ini, menandai era baru dengan penggunaan media virtual sebagai upaya bersama untuk menggerakkan ekonomi dan keuangan syariah di masa pandemi Covid-19.

Kegiatan Fesyar difokuskan untuk menampilkan sekaligus mendorong pengembangan usaha syariah melalui halal value chain, ekonomi pesantren, UMKM dan koorporasi.

Selain itu, juga sebagai sarana edukasi dan peningkatan literasi ekonomi dan keuangan syariah melalui seminar, talkshow, tabligh akbar yang diharapkan dapat mendorong halal lifestyle yang bermanfaat bagi masyakat, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan ZISWAF.

Pelaksanaan Fesyar Regional Sumatera 2020 diharapkan dapat mempertemukan pemasok dan produsen, produsen dan distributor, produsen dan konsumen, maupun inventor pada industri halal nasional.

Selain itu, Fesyar Regional Sumatera 2020 merupakan wujud implementasi sinergi dan koordinasi Bank Indonesia dengan otoritas lain seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), BPOM Republik Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Wakaf Indonesia, serta asosiasi seperti Asbisindo, IAEI dan MES dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya